Mohon tunggu...
Gayatri Jaya Wardani SS
Gayatri Jaya Wardani SS Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, pengamat bahasa dan budaya, peminat sejarah, guru bahasa, penerjemah

Suka menulis, membaca, memasak, belajar bahasa, dan traveling. Konten yang paling disukai sekitar bahasa, budaya, sejarah, dan sosial-kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kesadaran dan Peduli Sampah

30 September 2024   08:11 Diperbarui: 30 September 2024   08:14 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Isu sampah makin hari makin memprihatinkan. Plastik-plastik sampah menumpuk, bahkan di beberapa tempat yang bukan tempat sampah. Hal ini menunjukkan bukan hanya degradasi kebersihan, tetapi juga degradasi tata krama. Secara moral dan etika, membuang sampah di depan rumah orang atau di depan kantor adalah penghinaan terhadap penghuninya. Namun, masyarakat tidak lagi ambil pusing sekarang. Mereka asyik saja menaruh sampah-sampah rumah tangga di sembarang tempat. Alasan utamanya adalah tidak ada tempat pembuangan sampah dan mereka berharap pemerintah yang akan membersihkannya. Lalu, bagaimanan solusinya?

Perlu adanya kesadaran masyarakat untuk mengatasi hal ini. Dunia bisa berubah jika berawal dari individu. Kemudian, individu-individu yang memiliki visi-misi yang sama pada akhirnya akan berkumpul menjadi suatu komunitas.

Individu dibentuk oleh keluarga. Oleh karena itu, teladan orang tua menjadi kiblat utama tingkah laku anak di kemudian hari. Sebagai contoh, jika orang tua suka menaruh sampah kulit kacang di meja dan tidak segera membuangnya, bahkan sampai berhari-hari, si anak pasti akan menirunya. Jika seorang anak membuang sampah sembarangan dan orang tua tidak menegurnya, si anak akan merasa bahwa apa yang dilakukannya benar dan itu akan menjadi pola hidupnya. Oleh karena itu, orang tua perlu mengajari anaknya membuang sampah di tempat sampah. Orang tua juga perlu mengajari anak memungut sampah di pekarangan atau di jalan, lalu memasukkannya ke tempat sampah, meskipun bukan sampahnya.

Kesadaran kedua adalah pemilahan sampah. Ini menuntut kerja sama dari masyarakat, pemerintah, dan organisasi yang mengelola sampah. Perlu adanya kebijakan dari pemerintah untuk pemilahan sampah dan pengolahan sampah setelah dipilah. Kita bisa berkaca dari negeri-negeri lain yang telah sukses menangani sampah.

Sewaktu saya di Oslo, Norwegia, saya melihat sendiri sistem pembuangan dan pengelolaan sampah. Sampah dipilah menjadi: organik, plastik, dan sampah lainnya (termasuk permen karet, rambut). Sampah organik dimasukkan ke tas plastik hijau, sampah plastik di tas plastik ungu/pink, sedangkan sampah lainnya dimasukkan ke tas plastik dengan warna yang tidak ditentukan.

Kemudian, ada pemilahan juga atas sampah kertas, kaca dan logam, sampah EE (termasuk baterai), dan sampah yang gampang meledak. Di luar apartemen atau di suatu tempat dekat perumahan sudah disediakan tempat-tempat sampah yang sudah dipilah. Setiap orang memasukkan sampah ke tempat sampah sesuai kategorinya. Di Norwegia, semua kaca dimasukkan ke dalam tempat sampah yang sama. Namun, di Belanda, sampah botol kaca berwarna dipisahkan dari botol kaca putih. Di Belanda, sampah hanya dipilah menjadi tiga: organik, plastik, dan kaca.

Selain pemilahan sampah tadi, ada sistem yang dinamakan Bottle Deposit System di beberapa negara Eropa. Semua botol plastik dan kaleng minuman bertanda khusus bisa dimasukkan ke dalam mesin khusus yang tersedia di minimarket. Jumlah botol dan kaleng itu akan dihitung, kemudian akan diberikan kompensasi berupa struk cashback yang bisa digunakan untuk berbelanja. Seingat saya, di Belanda cashback yang diberikan antara 0,30- 0,50 per botol/kaleng bergantung tulisan yang tertera di botol/kaleng tersebut.

Memang saat ini di negara kita belum ada sistem seperti itu, tetapi kita tetap bisa melakukan pemilahan sampah. Bagi yang punya kebun, sampah organik bisa digunakan untuk pupuk. Sampah plastik, kertas, kaca bisa dikumpulkan untuk didaur ulang. Kita juga bisa memisahkan baterai dan sampah yang gampang terbakar atau meledak.

Memang rumit dan repot jika harus memilah sampah. Tetapi, sekali lagi, bagi individu yang memiliki kesadaran dan peduli lingkungan, itu bukanlah hal yang berat. Jika lingkungan bersih, semua orang akan sehat dan merasa nyaman. Membuang sampah di tempatnya juga menuntut kerja keras, tetapi kita bisa yakin bahwa itu tidak akan sia-sia. Selain melatih mental kita, itu juga memberi contoh yang baik bagi orang lain. Kita benar-benar berperan serta membuat lingkungan yang bersih, sehat, dan menyenangkan.

Gayatri Jaya Wardani, S.S

Penulis dan pengamat budaya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun