Mohon tunggu...
Gay Cerdas
Gay Cerdas Mohon Tunggu... Seniman - Cuap pemikiran & edukasi seputar LGBT

Cerdas, dan mencerdaskan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ironisme RUU Ketahanan Keluarga

21 Februari 2020   05:44 Diperbarui: 21 Februari 2020   05:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya auto trigger ketika ada postingan di sosial media yang membocorkan RUU Ketahanan Keluarga beserta "dasar pemikiran". Ada banyak sekali situs-situs yang mengkritik 2 hal tersebut seperti ini dan situs-situs lainnya yang banyak menyorot "blunder" dari RUU ini. 

Kali ini saya ingin membahas ironisnya RUU Ketahanan Keluarga versi pemikiran saya pribadi yang bisa saja sudah dicover oleh situs-situs pemberitaan lainnya, berikut diantaranya:

Pertama, memaksakan standar "keluarga". Menurut saya pribadi ini poin yang sangat jarang dipakai (atau mungkin ada tapi saya belum nemu) , negara memang berhak mengatur suatu peraturan berdasarkan nilai dan norma terutama yang berlaku umum di masyarakat, sayang seribu sayang ada berbagai macam faktor dimana negara tidak bisa "mengatur absolut" warganya terutama di Indonesia:

1.1 Norma, dan nilai di masyarakat berfluktuatif/berubah/tidak tetap. Saya ingat ketika membaca "dasar pemikiran RUU Ketahanan Keluarga" dimana "kekhawatiran perancang RUU atas perubahan zaman terhadap ketahanan keluarga". Sayang 1000 sayang suka tidak suka ya itu udah resiko dari "perubahan". Tidak usah jauh-jauh, bisa kita simak pada fenomena "juvenoia" yang sering kita temui sebagai "kids zaman now", tapi ya suka tidak suka mau bagaimanapun "generasi lama" ingin "membatasi/mengontrol kids zaman now", kids zaman now akan tetap menjadi kids zaman now. 

Ironisnya generasi lama bukannya membahas dan membantu cara mengatasi masalah yang terjadi pada kids zaman now dengan merangkul dan belajar + memahami kids zaman now eh malah memaksakan "nilai old" ke kids zaman now dengan dalih "agar tidak jatuh ke jurang kejelakan zaman now" dengan alasan "lebih banyak pengalaman", dan jujur menurut saya pribadi itu salah sasaran. Ini konklusi saya ketika "adu argumen" dengan "boomer generation" yaitu "BANYAK PENGALAMAN TAPI PRIMITIF APA GUNANYA?", yup buat saya pribadi memaksakn nilai lama/lawas ke "kemajuan zaman" itu sama halnya seperti manusia primitif sok sok ceramah "how to live human life" ke generasi abad 20 

1.2 Subjektifitas tak berujung. Seorang boomer pernah berkata "rambut boleh sama hitam isi hati siapa yang tau" dan terutama di negara yang super beragam dan KATANYA menjunjung perbedaan malah akan membuat pemaksaan satu nilai oleh negara terutama berbasis satu nilai bukan nilai universal akan menjadi super absurd, secara "MANUSIA YANG BERAGAM MAKA KEMANUSIAANNYA JUGA PASTI BERAGAM" sehingga menurut saya pribadi negara tidak bisa memaksakan suatu nilai terutama yang bukan nilai universal

Kedua, memaksakan "aktifitas keluarga". Ya bisa kita simak dalam RUU Ketahanan keluarga bahwa keluarga harus begini atau begitu, gak boleh donor sperma atau sejenisnya, "penyimpangan seksual (BLEEEH)"direhabilitasi dan sejenisnya, dan pandangan saya pribadi? SUNGGUH MELANGGAR KEMERDEKAAN/INDENPENDESI RUMAH TANGGA, secara selama itu tidak merugikan secara nyata berbagai pihak dalam keluarga ya why not? 

Apalagi soal aktifitas seksual & orientasi seksual yang diklaim "menyimpang dan harus direhabilitasi", itu absur seabsurd absurd, karena kalau kalian simak di "dasar pemikiran perancangan RUU" GAK ADA DISEBUTIN BAHASAN, DAN HUBUNGAN AKTIFITAS SEKSUAL, DAN ORIENTASI SEKSUAL DENGAN KETAHANAN KELUARGA, jadi ngapain RUU ngurusin 2 hal tersebut jika gak disebutin dalam dasar pemikiran RUU? 

Saya merasa yakin perancang RUU sadar bahwa hal tersebut gak ada hubungannya dengan ketahanan keluarga tapi demi "memaksakan" nilai ideologi tertentu terutama varian orses yang sempat heboh diperbincangkan dan mau dikriminalisasi dan dicap gangguan jiwa tapi gagal karena melanggar nilai kemanusiaan universal dan diperkuat argumen penelitian ilmiah jadi yah sekalian dimasukkan.

Sedikit info, admin disini adalah seorang anak dari single parent dengan orientasi seksual "homo" yang masih saya tutupi dari keluarga, keluarga saya walau "tidak harmonis 100%" setidaknya masih sanggup bertahan sampai salah satunya wafat (karenanya orang tua saya jadi single parent). 

Dengan bocornya draft RUU + Dasar Pemikirannya saya langsung bertanya-tanya "dengan diberlakukannya RUU ini apakah keluarga saya jadi auto invalid dan orses saya berpengaruh terhadap keutuhan keluarga saya sedangkan saya gak pernah membuka rahasia tersebut dan masalah keluarga saya dahulu lebih kepada masalah (uhuk) finansial dan (uhuk) kejiwaan salah satu dari orang tua saya yang telah meninggal dunia?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun