Mohon tunggu...
Gavril PBV Aritonang
Gavril PBV Aritonang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Diskusi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Begu dan Tondi dalam Batak Toba

22 April 2024   05:08 Diperbarui: 22 April 2024   06:02 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Batak Toba sangat percaya akan keberadaan entitas tondi dan begu. Tondi merupakan prinsip hidup atau roh pemberi kehidupan, sedangkan begu adalah roh yang sudah meninggal. Tondi memiliki peran penting dalam keyakinan religius orang Batak Toba, di mana mereka menganggap Tondi sebagai kekuatan vital dalam materi kehidupan atau unsur-unsur kehidupan yang bersifat materi. Setiap orang Batak diyakini memiliki Tondi yang tersebar di berbagai bagian tubuh, seperti pada rambut, darah, hati, jari, kuku, dan keringat. Setiap Tondi tersebut dianggap memiliki keberadaan yang mandiri. Konsep Tondi memberikan pemahaman yang dalam bagi masyarakat Batak Toba tentang keseimbangan dan kesatuan antara tubuh dan roh. Tondi dianggap sebagai penjaga dan penyelamat orang Batak dari berbagai bahaya, serta sebagai sumber kekuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, keberadaan Tondi juga dapat dipengaruhi oleh kondisi emosional seseorang, seperti kejutan (kaget) atau penyakit, dan atau melalui mimpi (Nainggolan 2018, 35). 

Tondi dan begu adalah konsep yang mencerminkan pandangan filosofis dan spiritual dalam budaya masyarakat Batak Toba. Pemahaman akan konsep-konsep ini mengarah pada penghargaan terhadap kompleksitas hubungan antara manusia dengan alam semesta dan dunia spiritual, serta pentingnya menjaga keseimbangan dalam interaksi antara keduanya. Dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba, Tondi merupakan entitas spiritual yang menghuni tubuh manusia dan memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan individu. Tondi diyakini memiliki kekuatan untuk melindungi individu dari berbagai penyakit dan bencana, namun juga rentan terhadap pengaruh negatif seperti kemarahan dan ketidakseimbangan spiritual. Oleh karena itu, menjaga agar Tondi tetap berada dalam tubuh dengan baik adalah suatu keharusan untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Kemudian Begu merujuk pada roh atau jiwa seseorang setelah meninggal dunia. Dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba, begu masih memiliki pengaruh dan interaksi dengan dunia fisik dan manusia yang masih hidup. Konsep ini mencerminkan pandangan bahwa hubungan antara kehidupan duniawi dan kehidupan setelah kematian secara terus-menerus, dan individu yang sudah meninggal masih memiliki peran dan pengaruh dalam kehidupan mereka yang ditinggalkan. Melalui pemahaman terhadap konsep Tondi dan begu, kita dapat melihat bagaimana masyarakat Batak Toba memiliki pandangan yang holistik tentang kehidupan dan keseimbangan spiritual. Mereka percaya bahwa menjaga keseimbangan antara hubungan manusia dengan alam semesta dan dunia spiritual adalah kunci untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan yang optimal. Ini juga mencerminkan hubungan erat mereka dengan alam semesta dan dunia spiritual, di mana setiap interaksi dan tindakan memiliki konsekuensi yang mendalam bagi kehidupan manusia.  (Nainggolan 2018, 36).

Konsep tondi dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba menggambarkan keyakinan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, Tondi mereka akan meninggalkan tubuh dan kembali ke sumbernya, yaitu Urtondi. Istilah Urtondi dianggap sebagai tempat asal atau sumber dari Tondi, tempat di mana entitas spiritual ini berasal sebelum menghuni tubuh manusia. Pemahaman tentang Urtondi menjadi penting dalam merespons dan memahami peristiwa kematian dalam budaya Batak Toba. Konsep ini menunjukkan pandangan bahwa tondi tidak dapat tinggal dalam tubuh yang sudah mati dan akan mencari tempat tinggal baru setelah kematian individu yang dihuninya. Hal ini mencerminkan keyakinan akan kelanjutan spiritualitas individu bahkan setelah meninggal dunia. Meskipun individu telah meninggalkan kehidupan duniawi, tondi yang merupakan bagian integral dari diri seseorang akan terus berlanjut dalam siklus kehidupan spiritual. Pemahaman tentang tondi juga menyoroti pentingnya peran keluarga dan komunitas dalam merawat dan menghormati proses kematian dan roh-roh yang terlibat di dalamnya. Ketika seseorang meninggal dunia, upacara adat Batak Toba sering dilakukan dengan tujuan mengantarkan roh yang meninggal ke alam setelah mati dengan aman dan menghormati keberadaan Urtondi dan Tondi. Selain itu, konsep Urtondi juga memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat Batak Toba memandang hubungan antara kehidupan duniawi dan kehidupan setelah kematian. Mereka memahami bahwa proses kematian hanyalah awal dari perjalanan spiritual yang terus berlanjut, di mana Tondi akan terus mengisi kehidupan baru dalam siklus kehidupan yang tak terputus (Nainggolan 2018, 37).

Setelah Tondi pergi ke dunia atas (Banua Ginjang), masih ada entitas lain yang tertinggal dalam bayangan individu tersebut, itu sering dikenal sebagai begu. Begu adalah roh yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Debata, tetapi memiliki hubungan yang erat dengan manusia. Dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba, begu adalah roh yang menetap dalam individu setelah kematian, dan kehidupan begu dalam orang mati mirip dengan kehidupan kita ketika masih hidup. Perbedaan utama antara kehidupan manusia dan kehidupan begu terletak pada aktivitas yang dilakukan. Ketika manusia hidup, kita bekerja pada siang hari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan kemudian beristirahat di malam hari. Namun, sifat begu situasinya berbanding terbalik. Begu diyakini bekerja dan aktif pada malam hari, sementara beristirahat di siang hari. Konsep ini mencerminkan pandangan masyarakat Batak Toba terhadap dunia spiritual dan alam baka. Mereka percaya bahwa begu masih memiliki keberadaan dan kegiatan di dunia lain setelah kematian fisik, meskipun secara prinsip kehidupan mereka menjadi terbalik dibandingkan dengan kehidupan manusia yang masih hidup. Dalam kepercayaan ini, perhatian terhadap begu dan penghormatan terhadap roh leluhur menjadi bagian penting dari adat dan tradisi masyarakat Batak Toba. Ritual dan upacara-upacara adat sering kali dilakukan untuk menghormati begu dan memastikan kesejahteraan mereka di alam baka. Melalui penghormatan terhadap begu, masyarakat Batak Toba berusaha mempertahankan ikatan spiritual dan kebersamaan dengan leluhur mereka, serta melestarikan nilai-nilai dan identitas budaya mereka (Nainggolan 2018, 37-39).

Sumber Acuan

Nainggolan, Tonggar. 2018. Batak Toba: Sejarah dan Transformasi Religi. Medan: Bina Media Perintis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun