Angka-angka seperti 60,4% pengguna media sosial dari total populasi menunjukkan betapa digitalisasi telah mengubah wajah komunikasi. Namun, bukan berarti nilai-nilai seperti empati, kejujuran, dan sikap hormat harus tergerus. Justru, disrupsi teknologi harus dihadapi dengan strategi cerdas, di mana kecerdasan digital dijadikan alat untuk menyebarkan kebaikan dan mempererat tali persaudaraan. Dengan demikian, budaya Islam yang kaya akan nilai kemanusiaan dapat tetap hidup dan relevan, bahkan dalam dunia yang semakin terhubung secara digital.
Melalui kolaborasi antara pemangku kepentingan, seperti ulama, akademisi, dan pemerintah, diharapkan tercipta ekosistem yang mendorong penggunaan teknologi secara etis. Kita semua memiliki peran dalam membangun kesadaran bahwa teknologi hanyalah alat; tujuan akhirnya adalah menjaga kemaslahatan dan keharmonisan masyarakat sesuai dengan ajaran agama yang kita yakini. Mari gunakan teknologi dengan hikmah, bukan sekadar sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai wujud implementasi nilai-nilai luhur budaya Islam di era digital.
Referensi
Hernanda, M. R. B., Rozas, I. S., & Hunaida, W. L. (2024). Dampak disrupsi teknologi terhadap budaya Islami di Indonesia: Analisis melalui framework digital quotient. SATESI (Jurnal Sains Teknologi dan Sistem Informasi), 4(2), 172--182. https://doi.org/10.54259/satesi.v4i2.3130
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H