Tanpa pilihan lain dan hanya satu kesempatan untuk mencoba mendarat dalam cara apa pun, pilot menyiapkan penumpang untuk hal yang tidak terelakkan. Dengan kontrol mesin saja, pesawat sedang melaju kepada landasan dalam kecepatan lebih dari 400 km/jam dan tingkat penurunan sebesar 1850 kaki/menit, terlalu cepat untuk mendarat dengan selamat. Saat pesawat hanya beberapa detik dari darat, pesawat DC-10 tiba-tiba oleng ke kanan, dan tidak ada waktu untuk Fitch untuk mengoreksi ini.Â
Pada jam 4:00 siang, DC-10 pun menabrak landasan dengan sayap kanan dengan keras. Karena tabrakan pesawat sangat brutal dan melewati limit desain pesawat, DC-10 langsung tergelincir dan hancur sambil terbakar, puing-puing pesawat tersebar kemana-mana di sekitar bandara Sioux City.
Meski pendaratan darurat sangat brutal dan menghancurkan DC-10 tersebut dengan total, kru darurat dapat langsung membantu penumpang dan kru yang selamat. Pada 296 yang di pesawat, 111 orang tewas dalam kecelakaan, termasuk 11 anak anak, dan 30 hari setelah kecelakaan, satu penumpang meninggal karena luka-luka berat. Tetapi, dengan hebatnya. 180 penumpang dan kru masih selamat. Ditambah lagi, 35 menit setelah kecelakaan, Captain Haynes, Co-Pilot Records, Flight Engineer Dvorak, dan Dennis Fitch ditemukan hidup di puing-puing kokpit pesawat meski terluka dengan parah.
Kejadian yang serupa dengan United Airlines 232
Kejadian serupa pernah terjadi empat tahun yang lalu, yang dipelajari oleh Dennis Fitch, terjadi pada sebuah Boeing 747 Jumbo Jet milik Japan Airlines. Pada 12 August 1985, Japan Airlines Penerbangan 123, dengan 524 penumpang dan kru sedang terbang dari Tokyo menuju Osaka, mengalami kegagalan struktur pada ekor karena perbaikan tailstrike yang dilakukan tidak benar, dimana hampir seluruh ekor pesawat hancur di udara. Pada kondisi ini, sistem hidrolik pada pesawat Jumbo Jet gagal total, dan pilot tidak bisa mengendalikan pesawat. Saat mencoba mengendalikan pesawat, para pilot menemukan bahwa mereka bisa mengendalikan pesawat secara terbatas melewati kendali tenaga mesin. Mereka mencoba kembali kepada arah Tokyo, tetapi sayangnya, mereka tidak seberuntung kru United penerbangan 232, dan jatuh di Gunung Takamagahara, dimana pesawat hancur total. DItambah oleh keterlambatan upaya penyelamatan, 520 orang tewas dalam kecelakaan tragis ini, dimana hanya 4 penumpang selamat. Japan Airlines penerbangan 123 tetap menjadi kecelakan yang paling parah di dunia yang melibatkan satu pesawat.
NTSB, otoritas yang memiliki kewenangan investigasi kecelakaan pesawat di Amerika melakukan investigasi kepada kecelakaan penerbangan 232, dan menemukan bahwa ada retak kelelahan di turbofan mesin ekor yang gagal dideteksi karena inspeksi tidak cukup atau efektif oleh kru maintenance pada United Airlines, diakibatkan karena United Airlines telah gagal memikirkan konsiderasi limitasi manusia dalam prosedur inspeksi dan kontrol kualitas. Kecacatan di turbofan tersebut telah terjadi jauh sebelum material titanium dibuat menjadi turbofan yang dipakai kepada pesawat yang terlibat dalam kecelakaan tersebut. Kecacatan yang tidak dideteksi menjadi retak kelelahan, yang juga gagal terdeteksi oleh kru maintenance, sehingga akhirnya keretakan makin parah dan menyebabkan mesin meledak dan mengeluarkan serpihan yang menghancurkan sistem hidrolik pesawat.
Setelah investigasi kecelakaan, para investigator pun mencoba memasuki kondisi penerbangan 232 kepada simulator penerbangan. Semua pilot yang mencoba menerbangkan kondisi pesawat tersebut di simulator gagal untuk mendaratkan pesawat sama sekali, sehingga pendaratan darurat United Airlines 232 sampai dijuluki "The Impossible Landing." Pada situasi sebenarnya, United Airlines 232 bisa menyampaikan bandara untuk melakukan pendaratan darurat karena oleh koordinasi kru yang sangat hebat untuk mengendalikan pesawat hanya dengan kontrol mesin.
Meskipun ketidakmungkinan akan tampak menakutkan, pengalaman dan keterampilan dapat membantu anda mengatasinya. Mereka menyediakan alat dan pola pikir yang diperlukan untuk mendekati tantangan dengan keyakinan dan kreativitas. Ingatlah bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan membangun pengalaman serta keterampilan yang diperlukan untuk menjadikan yang mustahil, mungkin.
https://asn.flightsafety.org/asndb/326277