Ilustrasi BLT minyak goreng.(Shutterstock/Melimey)
Mau kemana yu? Tanyaku pada Yu Sarni yang pagi itu sudah cantik molek tapi tampak buru-buru. Mau ke kelurahan, jawabnya singkat.
Weh, ada apa di kelurahan? Tanyaku lagi. Ambil duit, jawabnya dengan suara sedikit keras dan senyum lebar.
Waduh kok bikin penasaran ya. Akhirnya aku pun mengikuti Yu Sarni dari belakang dan sampailah di kelurahan. Masya Allah, antrean apa ini kenapa panjang sekali seperti ular naga.
Dari emak-emak, mbah mbah dan mbakyu mbakyu macam Yu Sarni tampak berbaris rapi dengan wajah ceria meski terik matahari begitu menyengat.
Aku pun yang begitu penasaran bertanya pada orang-orang di sekitar situ. Owalah, ternyata ada penyaluran BLT, bantuan langsung tunai akibat harga minyak goreng yang terus melejit. Aku sebenarnya juga gak begitu paham kenapa harga minyak goreng katanya sangat mahal, sampai antrean jualan minyak goreng curah terus mengular bahkan sampai ribut.
Yang aku tahu hanya harga gorengan yang kini naik. Maklumlah, aku kan hanya perantauan di sebuah kota kecil yang nggak ngerti kalau harga sembako naik atau turun. Setahuku, gajiku hanya cukup buat makan, ngekos dan sedikit nabung buat masa depan.
Itupun kalau orang rumah nggak minta kiriman, kalau minta kiriman ya tabungannya wassalam. Tapi kan nggak papa, wong ngirim buat orang tua masa mau disesali.
Nasib kaum ekonomi ngehek di negeri ini memang begitu, semua serba pas-pasan. Gaji naik dikit, harga gorengan ya naik. Eh tapi ya tetap disyukuri lho, aku bukan termasuk salah satu dari mereka yang di PHK. Entahlah kalau aku di PHK, mungkin hari ini bakal jadi pengamen atau upin-ipin di perempatan lampu merah.
Sejenak aku tersadar, lalu mengambil HP di saku celana. Ku lihat tanggal dan tahun dengan seksama. Ini era siapa ya yang berkuasa?