Reformasi birokrasi menuntut internalisasi kompetisi kedalam organisasi birokrasi. Open bidding merupakan salah satu bentuk implementasi reformasi tersebut. Organisasi yang melakukan open bidding pada umumnya menawarkan suatu jabatan secara terbuka kepada seluruh pegawai dan selanjutnya mengadakan seleksi untuk memilih pegawai yang akan menduduki jabatan-jabatan tersebut. Oleh karena itu, Open bidding dapat mengakomodasi kebutuhan organisasi untuk mendapatkan pegawai yang kompten sekaligus promosi pegawai secara vertikal dari jabatan struktural lebih rendah ke jabatan yang lebih tinggi dalam struktur organisasi.
Walau demikian perlu untuk mempertimbangkan faktor diluar level struktur jabatan. Jabatan sebenarnya memiliki 2 dimensi, yaitu struktural kelembagaan dan lokasi geografis. Pola open bidding pada umumnya hanya menyentuh sisi promosi secara struktural, karena jabatan yang sama dimanapun kedudukan lokasi geografisnya, bernilai sama dimata organisasi. Namun tidak demikian jika dilihat dari sudut pandang pegawai. Pegawai yang berasal dari Semarang misalnya, pada umumnya akan menilai lebih tinggi manfaat yang akan diterima dari jabatan yang berkedudukan di Semarang daripada di Jakarta atau tempat lain. Dengan kata lain, manfaat penempatan di Semarang lebih tinggi dibanding penempatan di tempat lain karena total manfaat dibanding biaya yang diterima individu tersebut lebih besar ketika ditugaskan di Semarang, dimana hal ini sesuai dengan teori utilitas. Oleh karena itu, terdapat celah untuk mengoptimalisasi open bidding yang saat ini ada.
Open bidding yang mempertimbangkan faktor lokasi dapat meningkatkan manfaat yang akan diterima organisasi sekaligus menyetarakan nilai utilitas jabatan antar lokasi. Mengingat setiap pegawai yang telah lolos seleksi dapat dianggap memiliki kompetensi yang sama namun memiliki orientasi lokasi yang berbeda, maka organisasi dapat menawarkan jabatan pada lokasi tertentu dengan tambahan poin yang dapat di-bid/tawar oleh pegawai.
Pegawai yang berminat pada jabatan di Semarang misalnya dapat menambahkan manfaat yang akan diterima oleh organisasi sebagai komitmen, diluar indikator kinerja (IKU) pada jabatan tersebut. Sebagai contoh, pegawai dapat menawarkan untuk membuat kajian ilmiah tahunan diluar pekerjaannya sebagai kepala seksi di Semarang. Atau pegawai tersebut dapat menawarkan pengurangan biaya yang akan dibayarkan organisasi kepadanya sebagai bahan pertimbangan. Misalnya, pegawai tersebut rela untuk dibayarkan pada grade yang lebih rendah selama menduduki jabatan yang diinginkan. Sehingga, pegawai tersebut (jika mendapatkan kedudukan yang diinginkan) wajib memenuhi IKU jabatannya dan juga komitment yang dijanjikan. Dengan kata lain, total manfaat (komitmen) yang akan diterima dan total biaya yang akan dibayarkan oleh organisasi dapat dipakai sebagai indikator tambahan dalam open bidding yang mempertimbangkan faktor lokasi.
Untuk memudahkan perhitungan komitmen dan biaya, organisasi dapat mengkuantifikasi komitmen yang ditawarkan pegawai dan biaya yang akan dikeluarkan dalam satuan yang sama yaitu rupiah. Penggunaan kuantifikasi dalam rupiah dapat menjembatani penilaian manfaat antar jabatan sekaligus antar lokasi sehingga nantinya dapat dikembangkan seperti mekanisme pasar.
Untuk mengamankan keseriusan komitmen pegawai yang akan mengikuti bidding, organisasi dapat menambahkan wawancara dari pegawai yang mengajukan penawaran. Wawancara akan memastikan bagaimana cara pegawai tersebut dapat memenuhi komitmennya serta menyepakati durasi waktu yang harus dipenuhi.
Model open bidding yang diusulkan pada tulisan ini memiliki beberapa keuntungan. Diantaranya, dapat mengatasi berbagai kepentingan dalam mutasi pegawai yang kadang sangat kompleks dan rumit sebagaimana dialami kementerian-kementerian yang berukuran besar. Dapat meningkatkan kepuasan pegawai terhadap pekerjaan dan organisasi sekaligus dapat menekan biaya belanja pegawai.
Sebagai kekurangannya, organisasi perlu menyesuaikan ulang peraturan kepegawaian yang saat ini ada untuk dapat mengakomodasi proses bidding yang mempertimbangkan lokasi. Selain itu, mengingat ada jabatan yang berada pada remote area yang harus diisi sementara kurang peminat, maka organisasi perlu untuk menaikan grading pada jabatan tersebut sebagaimana mekanisme pasar bekerja. Sebagai akibatnya, untuk lokasi-lokasi yang sepi peminat, biaya kepegawaian kemungkinan akan lebih tinggi dibanding lokasi-lokasi yang popular.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H