Mohon tunggu...
gautama seti
gautama seti Mohon Tunggu... -

Indonesia asli yang sekarang sedang terdampar di barat Indonesia. viva Republic

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Demokrasi Lenteng Agung

26 September 2013   21:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:21 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelurahan Lenteng Agung di Jakarta akhir akhir ini dihebohkan dengan demo penolakan terhadap pimpinan kelurahan setempat. Demo tersebut dikarenakan Ibu Lurah Susan yang kebetulan beragama berbeda dari mayoritas masyarakat. Dari sudut pandang iklim demokrasi saat ini, sebenarnya sah sah saja berdemo untuk hal tersebut, tetapi pihak pendemo mengklaim bahwa demokrasi sudah mati di Lenteng Agung. Tulisan ini akan menguji kebenaran matinya demokrasi di Lenteng Agung.

Demokrasi adalah salah satu cara pengambilan keputusan kolektif pada suatu kelompok masyarakat. pada cara ini setiap orang diberikan keleluasaan untuk menyampaikan pendapat yang kemudian pendapat tersebut akan diadu dengan pendapat orang lain pada tingkatan ranah publik. Demokrasi mensyaratkan kebebasan berpendapat dan perlindungan negara terhadap pelaksanaan penyampaian pendapat secara damai termasuk didalamnya pihak oposisi. sehingga keputusan yang diambil dalam iklim demokrasi sebenarnya merupakan pendapat yang paling disukai pada suatu kelompok masyarakat tersebut. sebagai contoh demokrasi adalah pemilihan gubernur DKI yang seperti telah kita alami pada tahun 2012 yang lalu. dimana demokrasi digunakan untuk memilih gubernur Provinsi DKI pada suatu periode tertentu. dan sebagai hasilnya dapat kita lihat terjadinya pergantian pemerintahan dari tipe rejim yang berbeda dan transfer kekuasaan secara damai.

Sementara itu, dalam hal pemilihan kepala Kelurahan di DKI Jakarta ditentukan oleh Gubernur selaku penerima mandat hasil pemilu. Hal ini artinya, kedudukan kepala Kelurahan di DKI bukan merupakan jabatan politik selayaknya Gubernur DKI melainkan bagian dari birokrasi DKI. Dalam hal terjadi penolakan terhadap penugasan seseorang karena masalah personal sebenarnya merupakan hal yang wajar namun bukan bentuk dari pengambilan keputusan yang demokratis. Hal tersebut karena hubungan antara Gubernur dan Kepala Kelurahan adalah atasan dan bawahan, dimana kedudukan bawahan tidak dapat menolak penugasan yang diserahkan padanya. sehingga penugasan Kepala Kelurahan merupakan keputusan authoritative. yang artinya tanggung jawab atas penugasan tersebut ditangan pemegang kekuasaan, dalam hal ini Gubernur DKI. Oleh karena itu demonstrasi penolakan yang dilaksanakan di Kelurahan Lenteng Agung tidak tepat secara lokasi dan pihak yang diprotes, seharusnya demonstran melakukannya di Balai Kota DKI dan diarahkan ke Gubernur.

Selanjutnya ada hal yang cukup menarik dalam pernyataan Menteri Dalam Negeri yang menginginkan penempatan ulang lurah dimaksud agar ditugaskan di tempat "non-muslim". Setahu saya, di wilayah DKI tidak ada wilayah khusus non-muslim, karena sebaran masyarakat di Indonesia tidak umum berkelompok menurut agama masing masing. walaupun ada desa di Indonesia yang sangat homogen namun sepertinya tidak pernah didesain homogen selamanya. karena umumnya penduduk asli desa tersebut berkaitan keluarga yang secara kebetulan satu agama dan relatif dapat menerima perbedaan kepercayaan, namun tentu terdapat pengecualian-pengecualian seperti kasus Shiah di Madura. Jika pun suatu saat akan ada bentuk desa yang khusus untuk agama tertentu hal ini tentunya akan membahayakan kesatuan bangsa, karena kemudian akan dirasa perlu wilayah kusus agama tertentu dan partai agama untuk tiap agama supaya pendapat keagamaan dapat dibawa keranah publik.

Kesimpulannya, demokrasi di Lenteng Agung tidak mati, yang terbukti pada demokrasi damai yang muncul, namun upaya pemindahan sebagai alasan demokrasi merupakan hal yang tidak tepat karena kepala Kelurahan merupakan bagian dari birokrasi yang sedang menjalankan tugas pemegang mandat hasil demokrasi. selain itu, dalam hal komentar Menteri Dalam Negeri Indonesia di atas, saya berpendapat integritas YBS terhadap Pancasila dan Konstitusi sepertinya layak diragukan karena pendapat beliau mengarahkan perpecahan bangsa menurut keagamaan dan primordialism.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun