Sempat merasa putus asa jadi tenaga pendidik yang mendapat tugas di perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur ketika pandemi datang. Terlebih saat pembelajaran tatap muka diganti dengan sistem daring. Sulitnya tuh begini ...
Bangunan sekolah SMPN 5 Pasirkuda Kabupaten Cianjur berada di ketinggian dengan jalan terjal masih tanah berbatu. Berseberangan dengan bukit di mana air terjun Citambur yang viral itu berada, daerah ini rumah warga masih jarang dijumpai. Sekolah ini "berdiri" setelah sebelumnya numpang satu atap dengan sekolah dasar. Dimana muridnya pun ya lulusan dari sekolah dasar tersebut.
Dengan kondisi seperti itu, jauh dari pusat desa (jangankan kota) beruntung listrik dan air bersih bisa diusahakan sampai. Bubar sekolah, suasana sepi jadi teman setia. Anggap sedang healing di vila pribadi saja, alibi untuk sedikit menghilangkan rasa ketakutan dan prasangka tak semestinya.
Ketika pandemi melanda dan pemerintah memberlakukan sistem belajar online, sungguh saya ingin tertawa. Bagaimana bisa, ke sekolah belum ada jaringan internet. Kalaupun memaksakan diri menggunakan kuota, tidak semua siswa memiliki ponsel pintarnya. Lalu bagaimana mau belajar sistem daring?
Solusi tercepat yang bisa diambil salah satunya menggabungkan diri dengan sekolah negeri lain yang lebih lengkap fasilitasnya sehingga bisa membonceng belajar, walau jujur, siswa justru bagaikan bola yang ditendang ke sana ke mari, tanpa mendapatkan materi pendidikan yang maksimal.
Kesedihan akan hal itu sedikit mengurai manakala mendapatkan informasi ada aplikasi pembelajaran yang bisa dijalankan meski tanpa ada sinyal maupun server hasil karya seorang guru Teknik Komputer di SMK Gondang Wonopringgo, Pekalongan, Jawa Tengah bernama Maman Sulaeman.
Merasa memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda, saya merasa karya Pak Maman  dapat membantu pelajar di daerah seperti di Pasirkuda Cianjur Selatan ini. Dimana di sini sinyal masih susah, internet masuk tapi ya lemotnya minta ampun. Bahkan bisa mati kalau cuaca buruk.
Semangat untuk menyampaikan ilmu kembali muncul. Seiring munculnya TMFCBT for AKM, aplikasi yang bisa digunakan tanpa sinyal, tanpa server, untuk kemudahan siswa belajar.
Terbesit pikiran jika guru tidak hanya memiliki tugas penting untuk mendidik para peserta didik, tetapi juga mengarahkan agar teknologi dapat menjadi sahabat yang bermanfaat untuk menemani setiap kegiatan.
Mungkin itu juga yang mendasari Pak Maman muncul dengan ide dan kreativitasnya untuk bisa mengatasi permasalahan kegiatan belajar dan mengajar di kelas yang tidak memiliki jaringan internet.
Dan benar, sebagai pengajar Teknik Komputer di SMK Gondang Wonopringgo semenjak tahun 2013, Pak Maman kelahiran 7 Juni 1986 di Pekalongan ini melihat kondisi di sekolahnya kurang memadai akses internet ketika melaksanakan ujian membuat hatinya gelisah. Bagaimana bisa sukses mendapatkan nilai ujian terbaik jika ujiannya saja susah dilakukan! Bayangkan, susahnya mendapatkan jaringan dirasakan setiap anak di kelas, karena tidak ada akses wifi.
Sebagaimana penuturan Pak Maman pada malam awarding 12th SATU Indonesia Awards 2021, "Saat ujian siswa terkendala sinyal dan kuota. Ada yang tiba-tiba putus ketika mengerjakan ujian, sinyal tidak stabil. Sehingga saya tergerak untuk membuat aplikasi ujian tanpa server, tanpa harus ada kuota khusus."
Begitulah, pandemi yang membawa ibrah, meski menjadikan pergerakan kegiatan belajar mengajar sangat terbatas. Secara untuk dunia pendidikan, pembelajaran dilakukan secara daring dengan mengandalkan internet. Otomatis sinyal dan kuota akan menjadi tumpuan sekaligus kendala.
Melalui aplikasi rancangannya Pak Maman gerak cepat dalam menemukan solusi dengan melahirkan sebuah aplikasi untuk memudahkan kegiatan belajar-mengajar. Nama aplikasinya TCExam Mobile Friendly Computers Based Test for Minimum Competency Assessment (TMFCBT for AKM).
Pak Maman sebenarnya telah mengembangkan aplikasi ini sejak 2016. Â Awalnya, program bernama TCExam ini berfungsi untuk ujian berbasis komputer. Namun karena desakan kebutuhan akibat dampak pandemi Covid-19, Pak Maman memodifikasi dan memperbaharuinya hingga bisa digunakan untuk ujian sekolah di masa pandemi tahun 2020.
Aplikasi penilaian belajar mode darurat tanpa sinyal, tanpa kuota itu, terbukti memudahkan siswa yang tidak memiliki kuota untuk tetap bisa mengikuti ujian. Dengan cara dikirimkannya soal ujian melalui aplikasi pesan whatsapp. Sedangkan siswa yang terkendala jaringan dapat memanfaatkan fasilitas bluetooth, otomatis melalui langkah ini tidak diperlukan internet dan kuota, bukan?
Kemudian, ketika ujian berlangsung para siswa cukup membukanya lalu mengerjakannya. Uniknya, saat masa ujian selesai, maka soal tadi tidak dapat dibuka kembali.
Hebatnya transformasional yang dilakukan oleh seorang guru yang memiliki tiga orang buah hati ini dengan mengandalkan teknologi perpesanan dan group di sosial media untuk dunia pendidikan, makin meluas lagi karena banyak yang merasakan manfaatnya.
Sejak berhasil mengembangkan aplikasi ujan mode darurat ini, berbagai informasi tentang temuannya itu ia share melalui laman facebook yang kemudian terorganisir menjadi sebuah grup di aplikasi telegram.
Suami dari seorang istri bernama Anna itu pun lalu membagikan aplikasi secara gratis ke sekolah-sekolah lain. Pak Maman menyediakan tautan terbuka TMFCBT untuk AKM di media sosial dan grup diskusi untuk diunduh.
Aplikasi gagasan Pak Maman pun tersebar ke puluhan sekolah di berbagai provinsi, mulai dari Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
Sekolah yang ingin melaksanakan ujian serentak secara digital atau daring, tidak lagi dipusingkan dengan sinyal internet. Kegiatan tersebut dapat mudah dilaksanakan tanpa harus memiliki server hosting yang andal, maupun prasarana jaringan wifi yang memadai. Sehingga pelaksanaan ujian dapat berjalan lancar meski berada di lokasi yang berbeda.
Begitulah, dalam menjalankan kehidupan, pasti ada saja kendalanya. Tugas kita mengatasi kendala tersebut baik secara individu maupun bersama. Mencari solusinya dengan sabar, dan ketika menemukan jalannya bisa berbagi manfaat kepada yang membutuhkan.
Begitu pun momen pembelajaran secara daring, kendala pasti banyak dihadapi oleh peserta didik maupun pengajar. Namun jangan jadikan keterbatasan itu dengan berdiam diri tanpa berbuat sesuatu yang baik. Pak Maman, memberikan inspirasi tersebut untuk bangkit dan bergerak demi masa depan Pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Atas dedikasinya itu Pak Maman didaulat sebagai Pemenang SATU Indonesia Awards, Kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi Covid-19.
Saya tak lagi uring-uringan ditempatkan di sekolah perbatasan dengan lapangan yang masih beralaskan tanah merah, jika melihat di tempat lain, masih banyak sekolah yang jauh dari kata layak bahkan akses lebih sulit.
Saya tidak lagi kebagian beban mental karena siswa dan sekolah menghadapi banyak kendala selama pandemi dan pembelajaran daring.
Adanya siswa yang tidak bisa masuk kelas karena tidak bisa membeli data internet. Adanya siswa yang sinyalnya bermasalah karena di Pasirkuda ini rumahnya di daerah pegunungan atau jauh dari jangkauan signal. Sekolah juga belum memiliki server kalaupun ada juga memiliki kemampuan yang terbatas, sehingga tidak bisa memaksimalkan pembelajaran secara daring dengan baik.
Di saat yang sama, dukungan pemerintah untuk kuota data internet bagi siswa juga tidak menyelesaikan masalah karena layanan data online sangat terbatas, tidak semua sisam mampu memiliki ponsel pintar sehingga siswa masih belum memiliki akses terhadap aplikasi ujian yang disiapkan sekolah.
Aplikasi TMFCBT pun diujicobakan pada ujian semester, siswa tanpa kuota data internet akhirnya dapat mengikuti ujian sekolah dan mengaksesnya meskipun terjadi gangguan sinyal. Sejak saat itu sekolah pun mengadopsi kegiatan belajar mengajar dengan cara yang sama untuk lebih memudahkan pada prosesnya.
Kami mengakui aplikasi karya seorang guru dengan tiga anak itu telah banyak membantu selama kegiatan pembelajaran daring berlangsung. Sekolah di Pasirkuda sudah merasakan manfaat aplikasi tersebut.
Apa yang telah dilakukan Pak Maman untuk dunia pendidikan yang lebih baik sangat pantas membuatnya menerima apresiasi sebagai salah finalis dalam Spirit of the Integrated Astra For (One) Indonesia Award 2021 yang dipersembahkan PT Astra International Tbk.
Pak Maman memang menginspirasi anak muda, khususnya anak sekolah, untuk tidak mendahulukan masalah atau kesulitan. Seperti yang dikatakannya, "Sebagai seorang guru, saya ingin menjadi teladan bagi mereka, sehingga batasan-batasan di sekitar kita menginspirasi mencari solusinya," katanya.
Sumber materi:
https://da-dk.facebook.com/mamansulaeman86
https://www.youtube.com/watch?v=Z_WZbiFUnEA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H