Air terjunnya sangat bagus. Sayang lokasinya ada di ujung dunia. Masih berada di wilayah satu desa saja, dari rumah ke sana menghabiskan waktu sekitar 2 jam kendaraan. Bisa lebih kalau cuaca buruk.
Masyarakat setempat bukan tidak kreatif, bukan pula tidak melek teknologi. Tapi untuk membangkitkan semangat kreativitasnya ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Susah.
Masyarakat setempat mayoritas lebih memilih menjadi tenaga kerja merantau ke Timur Tengah. Nyata hasilnya bisa membeli sawah dan rumah, daripada mengelola desa sendiri menjadi desa wisata meskipun ekosistem wisatanya sudah terpampang nyata.
Masyarakat yang sudah merantau malah enggan pulang, mengingat infrastruktur masih susah dijangkau. Dana desa yang disalurkan untuk perbaikan jalan hanya bertahan untuk sekian bulan. Entah sengaja atau memang kekuatannya hanya musiman.
Alih-alih bisa menciptakan desa wisata yang ramah berkendara, yang ada masyarakat justru enggan meski untuk meliriknya saja. Padahal, selain bisa membantu memulihkan ekonomi, desa wisata juga dapat menjaga kelestarian kearifan lokal, serta memicu gen kreatif masyarakat Indonesia khususnya penduduk desa wisata untuk bisa terus berkembang dan membawa desa wisata semakin dikenal wisatawan lokal dan mancanegara.
Namun bagaimana bisa jika kesadaran itu memang belum ada? Masyarakat setempat seolah tidak mau tahu, apa itu kearifan lokal, jika tidak bisa menjamin kelangsungan hidup mereka dan keturunannya.
Mungkin inilah tantangannya. Sumber daya manusianya lebih dahulu yang harus direvisi sedikit demi sedikit sehingga ekosistem pariwisata lainnya bisa mengikuti.
Beberapa tahun lalu kami penuh perjuangan mengunjungi Curug Ngebul yang berada di Desa Bunijaya Kecamatan Pagelaran Cianjur. Kendaraan roda dua tidak bisa menjajal tanjakan terpaksa kami rodi mendorongnya. Perhatian perum perhutani yang membawahi dimana lokasi air terjun berada sedikit memberikan perubahan. Jalan setapak dibenahi, kubangan air terjun ditembok meminimalisir terpeleset saat menginjakkan kaki di bebatuan yang berlumut.
Seharusnya ketika kail itu ada, ikan bisa dipancing berkali-kali. Saat pihak terkait turun tangan memberikan dukungan, masyarakat tinggal melanjutkan, memelihara dan meningkatkannya. Meski tentu saja itu tidak mudah.