Pekerjaan rumah terberat bagi pemerintah daerah, manakala masyarakat setempat sudah angkat tangan, berani mau mengembangkan potensi desa atau justru melepaskan dan membiarkannya?
Satu sama lain memiliki risiko. Mengembangkan dalam arti harus merogoh kocek yang tidak sedikit demi bisa memoles dan menarik hati yang sudah tidak menengok, atau melepaskan dan membiarkannya, dengan umpan balik berupa hujatan dan anggapan netizen yang datang ke Curug Ngebul, yang bisa saja menganggap pihak-pihak terkait dari jajaran terendah sampai di atasnya dengan ungkapan begitu bodohnya menelantarkan aset daerah yang tidak ternilai keagungannya ini menjadi lokasi yang sia-sia?
Jangankan menciptakan Festival Kreatif Lokal, meningkatkan pelayanan untuk lokasi yang sudah cantik saja masih keteteran.
Tidak mudah memikirkan bagaimana supaya masyarakat dapat mengembangkan potensinya menjadi Desa Wisata Ramah Berkendara. Meski sudah terindentifikasi potensi dan daya tarik wisatanya, tapi jika pemetaan oleh pemangku kepentingan/stakeholder sendiri jalan di tempat, peningkatan sadar wisata atau Sapta Pesona bagi warga sekitar tetap tidak akan sampai seperti harapan. Jauh dari program yang Adira Finance luncurkan mengenai desa wisata ramah berkendara.
Meskipun ada pemilihan kelompok kerja, koordinator, dan penunjang setidaknya pahit-pahitnya katakan saja harus mau bekerja dan berbuat dengan modal keikhlasan. Hingga ketika potensi wisata yang diperjuangkan tidak membalikkan modal, hati tidak begitu kecewa. Karena hanya sikap ikhlas itulah yang bisa melunaskan imbalan apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H