Kebahagiaan Sederhana Seorang Guru Perbatasan
Pusing itu ketika lagi tidak enak badan eh anak-anak santri nakalnya tidak ketulungan. Saya paksakan tetap ngawuruk mengaji meski pinggul terasa panas setelah lama duduk bersila. Pangkal lengan pun terasa ngilu dan lutut terasa gemetar. Tadinya saya pikir sambil menunggu tukang urut datang lebih baik mengisi waktu dengan menderas hanca seperti biasa. Sampai akhirnya pengajian anak-anak setiap malam ini terpaksa saya bubarkan lebih awal karena Mang Odo ahli urut di kampung saya sudah datang.
Sudah beberapa hari badan tidak enak. Awalnya hanya pegal dan pusing. Saya kira masuk angin biasa. Karena itu cukup saya pijat-pijat sendiri saja bagian tubuh yang pegal seperti tangan dan kaki. Dioles menggunakan Geliga Krim yang panasnya merata di sekujur badan membantu pegal lama-lama terasa hilang.
Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pepatah klasik yang sudah tak asing bagi kita untuk menyadarkan diri betapa pentingnya kesehatan. Jiwa sehat tubuh kuat itu sungguh anugerah yang luar biasa. Agar tubuh sehat salah satu caranya ialah dengan rutin berolahraga. Meluangkan waktu sejenak menggerakkan otot untuk menjaga badan supaya bugar dan sehat.
Saya percaya dengan badan yang sehat dan stamina yang prima dapat menunjang berbagai aktivitas. Jika kondisi tubuh dalam keadaan vit pastinya badan akan terasa lebih ringan, bebas lesu dan bebas pegal.
Sebagai seorang tenaga pengajar di perbatasan yang lokasinya cukup jauh dari domisili tempat tinggal, saya merasakan perubahan drastis dalam pola hidup dan ketahanan tubuh ini. Di sisi lain sebagai guru saya dituntut untuk selalu tampil kreatif dan enerjik dalam memberikan pelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Jangan sampai saya kehilangan semangat. Sudah mah lokasi berada di pelosok, anak didik banyak yang kecapaian karena mereka sekolah disambil bekerja membantu orang tua. Kalau gurunya monoton dan tidak kreatif bisa-bisa anak didik ikut malas-malasan tidak ada gairah belajar.
Menjadi guru merupakan tugas mulia. Sebuah pencapaian teramat berharga buat saya yang mendapat tempat mengajar di sekolah daerah. Jangan dikira guru di daerah perbatasan seenak guru di kota. Guru di tempat saya mengajar PNS nya hanya 3 orang itu pun termasuk dengan kepala sekolah. Â Bisa terbayang bagaimana puyengnya mengurus ratusan anak didik dengan segala keterbatasan. Namun meski demikian dinas tidak mau tahu. Sudah menjadi tuntutan dan kewajiban kami para guru tetap produktif demi bisa memberikan pendidikan yang terbaik untuk generasi bangsa.
Dan bagi saya sendiri teramat bahagia saat bisa mewujudkan harapan ini. Meski mungkin belum banyak memberi manfaat untuk orang lain tapi setidaknya bisa menyampaikan sekecil apapun ilmu yang pernah saya pelajari untuk kemudian bisa diamalkan lagi oleh anak didik dan semoga bermanfaat bagi kehidupan murid, kelak. Termasuk memberanikan diri ngawuruk ngaji anak-anak di lingkungan kampung tempat saya tinggal setelah magrib sampai isya.
Guru harus pandai melihat situasi. Padahal guru juga manusia. Adakalanya lelah dan sakit acapkali datang ke sekolah sementara jiwa dan raga tidak bisa dibohongi. Sampai rumah pun belum bisa secepatnya istirahat. Anak anak santri menanti dan tugas-tugas sekolah menunggu untuk segera dikerjakan. Seperti yang saya alami sekarang.
Mendapat tugas di daerah terpencil perbatasan antara Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung dengan jarak tempuh yang cukup jauh dari rumah --belum lagi ditambah dengan suhu  pegunungan yang dingin dimana sekolah tepat saya mengabdi itu berada-- saya hanya bisa menerima dengan pasrah tanpa berkeluh kesah. Lebih tepatnya mensyukuri.Â