Mohon tunggu...
Redaksi Buletin Gaulislam
Redaksi Buletin Gaulislam Mohon Tunggu... -

Buletin Remaja gaulislam, terbit setiap pekan. FREE. Distribusi ke sekolah-sekolah dan kampus. Terbit sejak 29 Oktober 2007 di Bogor. Website: http://gaulislam.com | e-mail: gaulislam@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Awas! Terjebak Kebebasan

27 Juni 2011   03:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:09 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

gaulislamedisi 192/tahun ke-4 (25 Rajab 1432 H/ 27 Juni 2011) Sejak kecil saya belum merasakan kebebasan yang bebas banget. Selalu ada pagar yang membatasi setiap apa yang akan saya lakukan. Saya memang diberikan kebebasan untuk memilih melakukan sesuatu. Tetapi seringkali ibu saya menyertakannya dengan aturan atau batasan. Sebagai anak kecil waktu itu, saya merasa senang banget ketika ibu saya memberikan kesempatan saya bermain. Tetapi, yang kadang ‘nyebelin’ adalah saya boleh bebas bermain namun dengan syarat: tidak boleh nakalin temen, tidak boleh masuk ke rumah teman tanpa ijinnya, tidak boleh masuk ke kamar orang tua teman, tidak boleh terlalu lama, waktu shalat ashar harus pulang. Waduh, di balik rasa senang bisa bebas bermain ternyata saya dibatasi aturan. Awalnya saya merasa hal itu bikin bete, tetapi lama kelamaan saya menikmatinya. Di lain waktu, saya masih inget gimana marahnya ibu saya ketika saya mangkir ikut pengajian di mushola kampung. Mushola milik Kyai Haji Mukhsin (almarhum). Sapu lidi dalam genggaman ibu siap dipukulkan ke kaki saya jika saya tetap menolak berangkat ke mushola. Saya takut campur kesal. Sebabnya, saya juga masih ingin menikmati kebebasan bermain. Apalagi jika main ba’da ashar dengan kawan lagi asik-asiknya. Tetapi saya mengalah. Saya memilih untuk menuruti perintah ibu saya. Berangkatlah saya mengaji bersama kawan dan paman saya yang waktu itu masih remaja. Ternyata di kemudian hari, saya malah jadi terbiasa untuk berangkat ke mushola belajar ngaji. Subhanallah. Aturan yang membatasi kebebasan saya sebagai anak kecil waktu itu, berdampak positif. Kelas 2 SD saya alhamdulillah sudah bisa membaca al-Quran dengan lancar. Bahkan ketika kelas 5 SD, seingat saya memang sebelum SMP, saya sudah belajar kitab Tanqihul Qaul—judul lengkapnya Tanqihul Qaul al-Hadits fii Syarhi Lubaabil Hadits karya Muhammad bin Umar an-Nawawi. Kitab Tanqihul Qaul merupakan syarah dari kitab Lubaabil Hadits yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini membahas berbagai amalan fardhu dan sunnah, baik yang menyangkut ibadah maupun amalan utama dan adab yang harus dikerjakan oleh setiap mukmin. Bahasa Arab lho, tapi ada terjemahannya dalam bahasa Sunda dengan tulisan Arab. Selain itu, hurufnya juga Arab ‘gundul’. Saya dan kawan-kawan (sebagian besar waktu itu ada yang sudah SMP) dibimbing langsung oleh guru ngaji kharismatik, Kyai Haji Mukhsin. Semoga Allah Swt merahmati beliau. Bro en Sis, buah dari ketataan dan kepatutan kepada orang tua dalam melaksanakan kewajiban agama insya Allah adalah kebaikan. Buah yang hanya bisa dipetik ketika kita melaksanakan perintah dan aturan tersebut. Saya bangga kepada ibu saya yang ‘kaku’ saat mengajarkan saya. Tetapi alhamdulillah kekakuan itu berbuah manfaat dan kebahagiaan bagi saya di kemudian hari. Sampai saat ini masih membekas kuat dalam ingatan saya bagaimana saya didorong untuk semangat belajar di sekolah, terlebih ilmu agama. Saya tumbuh menjadi anak rumahan, mencintai buku dan senang mengamati banyak hal. Sejak SMP bahkan saya menuangkan hasil pengamatan saya atas perilaku kawan-kawan dan pengalaman yang saya dapatkan ke dalam sebuah buku diary. Mungkin, saya adalah segelintir anak cowok yang punya buku harian. Sebab pada waktu itu yang punya buku harian didominasi anak cewek. Saya menikmati perubahan besar dalam karakter pribadi saya akibat ‘pengekangan’ yang dilakukan ibu saya. Ya, bebas boleh, tetapi saya ‘dipaksa’ untuk mengikuti rule of the game. Sekali lagi, meski di awal saya merasa beban, tetapi di kemudian hari saya mengatakan: I like it! Bebas tapi jangan bablas Sobat muda muslim ‘penggila’ gaulislam, di edisi penerbitan yang ke-192 di tahun keempat ini bukan tanpa sengaja membahas tema kebebasan. Alasannya, begitu banyak orang saat ini setuju dan mengagumi kebebasan dan menerapkannya untuk dirinya dan juga masyarakat dan negara. Bahkan dengan kebebasan yang mutlak. Tanpa aturan yang jelas, tanpa batasan. Sekilas kebebasan tanpa batas adalah ide yang menyelamatkan manusia, mengakomodir perasaan terdalam manusia, tetapi benarkah demikian? Nggak! Saya berani mengatakan bahwa konsep kebebasan mutlak itu hanyalah ide konyol dari orang yang sinyal pengetahuan dan wawasannya nge-drop banget tentang kehidupan. Maaf lho, bukan nuduh, tapi fakta. Memangnya di dunia ini cuma mereka aja yang hidup? Kalo mereka mengkampanyekan konsep kebebasan mutlak secara terbuka, maka pasti akan berhadapan dengan banyak orang dengan segala konsep dirinya dan pandangan hidupnya. Ini berpotensi kuat terjadi bukan hanya gesekan, tapi juga benturan. Hal yang memang akan sulit dihindari. Coba deh lihat saat ini, Dewan HAM PBB malah mengesahkan resolusi homoseksual dengan melarang siapapun untuk melakukan diskriminasi terhadap pelaku LGBT alias Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Apa emang nggak dipikirin akibatnya? Padahal, pengesahan resolusi tersebut berpotensi terjadi benturan. Apalagi jika fase berikutnya disahkan pernikahan sesama jenis, siap-siap saja terjadi pergolakan. Bagi yang terwakili aspirasinya akan merasa senang banget dan bisa menikmati kebebasan perilakunya karena dilindungi undang-undang HAM. Tetapi jangan lupa, akan banyak orang yang dirugikan atas pengesahan resolusi tersebut karena dinilai melecehkan norma masyarakat, dan terutama agama. Bukan tak mungkin jika pada akhirnya kebebasan mutlak tersebut akan berbuah kekacauan. Kecuali nih, mereka yang meyakini konsep kebebasan mutlak itu hidupnya di luar planet bumi yang nggak ada manusia lainnya. Tapi apa mungkin? Secara umum manusia memang senang ketika diberikan kebebasan. Saya juga senang. Namun tetap harus diingat dan dipahami, dalam hidup kita juga berhadapan dengan aturan-aturan. Coba deh, di rumah ada aturan yang membatasi kita, di lingkungan sekitar juga ada aturan yang membatasi, di tempat kerja jelas ada, di dalam negara sudah pasti memiliki aturan-aturan yang membatasi, dan terutama dalam ajaran agama sudah ditetapkan aturan dan sanksi. Artinya, konsep kebebasan mutlak hanya ilusi dari orang-orang yang menolak aturan mengikat dirinya. Iya kan? Bro en Sis, setiap orang boleh memiliki rasa cinta dan bebas mengekspresikan rasa cintanya, tetapi bukan berarti bebas tanpa batas dan berpatokan pada hawa nafsunya. Misalnya, kamu nggak dilarang untuk memiliki rasa cinta dan jatuh cinta. Tetapi, ada aturan yang diberlakukan dan kamu harus taati. Memiliki rasa cinta dalam pengertian birahi (sebagai penampakan dari naluri melestarikan jenis) yang dibolehkan adalah kepada lawan jenis, bukan kepada sesama jenis. Selain itu, juga cara mengekspresikan cinta ada tatatertibnya. Meskipun yang dicintai adalah lawan jenis (cowok cinta sama cewek), tetapi ada aturannya, yakni melalui pintu pernikahan. Kalo pacaran gimana? Itu bukan cara Islam, Bro. Jadi ya nggak boleh alias haram. Waduh, kok gitu sih? Ya iyalah, kamu juga kok nggak mau taat sama aturan sih! Hehehe… iya kan? So, semua ada aturan mainnya. Nggak bebas mutlak. Lalu apa yang akan membatasinya? Ajaran agama. Ya, sebab bagi seorang muslim, ajaran agama atau syariat Islam adalah pedoman dalam berperilaku. Benar atau salahnya disesuaikan dengan aturan yang telah ditetapkan. Allah Swt. befirman (yang artinya): “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.(QS al-Ahzab [33]: 36) Ayat ini menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang beriman (baik laki maupun perempuan) wajib taat kepada aturan yang ditetapkan Allah Swt. dan RasulNya. Kalo nekat bikin aturan sendiri untuk menyelasaikan problem kehidupannya, sembari menganggap aturan Allah Ta’ala dan RasulNya harus ditolak, itu artinya sudah mendurhakai Allah dan RasulNya dan tentu dicap sesat. Ih, naudzubillah min dzalik! Bro en Sis, cobalah kamu buktikan sekarang. Lihat deh, maraknya pacaran telah berpotensi memicu seks bebas. Di masa pubernya, remaja malah diarahkan untuk bebas mengekspresikan rasa cintanya di jalur menuju seks bebas. Padahal, membiarkan bebas tanpa batas adalah jebakan atas kebebasan itu sendiri. Mereka akan merasa tenang menikmatinya dengan tanpa rasa takut dan tanpa perlu khawatir ada yang melarang. Ditambah lagi dengan dalih atas nama HAM, mereka dikipasin agar jangan peduli dengan orang-orang yang mempermasalahkan pergaulan bebasnya. Benar-benar sudah terjebak dan dijauhkan dari kebenaran. Menyedihkan! Syariat Islam membawa maslahat Saya merasakan manfaat dan maslahat syariat Islam dalam kehidupan saya. Meski awalnya harus dipaksa untuk taat syariat, saya merasa bahagia. Ya, nggak apa-apa terpaksa jika hal itu sebagai jalan untuk bisa masuk surga ketimbang masuk neraka dengan kesadaran penuh. Betul nggak? Bener lho, syariat Islam itu memiliki tujuan-tujuan untuk memuliakan kehormatan dan derajat manusia. Ada kemaslahatan dalam syariat Islam. Islam memperhatikan jelasnya keturunan, perlindungan terhadap akal manusia, kehormatan, nyawa, harta, pemeliharaan atas agama, juga tentang rasa aman, dan pembelaan terhadap negara (lebih detilnya bisa kamu baca tulisan Muhammad Husain Abdullah, dalam buku Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm. 81-84) Secara singkat bisa saya tuliskan di sini. Pertama, syariat Islam menjaga jelasnya nasab (keturunan) dengan menerapkan aturan pernikahan. Kebayang banget kan kalo anak yang lahir dari seorang wanita yang berzina dengan banyak lelaki, sulit menentukan kejelasan nasabnya. Siapa bapaknya? Selain itu, adanya pernikahan jelas mengatur naluri melestarikan jenis dengan benar dan baik. Bersamaan dengan itu, diterapkan juga aturan yang melarang berhubungan akrab pranikah dengan lawan jenis (apalagi sampe pacaran dan gaul bebas plus seks bebas). Sedih nggak sih kalo tiba-tiba kamu ditanya sama orang: “Anak siapa?” Kalo nggak jelas asal-usulnya kan bikin malu en minder. Mungkin ada yang bilang “anak haram”. Idih, sebenarnya tega juga ya kalo sampe dibilang anak haram, karena anak mah nggak tahu apa-apa. Bapak-ibunya aja yang nggak tahu diri. Biasanya di masyarakat yang disebut dengan anak haram adalah anak hasil perzinahan. Kedua, Islam memelihara akal manusia. Dalam Islam, yang membedakan manusia dengan makluk lainnya adalah karena manusia dianugerahi akal oleh Allah Swt. Sehingga bisa berpikir. Manusia tuh punya otak sekaligus akal. Dan, Islam memeliharanya dengan sangat baik.Islam emang memelihara akal, yakni dengan mencegah dan melarang dengan tegas segala perkara yang merusak akal seperti minuman keras (muskir) dan narkoba (muftir) serta menetapkan sanksi hukum terhadap para pelakunya. Di samping itu, Islam mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melakukan tadabbur, ijtihad, dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang berilmu. Ketiga, Islam menjaga kehormatan manusia. Bayangin deh kalo nggak ada aturan atau ajaran untuk saling menghormati sesama manusia, pasti dunia ini terasa kering, dan bahkan menjadi tempat yang menakutkan bagi kita. Gimana nggak, sumpah serapah dan caci maki antar manusia bisa aja menjadi hal yang wajar, bahkan ngejelek-jelekkin orang sesuka hatinya juga tumbuh subur di tengah masyarakat, mencela dan memfitnah menjadi menu harian masyarakat kita. Duh, nggak kebayang gimana jadinya kehidupan kita. Keempat, Islam menghargai nyawa manusia. Kalo pada jaman jahiliyah sebelum Islam datang dan menyebarkan ajarannya yang diemban Rasulullah saw. dan para sahabat angkatan pertama, umumnya bangsa Arab terbiasa membunuh bayi perempuan ketika lahir, maka ketika Islam datang hal itu dilarang. Kalo pun ada yang nekat melenyapkan nyawa manusia tanpa hak, maka Islam udah nyiapin sanksinya. Begitupun dalam Islam ada larang menyia-nyiakan nyawa kita sendiri, misalnya dengan bunuh diri. Ih, keterlaluan banget tuh, orang banyak yang pengen hidup, eh, masih ada juga yang mau mengakhiri hidup. Semuanya diatur dalam Islam. Jadi jelas bahwa Islam nggak pernah main-main dengan nyawa manusia. Bahkan Islam menawarkan bagaimana cara menghargai dan menjaga nyawa manusia. Nggak bisa bebas kita menghilangkannya sesuka kita (termasuk ada ortu yang tega ngebunuh anaknya sendiri atau sebaliknya). Ada aturan main tersendiri dalam rangka menghargai nyawa manusia. Kelima, penjagaan Islam terhadap harta. Sobat, sebagai bentuk dari naluri mempertahankan diri, manusia emang punya kecintaan kepada harta. Dengan harta, ia bisa saja dipandang oleh orang lain. Harta menjadi magnet bagi orang lain untuk selalu berada di sekitar dirinya. Ia bisa membeli apa saja yang dia suka dengan harta yang dimilikinya. Ia bisa memberi siapa saja yang dia kehendaki. Manusia bisa dan boleh memiliki harta berupa emas, perak, uang, rumah, kendaraan, perusahaan dan lain sebagainya. Itu dibolehkan dalam Islam kok. Nggak dilarang. Hanya perlu aturan aja, gitu lho. Nah, inilah okenya Islam, harta sekalipun sampe diurusin. Karena emang inilah bentuk pemeliharaan Islam terhadap harta yang dimiliki manusia. Keenam, pemeliharaan terhadap agama. Sebagai sebuah ideologi, Islam pasti udah ngasih aturan dan sanksi juga dalam urusan agama. Misalnya, kita nggak boleh memaksa orang lain untuk masuk Islam, tapi kalo udah masuk Islam, harus taat sama aturan dong ya. Inilah bagian dari pemeliharaan Islam terhadap agama. Ketujuh, syariat Islam memberikan keamanan. Rasa aman adalah dambaan semua orang. Dalam Islam, keamanan bukan cuma untuk kaum Muslimin, tapi bagi seluruh warga negara yang hidup di bawah naungan Islam meskipun ia nonMuslim. Bener! Siapa sih yang nggak pengen aman dalam hidupnya? Semua orang pasti mendambakan ketenangan, keamanan, dan kenyamanan dalam hidup. Berapa banyak rumah dibuat, lengkap dengan sistem keamanan antimaling, alarm dipasang di mana-mana. Masih nggak puas, ada satpam ‘ngejogrok’ di dekat pintu gerbang. Kalo di jalan, kita pun seneng banget kalo nggak ada yang malak or ngompas, termasuk  terhindar dari pencopet, penjambret dan penodong plus pembegal. Kedelapan, syariat Islam bisa menjaga negara. Agar pelaksanaan syariat Islam bisa terus berjalan, negara terus tegak. Sehingga berbagai kesejahteraan, keamanan, dan perlindungan lainnya tetap bisa dirasakan. Itu sebabnya, kewajiban bela negara menjadi bagian yang nggak bisa dipisahin dalam kehidupan warga negara Islam. Kamu perlu tahu itu. Jangan salah lho, kewajiban mendirikan negara Islam (Khilafah Islamiyah) itu udah diserukan banyak ulama. Salah satunya, Imam Ibnu Taimiyyah. Beliau menulis, “Harus dipahami bahwa wilayat al-naas (mengurus urusan masyarakat –tertegaknya Khilafah Islamiyyah) merupakan kewajiban teragung di antara kewajiban-kewajiban agama yang lain, bahkan agama ini tidak akan tegak tanpa adanya Khilafah Islamiyyah.”(Imam Ibnu Taimiyyah, al-Siyaasat al-Syar’iyyah.  Lihat pada Mauqif Bani al-Marjah, Shahwah al-Rajul al-Maridl, hlm. 375) Oke deh. Inilah beberapa contoh kemaslahatan dari diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Keren kan? Bro en Sis, syariat Islam yang akan membatasi kebebasan manusia. Dalam Islam manusia boleh bebas berbuat, tetapi ada aturan yang membatasinya agar tidak bablas. Tujuannya tentu untuk menyelamatkan kehidupan manusia itu sendiri. Tuh, syariat Islam memang hebat, Bro en Sis! Itu sebabnya, ati-ati ya dengan penawaran kebebasan atas nama HAM yang kini marak dijajakan. Kalo tergoda, kamu akan terjebak di dalamnya dan merasa kebebasan adalah segalanya. Waspadalah! So, mari jadikan Islam sebagai the way of life. Tetap semangat! [solihin: www.osolihin.wordpress.com] Link Artikel: http://www.gaulislam.com/awas-terjebak-kebebasan

Dengarkan pembahasannya di Radio MARS 106 FM Bogor (Senin, 27 Juni 2011, mulai pukul 20.00 WIB). Juga pada hari Rabu, 05.30 WIB di Radio KISI 93.4 FM Bogor. Bisa dengarkan visa streaming di: live.gaulislam.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun