"Persaudaraan bukanlah trend atau fashion..."- Paus Fransiskus
Fratelli Tutti, "Semua Saudara" baru saja dirilis. Sebuah surat edaran atau "ensiklik" dari Paus Fransiskus prihal hidup Persaudaraan dan Persahabatan Sosial.Ensiklik yang berisi 8 bab ini oleh Paus Fransiskus digambarkan sebagai "Ensiklik Sosial" untuk menjawab kebutuhan global saat ini yang masih berperang melawan pandemi Covid-19.Â
Fratelli Tutti itu sendiri terinspirasi dari nasihat St. Fransiskus Asisi agar mempromosikan suatu cara hidup yang ditandai dengan cita rasa Injil yang salah satunya terungkap dalam tata hidup persaudaraan dan persahabatan sosial.
Sehubungan dengan ensiklik yang beredar ini saya teringat dengan awal panggilan saya. Sebelum saya mauk biara saya berpikir bahwa hidup para suster itu adalah hidup yang santai,kerjanya hanya berdoa. Ini muncul ketika saya tinggal di asrama yang dikelola oleh para suster carmelitas. Saya melihat bahwa mereka cantik,baik,ramah,dan bahagia. Saat itu juga saya niatkan untuk menjadi seorang suster. Niat baik itu pun direstui oleh kedua orang tua saya.
Setelah saya masuk biara yang pertama ditekankan kepada saya adalah " Be A BROTHER FOR ALL" yang artinya menjadi saudara bagi semua. Ini merupakan motto hidup kaum Fransiskan. Awalnya saya tidak mengerti apa arti kalimat itu dalam konteks hidup membiara. Saya enjoy aja dengan motto itu. Kurang lebih 4 tahun saya menjalani masa formatio motto itu kurang menggema dalam hidup saya. Apa karena saya kurang paham arti kata itu dan masih polos ,kurang tau juga lah..hehehe
Setelah saya mengikrarkan kaul perdana motto itu hampir setiap bulan diingatkan melalui bahan rekoleksi. Menjadi saudara bagi semua. Memang kongregasi yang saya masuki adalah kongregasi yang menekankan hidup persaudaraan.Â
Saya mencoba merenungkan kata-kata itu apa sih maksudnya. Apa yang mau dikatakan Tuhan kepadaku lewat motto itu. Dalam permenungan saya,saya temukan jawaban yang mengantar saya pada kesadaran akan pentingnya sikap menghargai sebagai wujud dari rasa persaudaraan.Â
Cara hidup kami ialah hidup berkomunitas yang terdiri dari 2-10 orang perkomunitas. Satu komunitas itu terdiri dari suku yang berbeda,latar belakang yang berbeda,profesi yang berbeda dan karakter yang berbeda. Saya tidak selalu menemukan orang yang sepaham dengan saya. Saya juga tidak bisa memaksakan kehendak saya kepada yang lain.Â
Awalnya sulit hidup bersama dengan mereka. Akan tetapi justru dalam rasa sulit itu saya dilatih untuk memahami dan mengerti karater setiap orang. Ketika saya mengenal dan memahami mereka maka saya tidak banyak menuntut dari mereka. Tidak lagi memaksa mereka untuk memehami saya. Itulah yang membuat saya in hidup berkomunitas.
Perbedaan itu justru mendatangkan kekayaan bagi saya. Selain itu dibiara juga saya mengalami yang namanya  sama rata dan sama rasa. Tidak ada perbedaan atau kesenjangan antara tua dan muda. Semua menjadi saudara yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain. Memang tidak mudah,tapi berkat ketekunan dan kerelaan serta keterbukaan hati memamukan saya untuk melakukannya.
Baca juga: Pesan Paskah Paus Fransiskus: Kristus yang Bangkit adalah Harapan bagi Semua yang Terus Menderita
Menjadi seorang religius konsekuensi pertama yang harus ditanggung ialah siap diutus. Siap diutus melayani ketempat mana yang ditunjuk oleh pimpinan. Sikap siap sedia itu dapat ditunjukkan melalui kemampuanku untuk Beradaptasi dengan situasi baru.Â
Tentu  bukan hal mudah untuk selalu memulai yang baru ,mulai dari bahasa,kebiasan,adat istiadat dan segala macamnya itu membuat saya harus berjuang dan berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan setempat bagaimana supaya pelayanan saya dapat berjalan dengan baik. Entah bagaimanapun keadaan yang saya jumpai ,yang pertama saya ingat bahwa mereka adalah saudara saya.
Ketika saya mampu menganggap mereka sebagai saudara maka dengan sendirinya akan muncul sikap saling menghargai dan relasi atau komunikasi dapat berjalan dengan baik. Dengan menganggap mereka sebagai saudara mereka juga akan menganggap saya sebagai saudara sehingga dapat saling mendukung,saling memotivasi dan berlomba untuk memberikan yang terbaik dari diri masing-masing untuk mewujudkan hidup yang damai dan bahagia.
Bukan saja hanya di komunitas atau tempat pelayanan melainkan disegala tempat dimana saya berada sikap saling menghargai itu penting. Seperti yang tertulis dalam KS lakukanlah apa yang kamu inginkan dilakukan oleh orang lain terhadapmu. Tentu saya berharap orang lain melakukan yang terbaik untuk saya maka saya terlebih dahulu untuk melakukan yang terbaik terhadap orang lain.
Dimasa pandemi ini tentu kita rindu dengan yang namanya damai dan setiap kita pasti menginginkan itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah kita sudah menjadi saudara bagi yang lain ? atau justru sebaliknyadimasa yang sulit ini justru menjadi predator bagi yang lain.Â
Oleh karena itu di tengah situasi global yang babak belur dihantam oleh Covid-19, Paus Fransiskus mengajak kita semua untuk membangun budaya persaudaraan sebagai kesempatan untuk memulihkan kembali kesehatan dunia yang sedang rusak dan berdarah.
Baca juga: Memaknai "Datang dan Lihatlah", Pesan Paus Fransiskus di Hari Komunikasi Sedunia 2021
Mari kita berperang melawan ketidakpedulian, tidak mengobarkan perang kata-kata tetapi menyebarkan dan mengobati dunia dengan kasih Tuhan, tegas Paus Fransiskus. Budaya persaudaraan memaksudkan setiap orang untuk mencintai dan menghargai orang lain dan bangsa lain.Â
Paus dalam Fratelli Tutti menggambarkannya dengan "orang Samaria yang baik hati". Kita tahu dengan baik dia seorang asing namun ia membawa harapan bagi yang membutuhkan,bahkan memberikan apa yang dia miliki demi kebaikan orang lain.
Tugas kita pun sama yakni 'pergi' mengangkat mereka yang telah jatuh atau menderita. Mengembalikan martabatnya sebagai manusia.
Kita diciptakan dari CINTA dan untuk CINTA. Mari kita bersama-sama berseru "akulah saudaramu".
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H