Mohon tunggu...
Sr. Gaudensia Habeahan OSF
Sr. Gaudensia Habeahan OSF Mohon Tunggu... Guru - Biarawati
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hidup ini indah, seindah saat kita dapat berbagi dengan sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Biasakan yang Benar dan Jangan Membenarkan yang Biasa

5 September 2020   22:03 Diperbarui: 5 September 2020   22:34 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: thedubrovniktimes.com

Saya tertarik berbagi kisah lewat pengalaman hari ini. Tadi pagi saya menemani seorang saudari yang belajar naik sepeda motor sekaligus orientasi jalan ke kampusnya. Sebelum berangkat saya mengingatkannya supaya membawa SIM, STNK, mantel dan jangan lupa untuk memakai masker dan membawa hand sinitizer .

Spontan dia menjawab saya, kan hanya sebentar ngapain ribet-ribet. Disana  (ditempatnya yang sebelumnya ) mau belanja atau kemana tidak perlu bawa-bawa SIM dan lain-lain itu. Saya kembali menimpali perkataannya. 

Inikan Medan, ini di kota loh, banyak lampu merah dan juga banyak polisi yang rajin. Nanti kalau terjadi apa-apa sama kita bagaimana! Akhirnya dia memutuskan untuk tidak jadi pergi. 

Peraturan berlalu lintas di kota dan di kampung tentu sangat berbeda. Kebiasaan dari kampung tidak mungkin di terapkan di kota. Kesalahan yang sangat fatal.

Dalam realita kehidupan kita sering membenarkan kebiasaan yang mungkin sudah mendarah daging bagi kita sekalipun itu salah. Seolah apa yang sudah menjadi kebiasaan dianggap benar. 

Dan konsep itu sulit dilepaskan ketika menjumpai hal yang sama meskipun ditempat yang berbeda. Ini sering ditemukan dalam dunia kerja, dunia pendidikan maupun hubungan antar pribadi. 

Menghalalkan segala cara demi mencapai keinginan atau kehendak sendiri. Hal ini banyak kita temukan dalam hidup kita sehari-hari, kita tau tapi kurang menyadari kebenaran dari tindakan tersebut.Misalnya marah ketika ditegur,melanggar rambu-rambu lalu lintas, memberlakukan sistem sogok demi memudahkan segala urusan.

Sementara membiasakan yang benar itu memang sulit, karena memang kita tau dan sadar apa yang harus kita lakukan. Misalnya kita harus mengucapkan trimakasih ketika menerima sesuatu, taat pada aturan berlalu lintas ,sabar menunggu antrian, dan lain sebagainya. 

Apa yang menjadi kebiasaan belum tentu menjadi satu kebenaran yang bisa diterima oleh orang banyak. Mesti kita perhatikan dan sadari setiap tindakan yang kita lakukan apakah itu sesuatu yang benar atau hanya kebiasaan saja.

Semoga kita mampu untuk membiasakan yang benar bukan membenarkan yang biasa.

Salam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun