Mohon tunggu...
Sr. Gaudensia Habeahan OSF
Sr. Gaudensia Habeahan OSF Mohon Tunggu... Guru - Biarawati
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hidup ini indah, seindah saat kita dapat berbagi dengan sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

HIDUP RELIGIUS VS HIDUP BERKELUARGA,Mana yang paling luhur ?

14 Agustus 2020   13:44 Diperbarui: 14 Agustus 2020   14:10 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bulan Juni tahun 2011 saya menyelesaikan pendidikan saya ditingkat SMA. Pada waktu itu banyak tawaran untuk masuk ke Universitas Negeri melalui jalur undangan. Siswa yang memiliki nilai yang bagus dan memiliki peringkat 1-10 mulai kelas X sampai kelas XII memiliki peluang besar untuk kuliah di universitas negeri diseliruh Indonesia. Dari kelas saya kelas XII IPS 2 saya terpilih sebagai salah satu peserta untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Saya diminta untuk melengkapi berkas-berkas dan mengajukan proposal jalur undangan melalui sekolah. Sekitar 3 bulan lamanya saya menunggu hasil dari proposal tersebut. Dalam kurun waktu 3 bulan ,pada suatu kesempatan saya mengikuti sebuah pesta syukuran seorang suster yang baru saja mengikrarkan janji seumur hidupnya. Pada perayaan itu hadir beberapa Imam,dan kaum biarawan/ti. Dan yangpaling menarik perhatian saya ketika pada ritus pembuka kaum berjubah itu diarak dengan nyanyian yang agung beserta tari-tarian,suasananya penuh kedamaian,dan suasana itu membuat saya terharu dan muncul keinginan bahwa " Saya harus jadi seorang biarawati ". Selama perayaan itu berlangsung dari awal hingga akhir rasanya saya dielilingi malaikat,bahagia ku tak terbendung lagi sekali-sekali mengucurkan air mata. Ketika perayaan usai ,cepat-cepat saya jumpai pastor paroki dan menceritakan niat saya kebetulan akrab dengan Romo Paroki. Saya menceritakan pengalaman saya itu dan niat saya ditanggapi dengan baik. astor paroki menyuruh saya untuk tinggal beberapa saat di Susteran untuk mengalami bagaimana hidup seorang biarawati. Sambil menunggu pengumuman dari sekolah saya tinggal bersama para suster diKomunitas mereka. Saya ikut segala ritme hidup mereka, tidak terlalu susah bahkan hidupnya lebih santai,pekerjaannya ringan dan hidup rohaninya teratur. 

Setelah beberapa waktu,ada surat panggilan dari sekolah. Dalam surat itu dianjurkan bahwa orangtua beserta siswa yang bersangkutan datang kesekolah. Dengan senang hati saya dengan Bapak   pergi menghadap ke sekolah. Dan ternyata kami mendapatkan kejutan yang luar biasa ,saya diterima disalah satu universitas negri di kota Medan Fakultas Fkip jurusan sejarah. Saya menyaksikan betapa bahagianya Bapak saya,dan ia mulai berkisah bagaimana ia harus berjuang untuk mendapatkan uang supaya ada biaya kuliah saya. Dia mulai membuat rencana-rencana dan mulai sibuk mencarikan tempat untuk saya di kota Medan yang dekat dengan kampus tersebut. Saya mulai was-was,karena saya belum menceritakan niat saya itu kepada bapak saya bahwa saya ingin menjadi seorang Biarawati. Saya belum mendapatkan momen yang tepat untuk menceritakan niat saya ini. Saya mulai menimbang-nimbang mana yang harus saya pilih,kuliah atau masuk biara. Saya berdoa mohon petunjuk dari Tuhan supaya saya mampu memilih tanpa ada rasa penyesalan dan rasa terpaksa.

Hingga pada  suatu kesempatan,seluruh anggota keluarga berkumpul  merayakan syukuran kecil-kecilan karena kakak saya telah menyelesaikan studinya. Saya berharp bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untuk menyampaikan niat saya kepada kedua orangtua dan kepada saudara/i saya.setelah makan bersama,seperti biasanya bapak menasehati kami supaya kelak berhasil seperti kakak saya,saya menunggu bapak menyampaikan informasi kepada semua anggota keluarga bahwa saya akan kuliah disalah satu universitas di kota Medan,dan akhirnya itu diungkapkan oleh bapak saya,mereka semua senang dan berharap saya akan sukses dengan pilihan itu.Berbagai macam nasehat ditujukan kepada saya hingga membuat saya mulai oleng. Tapi ketika saya diberikan kesempatan untuk berbicara ,kata yang pertama keuar dari mulut saya adalah saya mau jadi seorang suster.

Mereka semua terkejut,dan mulai menggugah keinginan saya dengan berbagai tawaran-tawaran yang menggiurkan. Tapi saya tetap pada pilihan saya,saya sudah jatuh cinta pada jubah putih itu. Meski berat tantangannya,saya tetap mencoba meyakinkan keluarga saya,bahwa saya sanggup untuk menjalani pilihan saya, hingga saat ini saya masih tetap setia pada pilihan saya. Meski dulu sulit untuk mendapatkan restu dari orangtua ,ternyata mereka tetap melantunkan doa untuk saya,saat ini ketika saya berada ditengah keluarga dengan jubah putihku,saya sudah bisa melihat senyum sumringah  dari semua keluarga itu berarti mereka turut mendukung saya. sungguh sesuatu pengalaman iman yang luar biasa. Jadi dikeluarga saya itu sudah lengkap,ada yang terpanggil sebagai ayah dan ibu,juga ada yang terpanggil sebagai biarawati. 

So,apa bedanya ? manakah lebih luhur hidup sebagai religius atau hidup berkeluarga ?

Apapun pilihan hidup kita,entah menikah,entah memilih panggilan religius,kedua-duanya adalah sama-sama panggilan yang bernilai luhur.Karena keduanya sama-sama harus dijalani atas dasar cinta kasih Allah. Dan kita sudah siap dengan segala  konsekuensi  yang akan kita terima dari pilihan tersebut. Bukti nyata bahwa tak ada hidup yang luput dari problema. Masing-masing berjuang untuk melakukan yang terbaik melalui pelayanan terhadap keluarga dan sesama. Menikah bukan hanya sekedar rasa cinta kepada pasangan atau bukan hanya sekedar keinginan semata atau kewajiban karena terburu oleh usia. Orang yang memilih untuk menikah bukan  hanya karena cinta semata atau memilih pasangan sebagai teman untuk happy fun,atau atas dasar kemapanan, namun karena mereka bisa  menemukan kasih dan mengalami kehadiran Allah didalam hubungan itu,mengenal Allah lewat pasangan mereka,saling melengkapi antara satu dengan yang lain sehingga keluarga itu sendiri mampu menggambarkan kehadiran Kerajaan Allah melalui keluarga yang harmonis.   Demikian juga panggilan religius bukan hanya sekedar keinginan untuk melayani sesama atau keprihatinan terhadap situasi umat. Mereka yang terpanggil sebagai kaum religius  bukan hanya sekedar keinginan untuk menjadi rohaniwan,namun mereka menjalani panggilan karena mereka mencintai Allah dan mewujudkannya lewat karya pelayanan mereka (tugas perutusan masing-masing). Lebih dalam dari itu,kedua-duanya harus didasari pada cinta akan Allah yang telah lebih dahulu mencintai kita.

Dengan  demikian ,hidup berkeluarga maupun hidup religius adalah jalan bagi kita untuk menuju kekudusan. Inilah dasar bagi kita untuk dapat setia,setia dalam panggilan hidup berkeluarga juga setia dalam hidup panggilan religius.

Tetap semangat,jangan lupa bahagia..!!!

salam..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun