Mohon tunggu...
Anton Priyo Hartono
Anton Priyo Hartono Mohon Tunggu... -

kesederhanaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Mata Kemegahan

8 Juli 2013   17:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:50 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sudah sedari tadi senja tertelungkup dalam selimutnya yang hangat.

Hari ini hujan. Namun bukan hujan yang biasa. Bukan pula hujan dengan irama rintik air yang jatuh menerpa tanah. Melainkan  air hujan yang tercium dan terbawa aroma alam penuh doa.

Perlahan, selembar malam telah menenggelamkan lara, membuang resah dan meredam gelisah dari percakapan akhirku untuk lewati singkat yang sederhana.

Aku selalu menunggu kabar tentang dirimu ketika malam sebagai pesan untaian kata menjadi begitu rendah hingga kau dapat merasakan lembutnya.

Masih sangat jelas ingatanku ketika kau berujar

“ Biarkan pelangi mewarnai lukisanmu tentangku bersama coretan rangkaian katamu, kemudian terajut menjadi bingkai emas yang cantik seperti diriku”

“ Lalu. semuanya akan baik-baik saja”

*****

Meja berwarna hijau ini menjadi saksi, ketika pertama kali perawalan terjalin bersama lilin kecil yang menemani aroma makan malam itu.

Aku sadari memang tidak begitu banyak kata terucap dari hatiku, karena perpisahan menjadi awal sejak pertama kali kita bertemu.

Cobalah mengerti, karena aku hanya ingin mencari arti dari sebuah waktu yang tak akan berhenti

Begitu juga kau hanya perlu terima, dan tak perlu memahami bahwa sayup-sayup jejak nafasmu adalah bagian separuh dalam jiwa.

Kini, semua telah berbicara dibalik semilir angin bersama air mata kemegahan

Setetes airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku pemahaman tentang rahasia kehidupan dari sesuatu yang tersembunyi.

“Ketahuilah,”

kesunyian dan  rasa takut terkadang membuatku begitu membuncah. Apalagi saat rasa rindu padanya mulai muncul. Selalu saja tanpa sadar, bulir-bulir krsital mengalir dari sudut mata, mengalir di sisi pipi, dan terhenti kemudian bersarang di dagu.

Kau tak perlu cemas. Walau aku jauh kau akan lebih memperhatikan bintang bersama malam dari selembar doa yang aku titipkan. Biarkan laguku menjadi sahabat singkatmu sebagai persembahan maha karya untukmu.

Kini biarkan aku terbang diatas ketinggian

Menjelma diantara daun dan ranting yang menuju surga.
Karena hari itu pun datang....

Semua terasa begitu cepat , pedih, sepi dan kosong.

Seketika sepenggal kalimat terucap

aku adalah dosa.
sampai sini saja dosa itu terus berjalan.
biarkan aku menghilang seperti debu.
yang kemudian mungkin akan membuatmu lebih bahagia dan tersenyum seperti matahari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun