Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemilu 2024: Kominfo Bentuk Satgasus Pantau Hoax Pemilu

20 Oktober 2022   12:37 Diperbarui: 20 Oktober 2022   13:18 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu Serentak 2024 sudah di depan mata. Kampanye hitam terhadap kandidat capres berupa hoax dan narasi yang tak berdasarkan fakta mulai disebarluaskan atau diviralkan. 

Untuk menjaga digital agar tetap bersih dari konten negatif, Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama KPU, Bawaslu, DKPP, Kemendagri, Polri, TNI, BSSN, BIN, dan Kemenpan RB membentuk Satgasus.  

"Jelang Pemilihan Umum Serentak tahun 2024, Kominfo bersama KPU, Bawaslu, DKPP, Kemendagri, Polri, TNI, BSSN, BIN, bahkan Kemenpan RB, mempersiapkan langkah pencegahan dan penanganan ruang digital dengan baik," ungkap Menkominfo Johnny G Plate usai Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pemilu 2024 bersama perwakilan kementerian dan lembaga di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, pada 18 Oktober 2022.

Hoax Pemilu Disebar Semua Kubu

Pemilu, di mana pun, termasuk di Amerika Serikat, tidak lepas dari perang informasi dan narasi. Di situlah hoax dan narasi yang menyimpang dari fakta (Saya berpendapat, selama tidak menyimpang dari fakta, opini tidak bisa dikatakan sesat) menyusup melalui berbagai platform digital.

(Sejak 2014 sudah belasan (mungkin di atas dua puluh artikel tentang hoax dan kecurangan pemilu yang saya tayangkan lewat Kompasiana. Sebagian berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan saya menjadi Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2014.)

Dok. Pri
Dok. Pri

Tak bisa dipungkiri, hoaks sudah menjadi bagian dari politik yang sulit dipisahkan. Menurut penelitian, hoaks secara sengaja disebar untuk memprovokasi kelompok mayoritas. 

Di Amerika, digunakan untuk memprovokasi kelompok masyarakat kulit putih. Di Brasil, kelompok masyarakat Katolik yang menjadi sasaran. Sedangkan di Indonesia, hoaks digunakan untuk mempengaruhi suara mayoritas muslim.

Dalam pemilu, khususnya pilpres, hoax dan opini yang menyimpang dari fakta disebarluaskan oleh masing-masing kubu. Di sisi lain, masing-masing kubu juga aktif membantah hoax yang disebarluaskan dari kubunya. 

Pada 5 Juli 2014, misalnya, Berita Satu mengunggah berita tentang kemenangan exit poll pasangan Jokowi-JK di Arab Saudi. Informasi ini diperoleh dari anggota Tim Sukses Jokowi-JK, Yuddy Chrisnandi. Yudhi mengaku mendapatkan informasi tersebut dari Wakil Rektor Universitas Paramadina Widjayanto MPP. 

Baca: Tim Sukses: Hasil "Exit Poll" di Arab Saudi, Jokowi-JK 75% dan Prabowo-Hatta 20%

Link berita ini pun memviral hanya dalam hitungan menit. 

Namun, bagi yang memahami quick count dan peraturan pemilu, dengan sekali lirik sudah bisa menangkap bila informasi tersebut adalah hoax. Menariknya, artikel bantahan atas informasi hoax tersebut bukan hanya disebarluaskan oleh pendukung pasangan Prabowo-Hatta, tetapi juga oleh pasangan Jokowi-JK.

Baca: Quick Count Ngawur: Di Arab Jokowi Raih 75 %, Prabowo Caplok 20%

Contoh lain. saat Pilgub DKI 2017, sebuah foto yang menangkap dos berisi surat suara yang diletakkan di bawah meja yang dinarasikan sebagai bentuk kecurangan pemilu dengan cara menyembunyikan surat suara memviral. Menariknya, foto beserta narasinya diviralkan oleh kedua kubu, Anies-Sandi dan Ahok-Djarot. 

Padahal, foto tersebut tidak membuktikan adanya kecurangan pemilu. Sebab, tidak ada aturan yang menyebutkan tentang tata cara menempatkan surat suara yang belum dicoblos dan surat suara sisa. Bagi petugas KPPS, terpenting surat suara mudah dijangkau dan berada di tempat yang aman. Dan, yang terpenting adalah pencatatannya.

Pencatatan surat suara dan juga suara inilah yang menjadi kunci dalam setiap pemilu.

Bluder KPU Jelaskan Kecurangan Pemilu

Sayangnya, pihak-pihak terkait tidak pernah menjelaskannya. Dengan menjelaskan sistem pencatatan pemilu, masyarakat akan lebih memahami penggunaan kotak suara yang terbuat dari kardus. Karena, jangankan terbuat dari kardus, dari kertas bungkus nasi pun, selama pencatatan dilakukan dengan baik, hasil pemilu dapat diterima.

Alih-alih menjelaskan, KPU malah memperagakan atraksi-atraksi aneh, seperti menduduki kotak suara dan menggergaji kunci gembok kotak suara.

Justru karena "atraksi-atraksi" KPU itulah, masyarakat tidak bisa disalahkan jika menganggap kotak kardus sebagai bagian dari kecurangan pemilu.

Begitu juga dengan kematian 800-an petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019. KPU hanya mengatakan, kematian ratusan petugas tersebut karena faktor kelelahan. Tetapi KPU sama sekali tidak mengatakan penyebab dari kelelahan tersebut. Karena penjelasan KPU yang menggantung tersebut, tidak salah bila masyarakat mencurigai adanya upaya penghilangan bukti-bukti kecurangan pemilu. 

Selain itu, ada juga informasi tentang e-KTP palsu dan e-KTP yang tercecer. KPU hanya mengatakan bahwa informasi tersebut hoax. Padahal, sebagaimana yang diberitakan sejumlah media, kedua informasi tersebut valid. 

Persoalannya, apakah e-KTP palsu dan e-KTP yang tercecer bisa digunakan untuk mencurangi pemilu?

Jawabannya, tidak!

Baca: Mudahnya Patahkan Sederet Hoaks Pilpres 2019 yang Rugikan Jokowi-Amien

Baca: Distorsi Informasi Ini Bisa Timbulkan Chaos Saat Hari-H Pemilu 2019

Dok Pri
Dok Pri

Lawan Hoax Gampang, Lawan Narasi Butuh Kecerdasan

Demi membersihkan ruang digital dari konten negatif terkait Pemilu 2024, Menkominfo Johnny G. Plate menyatakan, kementerian dan lembaga berupaya memastikan  penyelenggaraan Pemilu berlangsung dengan baik agar menghasilkan para pemimpin yang sah atau legitimate. 

Langkah Kominfo ini sudah sangat tepat mengingat, Pemilu 2024 akan berlangsung di tengah situasi dunia yang penuh tantangan. karenanya, ruang digital harus dijaga dengan baik agar proses demokratisasi lebih berkualitas. 

"Kita belajar dari beberapa pemilihan umum sebelumnya, baik itu Pilkada, Pileg, maupun Pilpres, yang berpotensi terjadi gesekan di antara masyarakat, maka ruang digital perlu kita jaga bersama-sama. Kita bicarakan tentang langkah pencegahannya, karena ini berkaitan dengan data, terutama Pemilu kali ini yang berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK)," jelas Johnny Plate kepada media.

Johnny Plate juga menyatakan perwakilan kementerian dan lembaga juga menyepakati agar sistem elektronik Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil serta KPU Umum secara khusus bisa dijaga keamanan sibernya.

Pernyataan Menkominfo ini pastinya terkait besarnya potensi serangan siber terhadap sistem keamanan data pemilu. Terlebih setelah maraknya insiden kebocoran data dalam beberapa waktu terakhir.

Namun demikian, karena penghitungan resmi pemilu masih menggunakan cara konservatif, maka yang perlu diwaspadai oleh Satgasus bukan hasil pemilu. Karena hasil pemilu tercatat pada berbagai dokumen fisik berbentuk kertas yang ditandatangani seluruh anggota KPPS dan saksi dari masing-masing peserta pemilu.

Demikian juga dengan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Jika diperhatikan, kejanggalan-kejanggalan pada situng lebih disebabkan oleh ulah petugasnya sendiri.

Baca: Ini Indikasi Kuat Data Pilpres 2019 di Web KPU Sengaja Diubah?

Semakin mendekati waktu pelaksanaan Pemilu Serentak 2024, Satgasus pemantau pemilu pasti akan mendapat banyak laporan terkait konten-konten hoax. Konten hoax bisa dengan mudah dipatahkan dengan menggunakan bukti valid. 

Tetapi, tidak demikian dengan menghadapi narasi. Narasi harus dihadapi dengan kecerdasan. Celakanya, rerata IQ bangsa Indonesia hanya 78. Maka Satgasus membutuhkan kecerdasan lebih untuk melawan narasi-narasi yang berpotensi mengacaukan pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun