Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kok Situs Kominfo (Masih) Pakai PSE Tak Terdaftar?

3 Agustus 2022   12:36 Diperbarui: 3 Agustus 2022   12:42 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu PSE Kominfo memanas pasca 22 Juni 2022. Ketika itu, dalam konferensi persnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengumumkan 22 Juli 2022 sebagai batas waktu atau deadline bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat untuk melakukan pendaftaran.  

Setelah batas waktu lewat, ternyata masih banyak perusahaan penyelenggara sistem elektronik yang enggan mendaftarkan platformnya. Akibatnya, Kominfo pun melakukan pemblokiran.

Pendaftaran PSE: Upaya Kominfo Tegakkan Konstitusi

Pemblokiran terhadap sejumlah platform dilakukan oleh kementerian yang kini dipimpin Johnny G Plate itu lantaran platform-platform tersebut belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat hingga Jumat 29 Juli 2022 atau sembilan hari pasca deadline yang ditetapkan oleh Kominfo.

Jika dicermati, pendaftaran PSE Kominfo merupakan pengejawantahan dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. 

Sedangkan, Permenkominfo 5/2020 sendiri merupakan upaya Kominfo dalam melaksanakan konstitusi, sesuai, Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Permen ini juga merupakan upaya Kominfo dalam menjalankan amanat konstitusi yang tertuang dalam  Pasal 5 ayat (3), Pasal 6 ayat (4), Pasal 97 ayat (5), Pasal 98 ayat (4), dan Pasal 101 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Sesuai amanat konstitusi, dalam Pasal 2 (1) Permenkominfo No 5/2020 ditegaskan "Setiap PSE Lingkup Privat wajib melakukan pendaftaran". 

Untuk itu, sesuai Pasal 47 Permenkominfo, pengelola PSE Lingkup Privat wajib melakukan pendaftaran dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak permen ini berlaku.

Namun demikian, sebagai sebuah produk hukum, Permenkominfo 5/2020 terbuka untuk dilakukan judicial review melalui Mahkamah Agung (MA), (bukan Mahkamah Konstitusi (MK) karena permen berada di bawah Undang-undang). Karenanya, Permenkominfo 5/2020 disebut sebagai upaya Kominfo dalam menegakkan konstitusi.

Upaya Kominfo menjalankan amanat konstitusi inilah yang semestinya menjadi landasan berpikir. Dengan logika demikian, maka langkah Kominfo dengan menerbitkan Permenkominfo 5/2020 dapat lebih mudah dipahami.

Soal Pemblokiran, Kominfo dan Publik Kompak Dilematis

Sebenarnya, sejak diundangkan pada 24 November 2020, Kominfo telah memberi kelonggaran waktu selama hampir dua tahun bagi perusahaan penyelenggara sistem elektronik untuk mendaftarkan dirinya. 

Namun hingga melampaui deadline masih banyak perusahaan yang enggan mendaftarkan platformnya.

Padahal, perusahaan-perusahaan penyelenggara sistem elektronik tersebut hanya diwajibkan mendaftarkan diri, bukan mengurus perizinan. Dan pendaftaran pun bisa dilakukan secara online.

Dalam persoalan PSE ini, posisi Kominfo memang sangat dilematis. Di satu sisi, kementerian ini wajib melaksanakan amanat konstitusi sesuai kewenangannya. Di sisi lain, Kominfo berhadapan dengan teknologi digital yang akan terus berkembang dari waktu ke waktu. Sementara, sebagai sebuah produk hukum, Permenkominfo No 5/2020 tidak mungkin bisa secara real time mengikutinya.

Katakanlah, pada suatu hari nanti tercipta satu-satunya (tidak ada pesaing atau platform subtitusinya) platform super canggih yang mendatangkan keuntungan bagi pelaku industri digital. Namun, karena PSE platform tersebut tidak mendaftarkan platformnya di Indonesia, maka pelaku industri digital di Indonesia tidak bisa memanfaatkannya. Hal ini tentu akan sangat merugikan Indonesia.

Jangankan "nanti", sekarang pun apa yang bakal terjadi jika semua penyelenggara sistem elektronik, termasuk Google, Meta, Tokopedia menolak pendaftaran PSE Kominfo?

Ketika itulah Kominfo dihadapkan pada dua pilihan: Bergeming dengan keukeuh melaksanakan konstitusi seperti yang tertuang dalam Permenkominfo No 5/2020 atau merevisi bahkan mencabutnya.

Namun, karena kepentingan masyarakat luas, Kominfo tidak serta merta atau asal main blokir. Setelah melewati deadline, Kominfo masih melayangkan surat teguran kepada PSE yang belum mendaftarkan platformnya. Bahkan, mengingat kepentingan publik, sejak 1 Juli 2022, Kominfo membuka kembali platform-platform yang sudah diblokirnya.

Menariknya, bukan saja Kominfo yang dilematis. Jika mengamati perbincangan di berbagai forum terkait PSE Kominfo, bisa ditarik kesimpulan bila keberatan masyarakat bukan pada pendaftaran PSE Kominfo, tetapi pada pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo.

Logikanya, jika setuju pada pendaftaran PSE Kominfo seharusnya setuju pada pemblokiran terhadap platform yang oleh perusahaannya tidak didaftarkan. Karena, logikanya, harus ada perbedaan tindakan terhadap platform yang didaftarkan dan platform yang tidak didaftarkan.

Situs Kominfo Pakai PSE Tak Terdaftar

Netizen menemukan sejumlah produk digital yang dipakai Kominfo untuk situs-situs yang dikelolanya, Dalam penelusuran netizen, Kominfo menggunakan Incapsula, perusahaan asal Amerika Serikat, untuk melakukan firewall pemblokiran dan keamanan digital. Ternyata, menurut netizen, produk tersebut belum mendaftar PSE Kominfo.

Netizen pun menemukan situs Kominfo yang menggunakan layanan cloud host Amazon. Platform ini pun juga belum terdaftar di PSE Kominfo. 

Selanjutnya,Nginx, Gitlab, dan jQuery yang dimanfaatkan Kominfo untuk situs-situsnya juga belum terdaftar dalam PSE Kominfo.

Akibatnya, pepatah "gajah di seberang lautan tampak, semut di pelupuk mata tak terlihat" ditembakkan ke arah Kominfo.

Netizen, bahkan sejumlah media, melupakan unsur "deadline", yaitu 20 Juli 2022 dan upaya Kominfo dalam memberikan teguran kepada perusahaan yang belum mendaftarkan produknya ke PSE Kominfo.

Dengan menggunakan unsur deadline, maka penggunaan produk-produk digital yang belum terdaftar PSE Kominfo dapat dibenarkan. Namun, setelah melewati deadline, penggunaan produk-produk tersebut tidak bisa lagi dibenarkan. Sebuah logika yang sebenarnya sangat sederhana.

PSE Kominfo Bikin Netizen Emosian

Gegara PSE, bukan saja daya nalar publik yang mendadak tumpul, tapi juga emosi publik yang mendadak sensitif. Saking emosinya, minat baca pun menurun drastis.

Anjloknya minat baca ini terbaca dari komentar-komentar netizen pada berita yang diunggah CNNIndonesia.com pada 2 Agustus 2022 kemarin.

Karena minat baca, dan mungkin juga rasa keingintahuan yang merosot, netizen, bahkan seorang jurnalis kawakan dari media top, hanya membaca judul beritanya saja. 

Kemudian, meski hanya bermodalkan judul berita, netizen ramai-ramai membuli Menkominfo Johnny G Plate dan Kominfo yang dipimpinnya.

Padahal, dengan membaca paragraf pertama saja, (copas 100%)

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menyebut dirinya tidak bisa menghentikan masyarakat untuk membuat platform judi online, tapi pihaknya akan membersihkan yang sudah ada. netizen yang cerdas pasti dapat dengan mudah memahami maksud dari pernyataan Johnny G Plate tersebut.

Pernyataan Johnny Plate sebagaimana yang dikutip oleh CNNIndonesi.com adalah "Saya tidak bisa setop masyarakat untuk buat, untuk memulai yang baru. Tapi yang sudah ada saya stop. Ini kan kejar-kejaran."

Perhatikan kalimat pertama yang diucapkan Johnny "Saya tidak bisa setop masyarakat untuk buat, untuk memulai yang baru."  Lalu, lanjutkan dengan kalimat kedua Johnny Plate "Tapi yang sudah ada saya stop". Kemudian, sambung lagi dengan kalimat ketiganya "Ini kan kejar-kejaran.".

Membaca ketiga kalimat yang diucapkan oleh Menkominfo Johnny Plate tersebut sebenarnya tanpa harus diuraikan panjang kali lebar, masyarakat seharusnya dengan mudah memahami konten berikut konteksnya.

Tapi, karena tengah diselimuti kemarahan dan kesinisan terhadap PSE Kominfo, netizen tak mampu membaca dengan baik pernyataan Johnny Plate tersebut.

Namun demikian, Menkominfo Johnny G Plate dan jajaran Kominfo yang dipimpinnya pun harus memahami jika pihaknya kini tengah menjadi public enemy nomor satu gegara penolakan masyarakat terhadap PSE Kominfo.

PSE Kominfo: Berkaca pada Kematian Neda Agha Soltan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun