Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PSE Kominfo Bukan Mata-mata PRISM yang Telanjangi Pengguna Internet

1 Agustus 2022   14:10 Diperbarui: 1 Agustus 2022   14:18 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah tiga hari sejak 29 Juli 2022, netizen membombardir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan tagar #BlokirKominfo. Netizen berang lantaran, salah satunya, mencurigai Kominfo dapat nguping percakapan warga negara.

Benarkan Lewat Pendaftaran PSE, Kominfo Bebas Intip Percakapan?

Dalam beberapa hari ini linimasa Twitter diramaikan oleh konten-konten tentang PSE yang memungkinkan Kominfo untuk mengintip atau memata-matai percakapan warga negara.

Isu tersebut salah besar. Sebab, PSE sama sekali tidak memberikan kewenangan bagi Kementerian Kominfo untuk secara bebas mengakses percakapan pribadi masyarakat.

Pasal 21 (1) Permenkominfo No 5/2020 mengatakan "PSE Lingkup Privat wajib memberikan akses terhadap Sistem Elektronik dan/atau Data Elektronik kepada Kementerian atau Lembaga dalam rangka pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian Pasal 36 (1) menegaskan bahwa pemberian akses tersebut bila dimintakan oleh aparat penegak hukum yang disampaikan secara resmi kepada narahubung PSE yaitu kementerian atau lembaga, institusi penegak hukum, dan lembaga peradilan.

Namun, sesuai UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik beserta perubahannya, permintaan akses tersebut harus dengan syarat yang diatur ketat, seperti harus menyertakan penetapan pengadilan.

Karenanya pemberian akses sistem dan dokumen elektronik kepada PSE hanya dapat dilakukan jika telah disertai penetapan pengadilan.

Permen Kominfo bukan Mata-mata PRISM yang Telanjangi Manusia

Pada Maret 2017 Wikileak mengungkapkan 85 persen ponsel pintar yang  beredar telah dimanfaatkan oleh CIA untuk mengumpulkan informasi intelijen. Oleh CIA operasi penyadapan ini diberi kode: "Vault 7".

Dalam operasinya, CIA memanfaatkan celah keamanan yang ada pada sistem operasi Android. Dari celah itu, CIA dapat mengakses percakapan dari berbagai jejaring sosial dan aplikasi.

Sebenarnya, bocoran WikiLeaks tersebut bukanlah informasi yang baru. Empat tahun sebelumnya, mantan agen National Security Agency(NSA) Edward Snowden mengungkapkan informasi serupa yang dibocorkannya kepada The Guardian dan The Washington Post. Kepada kedua media tersebut, Snowden menyerahkan dua dokumen: Mastering The Internet dan Global Telecoms Exploitation. 

Dari kedua dokumen diketahui tentang dua program pemantau yang dijalankan Amerika Serikat. Program pertama adalah pemantauan atas sambungan telepon ratusan juta rakyat AS. Program kedua adalah penyadapan terhadap sembilan jaringan internet.

Dari kedua program tersebut, program kedualah yang paling disorot media. Program tersebut diberi kode rahasia "PRISM".

Dalam dokumen tertulis, PRISM ditujukan untuk memantau aktivitas mencurigakan yang datang dari luar AS. Dengan program ini, NSA menyadap pembicaraan pengguna internet dan jejaring sosial seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Penyadapan itu dilakukan NSA dengan memanfaatkan akses yang diberikan oleh Microsoft, Apple, Google, Facebook, dan Yahoo.

PRISM disebut evolusi terbaru dari upaya pengawasan elektronik pemerintah AS pasca-9/11, yang dimulai di bawah Presiden Bush dengan Patriot Act yang kemudian diperluas dengan Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA) pada 2006.

Konon, sejak 11 September 2001, pemerintah Amerika Serikat menggunakan PRISM untuk meningkatkan kemampuan badan intelijennya dalam mengumpulkan dan menyelidiki informasi tentang subjek asing dan warga negaranya.

Operasi PRISM berlanjut. Pada Juli 2012 atau sekitar sembilan bulan setelah Microsoft membeli Skype, NSA mengklaim telah meningkatkan jumlah video call yang berhasil disadapnya. 

Celakanya lagi, ketika itu, bukan hanya NSA yang nguping pembicaraan digital. Sebuah trojan bernama Peskyspy pun mampu merekam panggilan suara dan menyimpannya dalam bentuk file MP3. File MP3. File kemudian dikirim ke server yang sudah ditentukan oleh si penyadap.

Belakangan, pada Desember 2020, sebuah spyware bernama Pegasus menghebohkan media. Perangkat mata-mata buatan Israel ini diketahui digunakan oleh pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk menyadap jurnalis Al Jazeera asal Qatar. Ketika itu Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tengah terlibat konflik geopolitik dengan Qatar.

Pada awal Februari, Washington Post dan penyiar Jerman ZDF melaporkan operasi spionase dengan dimensi yang sangat besar: Di bawah nama kode "Rubicon" dan "Minerva," Dinas Intelijen Federal Jerman (BND) bersama dengan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) telah memantau komunikasi pemerintah terenkripsi di hampir setengah negara di bumi selama beberapa dekade.

Dari informasi-informasi di atas menunjukkan betapa mudahnya melakukan aksi penyadapan, pengintipan, pengupingan, atau lainnya melalui jejaring internet.

Sebagai pengguna internet semestinya kita menyadari jika setelah terkoneksi internet, segala sesuatunya menjadi serba telanjang. Jangankan setelah tekan "enter", sebelumnya pun konten kita sudah terbaca.

Karenanya, jika masih terkoneksi internet, terlalu naif bila netizen memprotes keras PSE Kominfo yang dituding  bebas melakukan pengintaian percakapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun