Lawatan Jokowi ke Ukraina dan Rusia bukan saja membuahkan blunder fatal yang bisa membuahkan skandal diplomasi, tetapi juga mengancam pelaksanaan KTT G20 yang rencananya digelar di Bali pada 15-16 November 2022.
Kalau tidak Ada. Bagaimana bisa Misi Damai Jokowi Dikatakan Berhasil atau Gagal
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi memang mengaku lawatannya ke Ukraina dan Rusia untuk membawa misi perdamaian. Namun, faktanya, misi tersebut tidak ditunaikan Jokowi saat bertemu langsung dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan juga Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dari situs resmi Kremlin, Jokowi hanya mengatakan, "Mr President, is there such a possibility, is there such an approach where there is no security? We also said at the G7 meeting that food and fertilisers are not included in the sanctions."
Selain kalimat itu, tidak ada pernyataan lainnya yang diucapkan Jokowi.Â
Sementara, seperti diberitakan Pravda, fokus utama pembicaraan Jokowi dengan Zelenskyy adalah tentang import biji-bijian dan blokade pelabuhan Ukraina.Â
"Indonesia is one of the largest importers of grain from Ukraine, and the blockade of Ukrainian ports was the main focus of the talks between the presidents [of Indonesia and Ukraine - ed.] in Kyiv," tulis Pravda.
Jadi jelas pembicaraan Jokowi saat lawatannya ke Ukraina dan Rusia sama sekali tidak menyinggung apalagi membawa misi perdamaian.
Lantas, bagaimana mungkin misi yang sama sekali tidak dilakukan bisa dikatakan berhasil atau gagal.
Alih-alih Menyejukkan, Jokowi malah Bikin Ribut Italia dengan Rusia
Kepada Perdana Menteri (PM) Italia Mario Draghi, Jokowi mengaku telah memenuhi permintaan Barat untuk mengesampingkan kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT G20 di Bali. Pengakuan itu disampaikan Jokowi di sela KTT G7 di Jerman pada 28 Juni 2022. Di KTT itu, Jokowi diundang sebagai tamu lantaran posisinya sebagai Presidensi G20 2022
"Presiden Widodo mengesampingkannya. Dia (Putin) tidak akan datang. Apa yang mungkin terjadi adalah partisipasi jarak jauh (oleh Putin), kita lihat saja nanti" kata Draghi kepada wartawan di hari terakhir KTT G7 yang digelar selama dua hari.