Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkah Peduli Lindungi Langgar HAM?

19 April 2022   19:02 Diperbarui: 19 April 2022   19:25 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Geoghrapical.co.uk

Aplikasi Peduli Lindungi Covid-19 Indonesia kembali jadi sorotan. Kali ini sorotan berawal dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang merilis laporan praktik hak asasi manusia tahun 2021 di berbagai negara, termasuk Indonesia. Untuk Indonesia, laporan Deplu AS itu diberi judul "Indonesia 2021 Human Right Report".

Dalam laporan setebal 60 halaman itu, Deplu AS melaporkan aplikasi Peduli Lindungi jadi kekhawatiran lembaga non pemerintah, terkait pengumpulan dan penggunaan data pribadi pengguna aplikasi.

NGO mana yang Dimaksud Deplu AS?

"NGOs claimed security officials occasionally conducted warrantless surveillance on individuals and their residences and monitored telephone calls.

The government developed Peduli Lindungi (Care Protect), a smartphone application used to track COVID-19 cases. Government regulations sought to stop the spread of the virus by requiring individuals entering public spaces like malls to check in using the application. The application also stores information on individuals' vaccination status. NGOs expressed concerns about what information was gathered by the application and how this data was stored and used by the government."

Tidak diungkapkan NGO mana yang dimaksud Deplu AS dalam laporannya itu. Namun dari hasil penelusuran ditemukan delapan NGO atau LSM pernah mengirim surat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Kedelapan LSM atau NGO itu adalah Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Institute for Policy Research and Advocacy (ELSAM), FORUM-ASIA,  Commission for the Disappeared and Victims of Violence (KontraS), Protection Desk Indonesia/Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII), Indonesia Legal Aid Foundation (YLBHI), Human Rights Working Group (HRWG), dan Yuyun Wahyuningrum, sebagai perwakilan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) untuk Indonesia.

Dalam surat yang diteken pada 26 Juni 2020 itu kedelapan LSM itu meminta Kemkominfo untuk melindungi privasi pada aplikasi Lindungi Peduli.

Pada surat tersebut tertulis, " ... Meskipun aplikasi ini relevan, aplikasi ini juga memiliki potensi tinggi untuk menempatkan privasi pengguna dalam risiko serius. Karena itu kami mendesak Anda untuk memberikan lebih banyak transparansi dan untuk memastikan privasi pengguna...."

Permintaan kedelapan LSM kepada Kemkominfo berdasarkan pada Instrumen HAM internasional termasuk Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Dan Indonesia sebagai negara anggota PBB telah meratifikasi ICCPR pada tahun 2006.

Selain itu, perlindungan terhadap privasi juga ditekankan dalam Konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 28 G (1) dan 28 H (4).

Bantahan Kemkominfo terkait Pelanggaran HAM pada Lindungi Peduli

Kemkominfo selaku instansi yang bertanggung jawab atas penggunaan Aplikasi Lindungi Peduli telah membantah adanya dugaan pelanggaran HAM seperti yang dituduhkan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Bantahan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong.

Menurut Usman, aplikasi Peduli Lindungi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penularan Covid-19.

"Bahkan PeduliLindungi ini justru untuk melindungi masyarakat,  melindungi masyarakat supaya tidak terjangkit covid-19," ucap Usman.

Selain itu, Usman pun menegaskan Kemkominfo tidak  menemukan adanya penggunaan data atau kebocoran data di aplikasi Peduli Lindungi.

"Kominfo mengawasi lah Kemenkes dalam pengelolaan peduli lindungi. Tentang konteks pengawasan itu Kominfo tidak menemukan adanya misalnya katakanlah kebocoran data atau penggunaan data pribadi untuk kepentingan kepentingan tertentu," pungkas Usman

Benarkah Ada Unsur Pelanggaran HAM pada Lindungi Peduli?

Aplikasi Peduli Lindungi dikembangkan untuk membantu pemerintah dalam melakukan pelacakan untuk menghentikan penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). Aplikasi ini sangat tergantung pada partisipasi masyarakat untuk saling membagikan data lokasinya saat bepergian agar penelusuran riwayat kontak dengan penderita COVID-19 dapat dilakukan.

Ada tiga "kata kunci" yang pada aplikasi Peduli Lindungi, yaitu membantu pemerintah, pelacakan, dan partisipasi masyarakat.

Untuk membantu pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, masyarakat diminta partisipasinya dalam memberikan sejumlah data yang dibutuhkan, termasuk berbagi lokasi agar memudahkan pemerintah dalam memantau pergerakan pengguna aplikasi Peduli Lindungi. Tindakan ini dilakukan pemerintah karena pandemi yang disebabkan oleh virus corona ini bersifat menular.

Pengguna aplikasi ini juga akan mendapatkan notifikasi kepada penggunanya jika berada di keramaian atau berada di zona merah, yaitu area atau kelurahan yang sudah terdata bahwa ada orang yang terinfeksi COVID-19 positif atau ada Pasien Dalam Pengawasan.

Singkatnya, dengan data yang diberikan masyarakat lewat aplikasi Peduli Lindungi,  pemerintah berupaya mencegah penularan. Sebaliknya, dengan informasi yang dikirimkan lewat Peduli Lindungi, masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaannya.

Dan, faktanya, dengan data yang diberikan masyarakat tersebut, pemerintah kini dapat mengendalikan pandemi Covid-19.

Apakah data warga negara yang terekam oleh aplikasi Peduli Lindungi merupakan bentuk pelanggaran HAM di mana pemerintah Indonesia dapat memata-matai warganya?

Benar, bisa dikatakan, aplikasi Peduli Lindungi adalah proyek mata-mata pemerintah. Namun, memata-matai warga negara bukan berarti pelanggaran terhadap HAM. Jika tindakan tersebut dilakukan untuk melindungi segenap warganya. 

Bukankah tujuan bernegara yang disebutkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Bahkan, untuk melindungi warga negaranya, Amerika Serikat sampai mencuri data penduduknya dan penduduk negara lain lewat sejumlah proyek. Salah satunya PRISM yang dibocorkan oleh kontraktor NSA, Edward Snowden.

Pelanggaran HAM baru terjadi apabila, pemerintah memanfaatkan data yang yang diberikan masyarakat lewat aplikasi Peduli Lindungi di luar peruntukannya, yaitu menghentikan penularan virus corona.

Faktanya, sampai detik ini tidak satu pun laporan masyarakat atau informasi tentang adanya penyalahgunaan data pada aplikasi Peduli Lindungi.

Dengan demikian, sebenarnya laporan Deplu AS tentang adanya unsur pelanggaran HAM pada aplikasi Peduli Lindungi sama sekali tidak terbukti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun