Apalagi, sesuai Pasal 182 KUHP ayat 4 ditegaskan, "Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang." Maka, semakin kecil kemungkinan apabila jaksa dengan tidak sengaja menyampaikan tuntutan yang berbeda dari dakwaan. Lebih lagi, jaksa yang menangani kasus korupsi Asabri pastinya dipimpin oleh seorang jaksa yang memiliki jam terbang yang tinggi.
Kemudian, pada 18 November 2021, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengingatkan terdapat sejumlah masalah yang patut dicermati dan diwaspadai pada penerapan sanksi pidana hukuman mati bagi koruptor.
Peringatan Jaksa Agung tersebut disampaikan hanya sekitar tiga minggu sebelum JPU membacakan tuntutan hukuman mati kepada terdakwa Heru Hidayat.Â
Artinya, pernyataan Jaksa Agung tersebut setidaknya masih hangat saat JPU membacakan tuntutan yang berbeda dari dakwaan sebelumnya. Apakah JPU yang menangani perkara korupsi tidak mengetahui adanya peringatan yang disampaikan oleh pimpinannya sendiri?
Menariknya lagi, JPU mengutip putusan pengadilan negeri terkait perkara Susi Tur Andayani. Memang benar, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis terhadap Susi meski tuntutan JPU di luar surat dakwaan jaksa. Namun, JPU mengabaikan fakta bahwa vonis terhadap Susi dibatalkan oleh putusan kasasi karena hakim PN memutuskan di luar dakwaan.
Mungkinkah JPU tidak mengetahui tentang kutipan yang disampaikannya sendiri? Atau mungkinkah JPU keliru, dalam artian tidak sengaja melakukan kesalahan, dengan mengambil yurisprudensi beda tuntutan dari dakwaan?
Satu faktor penting yang tidak memungkinkan JPU untuk melakukan kekeliruan adalah perkara korupsi Asabri ini mendapat sorotan publik dan diberitakan oleh semua media besar. Karena mendapat perhatian itulah, JPU semestinya berhati-hati dalam setiap langkahnya.Â
Dengan demikian, sulit diterima akal sehat apabila JPU melakukan kekeliruan dengan menuntut pasal yang berbeda dari pasal yang didakwakan sebelumnya. Sebaliknya, sangat masuk akal apabila JPU dengan sengaja melakukan kesalahan tersebut.
Namun demikian, muncul pertanyaaan, mengapa JPU sampai melakukannya? Adakah tekanan yang membuat JPU melakukannya?
Itulah pertanyaan yang mungkin hanya bisa dijawab oleh JPU sendiri. Sementara, meskipun jawabannya begitu mudah, publik hanya bisa menduga-duganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H