Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Asabri: Beda Tuntutan dari Dakwaan, JPU tidak Keliru

18 Januari 2022   01:20 Diperbarui: 18 Januari 2022   01:30 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sumber Tribunnews.com

Hari ini, 18 Januari 2022, sidang perkara korupsi PT Asabri memasuki tahap pembacaan vonis atas terdakwa Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

Sidang korupsi Asabri dengan terdakwa Heru, begitu juga sidang dengan terdakwa-terdakwa lainnya, ini menarik dicermati baik dari sudut pandang hukum pidana maupun kacamata politik.

Dari sisi hukum pidana, perkara ini semakin menarik setelah dalam tuntutannya jaksa penuntut umum (JPU) menjeratkan pasal yang berbeda dari pasal yang didakwakan sebelumnya.

Dalam dakwaan yang dibacakan pada 16 Agustus 2021, JPU menggunakan Pasal 2 ayat (1) UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, saat menyampaikan tuntutannya pada 6 Desember 2021, JPU menjeratkan Heru dengan Pasal 2 (1) undang-undang yang lebih dikenal dengan nama UU Tipikor. Masalahnya, Pasal 2 ayat (2) yang dituntutkan JPU tidak disertakan dalam dakwaan.

Karuan, gegara perbedaan pasal antara yang dituntutkan dan didakwakan itu, sejumlah guru besar hukum pidana dari berbagai perguruan tinggi negeri angkat bicara. Para guru besar itu umumnya mengecam JPU yang dinilai telah melakukan kekeliruan.

Benarkah JPU Keliru?

Keliru artinya salah, khilaf, atau melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Pertanyaanya, benarkah JPU yang menangani perkara korupsi PT Asabri melakukan kekeliruan atau kesalahan yang tidak disengaja?

Jaksa yang menangani perkara korupsi Asabri bukan hanya satu-dua orang, melainkan sejumlah jaksa yang saat masa pandemi Covid-19 ini dibatasi maksimal 6 jaksa. Apabila jaksa yang menangani kasus ini hanya satu orang, kekeliruan sangat mungkin terjadi. Tetapi, karena ditangani oleh minimal enam jaksa, kemungkinan terjadinya kesalahan yang tidak disengaja sangat kecil, bahkan nyaris tidak ada.

Selanjutnya, jaksa-jaksa yang menangani kasus perkara Asabri pastinya lulusan fakultas hukum. Dengan demikian, strata pendidikan jaksa yang menangani kasus ini pun minimal S1.

Sebagai lulusan fakultas hukum perguruan tinggi, jaksa yang menangani perkara korupsi Asabri pastinya tahu bila dakwaan merupakan "panduan" bagi jaksa dalam menyusun tuntutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun