Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Asabri: Monumen Preseden Buruk Penegakan Hukum

16 Januari 2022   18:00 Diperbarui: 16 Januari 2022   18:34 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tribunnews.com

Dalam putusan MK yang diterbitkan pada 25 Januari 2016 itu, frasa "dapat" pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

Dengan demikian, kerugian keuangan negara atau perekonomian negara" dalam kedua pasal UU Tipikor tersebut harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss), bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential.

Berkaca pada tuntutan JPU yang berbeda dari dakwaannya sendiri dan dissenting opinion Hakim Mulyono, sebagian publik pastinya mencium adanya ketidakberesan dalam tubuh kejaksaan. Sebab, para jaksa yang menangani kasus korupsi Asabri pastinya bukan jaksa kemarin sore yang kurang pengalaman. 

Para jaksa tersebut pastinya juga sudah menimba dalam-dalam ilmu hukum pidana selama bertahun-tahun. Sulit dimengerti apabila JPU menuntutkan pasal yang berbeda dari dakwaannya sendiri.

Ada apa dengan JPU yang menangani kasus korupsi PT Asabri? Kenapa JPU melakukan kecerobohan yang begitu vulgar sehingga masyarakat awam pun mudah sekali menangkapnya?

Jaksa boleh Ngawur, tapi Hakim Tidak

Majelis hakim sebagai perwakilan Tuhan sudah seharusnya bersikap seadil-adilnya dengan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Jaksa boleh saja berbuat salah, tetapi tidak dengan hakim.

Dalam memimpin sidang, majelis hakim sama sekali tidak boleh terpengaruh oleh emosi publik, tekanan publik dan narasi-narasi yang bermuatan politik. Hakim juga tabu mencari popularitas dari perkara-perkara yang ditanganinya, Karenanya, majelis hakim seharusnya mengabaikan tuntutan JPU yang menuntut hukuman mati terhadap Heru Hidayat. 

Karena itu, sudah seharusnya dalam menjatuhkan vonis terhadap Heru Hidayat pada 18 Januari 2022 nanti, majelis hakim seharusnya menutup mata, telinga, serta indera-indera lainnya dari berbagai suara publik, apalagi tekanan politik. 

Sebab bagaimanapun juga semua anggota majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi PT Asabri pastinya beragama dan tidak ingin mendapat stempel tercela dari Tuhannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun