Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Asabri: Deja Vu Tuntutan Mati Dicky Chandra Dinata

22 Desember 2021   22:20 Diperbarui: 22 Desember 2021   22:20 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: https://oretzz.com/)

Dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, Heru Hidayat merupakan terdakwa kedua yang dituntut hukuman mati dengan menggunakan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. 

Sebelumnya, pada 6 Juni 2006, JPU menjatuhkan hukuman mati kepada Dicky Iskandar Dinata. Hukuman mati itu dituntutkan kepada Dicky lantaran Dirut PT Brocolin Indonesia ini menerima kucuran dana hasil pembobolan Bank BNI sebesar Rp 49,2 miliar dan 2,99 juta dolar AS hasil pencairan L/C fiktif PT Gramarindo Group pada Bank BNI Cabang Kebayoran Baru.

Menariknya, salah satu pertimbangan JPU menggunakan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor adalah karena Dicky Chandra sebelumnya telah dipidana 8 tahun penjara dalam kasus korupsi Bank Duta tahun 1991. Atau, singkatnya, dalam kasus korupsi, Dicky Chandra Dinata bukanlah orang baru melainkan seorang residivis.

Namun, pada 20 Juni 2006, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak tuntutan JPU. Dan, Dicky hanya divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima tahun penjara.

Ketika itu, majelis hakim menolak pidana mati yang dituntutkan JPU. Alasannya, lantaran Pasal 2 ayat (2) UU No. 31/1999 yang dijadikan dasar oleh JPU mengajukan tuntutan tersebut tidak disertakan dalam surat dakwaan.

Menurut majelis hakim, dalam tuntutannya JPU tidak boleh menyimpang dari pasal yang telah didakwakan sebelumnya atau yang tercantum dalam surat dakwaan. Majelis hakim menambahkan, surat dakwaan memiliki fungsi sebagai batasan-batasan bagi JPU dalam melakukan pembuktian serta mengajukan tuntutan. Sedangkan bagi hakim, surat dakwaan merupakan rujukan dalam menjatuhkan putusan.

Artinya, sekalipun pada kenyataannya Dicky Chandra Dinata dapat dituntut hukuman mati dengan menggunakan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, namun karena pasal tersebut tidak dicantumkan atau disertakan JPU dalam dakwaannya, maka majelis hakim menolaknya.

Sikap majelis hakim dalam menolak tuntutan JPU sangat tepat. Karena menurut Pasal 182 KUHP ayat 4 ditegaskan, "Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang."

Kasus Korupsi Asabri: Hakim Dipastikan Menolak Tuntutan JPU

Jika berkaca dari kasus pembobolan Bank BNI yang dilakukan oleh Dicky Chandra Dinata, dengan menggunakan Pasal 182 (4) KUHP, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dipastikan akan menolak hukuman mati terhadap Heru Hidayat sebagaimana tuntutan JPU.

Bahkan, ada kemungkinan bila tuntutan kepada Heru Hidayat lebih ringan dari Dicky Chandra Dinata. Pasalnya, Heru bukan seorang residivis, sementara Dicky diketahui sebagai residivis dalam tindak pidana yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun