Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi Asabri: 3 Keserampangan dalam Tuntutan Hukuman Mati terhadap Heru Hidayat

8 Desember 2021   15:16 Diperbarui: 11 Desember 2021   15:59 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar Transparency International (Sumber: Dok Pri)

Sementara, tindak pidana korupsi Asabri senilai Rp 23 triliun yang dilakukan oleh Heru Hidayat dalam rentang waktu 2012-2019 pada saat negara sedang dalam kondisi baik-baik saja. 

Dengan begitu, "kondisi tertentu" pada saat Heru merugikan negara seperti juga "kondisi tertentu" pada saat Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathonah, Setya Novanto, Muhammad Nazaruddin dan lainnya melakukan tindak pidana korupsi. Faktanya, "kondisi tertentu" dalam, hal ini negara sedang baik-baik saja tidak membuat mereka dijatuhi hukuman mati.

Hukuman Mati tidak Timbulkan Efek Jera

"Dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, ..." kata JPU dalam tuntutannya.

Dari pernyataan JPU tersebut bisa disimpulkan bila hukuman mati terhadap Heru Hidayat dalam kasus korupsi Asabri demi menimbulkan efek jera. Tujuannya untuk mencegah dan memberantas, setidaknya menekan, tindak pidana korupsi.

Namun faktanya, berdasarkan indeks korupsi yang dirilis oleh Transparency International pada Januari 2021, hukuman mati terbukti sama sekali tidak menimbulkan efek jera.

Sejak beberapa tahun yang lalu Selandia Baru, Denmark dan Finlandia telah menghapus pemberlakuan hukuman mati, termasuk terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

Menurut Transparency International, corruption perceptions index atau indeks persepsi korupsi ketiga negara tersebut dipandang baik. Selandia Baru dan Denmark menduduki posisi puncak dengan torehan skor yang sama, yaitu 88 dari 100 sebagai skor tertinggi. Sementara, Finlandia menyusul dengan angka indeks 85.

Sebaliknya, China dan Korea Utara memiliki indeks rendah meski ketiga negara di kawasan Asia itu masih memberlakukan hukuman mati, China menduduki posisi ke-78 dengan skor 42. Korea Utara bahkan hanya mencatatkan skor 18 dan menduduki posisi ke-170 dari 180 negara. Padahal kedua negara tersebut masih memberlakukan hukuman mati. Indonesia sendiri berada di posisi 102 dengan skor 37.

Dari rilis Transparency International tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa alasan JPU menjatuhkan hukuman mati terhadap Heru Hidayat bukanlah strategi yang efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun