Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Permintaan Penghapusan Konten kepada Google, Langkah Menkominfo Johnny Plate Konstitusional

25 Oktober 2021   16:22 Diperbarui: 25 Oktober 2021   16:28 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam laporan transparansi terbaru yang dirilis Google, Indonesia ternyata menempati posisi ke-10 sebagai negara dengan volume permintaan penghapusan konten tertinggi dan posisi ke-1 sebagai negara dengan volume item konten terbanyak.

Selama periode Januari - Juni 2021, ada 362 permintaan penghapusan konten yang berasal dari Indonesia. Dari penelusuran, kategori konten yang dihapus meliputi copyright, defamation, drug abuse, hate speech, hingga fraud.

Adapun untuk rincian, ada 358 permintaan berasal dari Kemkominfo dengan keseluruhan konten yang dihapus mencapai 254.399. Mengenai jumlah permintaan ini, Dedy menuturkan, angka permintaan penghapusan konten tersebut bersifat dinamis menyesuaikan kondisi yang ada.

Dari ratusan ribu konten tersebut, berdasarkan laporan transparansi, permintaan penghapusan konten paling banyak diminta oleh Kemkominfo. Baru setelahnya permintaan lain berasal dari pengadilan maupun permintaan lainnya.

Terkait dengan laporan penghapus konten dan informasi dari layanan Google Search dan YouTube tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengapresiasi upaya pengelola platform digital untuk bersama-sama menjaga ekosistem digital Indonesia.

"Laporan transparansi yang disampaikan oleh Google tersebut tentu menjadi pertimbangan pemutakhiran kebijakan untuk menjaga ekosistem digital Indonesia bersih dari konten yang melanggar peraturan perundang-undangan," tutur juru bicara Kemkominfo, Dedy Permadi, melalui pesan singkat pada Tekno Liputan6.com pada 23 Oktober 2021.

Sembari merujuk laporan Digital Indonesia 2021 dari We Are Social dan Hootsuite mengenai jumlah pengguna internet yang meningkat 15,5 persen pada Januari 2021 dibanding 2020, Dedy menegaskan bahwa banyaknya permintaan penghapusan yang dilayangkan Kemkominfo tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam aspek, seperti tingkat literasi digital hingga jumlah pengguna internet. 

Karenanya, kementerian yang kini dipimpin oleh Johnny G Plate ini terus melakukan berbagai macam upaya untuk menjaga ekosistem digital Indonesia, baik melalui edukasi literasi digital, kolaborasi dengan pengelola platform digital untuk melakukan pemutusan akses terhadap konten yang melanggar perundang-undangan, serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Selain itu, Kemkominfo pun mengimbau pada seluruh elemen publik untuk bersama-sama menjaga agar ekosistem digital Indonesia tetap produktif dan kondusif. 

 

Google mengatakan pihaknya meninjau secara cermat permintaan yang diajukan untuk menentukan apakah sebuah konten memang benar-benar melanggar persyaratan hukum setempat. Artinya Google tidak sembarangan mengabulkan permintaan penghapusan.

"Kami selalu menilai keabsahan dan kelengkapan permintaan pemerintah," tulis Google seperti dikutip dari situs resminya, Jumat (22/10/2021). Untuk itu, laporan transparansi yang dibuat Google ini hanya mencakup tuntutan yang dibuat pemerintah dan pengadilan.

 

Apakah Permintaan Penghapusan Salah?

Pada akhir Mei 2019, pengguna internet Indonesia mengeluhkan sulitnya mengakses beberapa aplikasi sosial media yaitu Whatsapp , Facebook, dan Instagram. Ternyata pemerintah membatasi beberapa akses platform fitur sosial media dan layanan messaging (chatting).

Ketika itu, melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Menteri Koordinator Politik Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, pemerintah memberi alasan bahwa pembatasan tersebut untuk membatasi provokator mem-posting video, meme, dan foto terutama peredaran hoax yang terkait demonstrasi penolakan atau ketidakpuasan terhadap hasil Pilpres 2019.

Menurut Menkopolhukam kebijakan ini diambil karena adanya skenario untuk melakukan kekacauan, menciptakan antipati kepada pemerintahan yang sah dan menyerang aparat keamanan.

Karenanya, pembatasan akses ke sejumlah platform media sosial ketika itu sudah tepat, bahkan sesuai dengan konstitusi. 

Sebab, menurut Pasal 40 poin 2a UU No 19 tahun 2016 yang mengubah UU No 18 tahun 2008 tentang ITE menyebutkan, "Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Selanjutnya, dalam Pasal 40 poin 2b disebutkan, "Dalam melakukan pencegahan, pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum."

Karena, sesuai konstitusi, pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Logikanya, jika pemutusan koneksi internet saja sudah sesuai konstitusi, maka penghapusan konten atau permintaan penghapusan konten tidak bertentangan dengan konstitusi. Terlebih jika konten yang dihapus atau yang dimintakan dihapus tersebut meliputi copyright, defamation, drug abuse, hate speech, hingga fraud.

Dan, meskipun konstitusi Republik Indonesia tidak mengaturnya, penghapusan konten atau permintaan penghapusan konten masih bisa dibenarkan karena asas 'Salus Populi Suprema Lex Esto' atau 'Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi'. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun