Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menurut "Wahyu Topeng Waja" Begini Akhir Petualangan Moeldoko di Demokrat

8 Maret 2021   10:41 Diperbarui: 8 Maret 2021   11:02 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wahyu Topeng Waja" yang dalam pewayangan Jawa mengisahkan tentang perebutan senopati perang antara Gatotkaca dan Boma Narakasura kini seolah dilakoni oleh AHY dan Moeldoko. Tentu saja antara AHY dan Moeldoko tidak merebutkan topeng yang terbuat dari baja, melainkan surat keputusan yang ditandatangani Menkum HAM.

Perebutan "topeng waja" antara AHY dan Moeldoko memuncak pasca KLB yang dihelat kubu Moeldoko di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 5 Maret 202. Moeldoko secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Karenanya, diakui atau tidak oleh kubu AHY,  secara de facto, saat ini telah terjadi dualisme kepemimpinan.

Sejumlah pengurus daerah Partai Demokrat kubu AHY pun kompak menyatakan penolakannya atas hasil KLB Demokrat kubu Moeldoko. Bahkan, SBY selaku Ketua Majelis Tinggi versi kubu AHY sudah mendeklarasikan perang terhadap hasil KLB Demokrat kubu Moeldoko.

"Ibarat peperangan, perang yang kita lakukan adalah perang yang dibenarkan. Sebuah war of necessity. Sebuah justice war, perang untuk mendapatkan keadilan," kata SBY dalam konferensi pers sebagaimana dikutip CNNIndonesia.com.

Kekisruhan yang melanda Demokrat yang sudah berlangsung sejak akhir Januari 2021 ini mendapat sorotan sejumlah kalangan, mulai dari pengamat politik, pengamat hukum, politisi, akademisi, dan tidak ketinggalan netijen. Masing-masing menyampaikan pendapatnya sesuai sudut pandangnya. Tidak sedikit dari mereka yang mencoba memprediksikan akhir dari dualisme Partai Demokrat. Ada yang berpendapat kubu Moeldoko akan mendapat "Wahyu Topeng Waja" dari pemerintah. Ada pula yang beropini sebaliknya.

Tetapi, jika dikait-kaitkan dengan lakon Wahyu Topeng Waja, bagaimana akhir dari dualisme kepemimpinan Partai Demokrat ini?

Sekilas Kisah Wahyu Topeng Waja

Di Kerajaan Amarta, Werkudara atau Bima memegang dua jabatan penting sekaligus: jaksa agung dan senopati. Putra kedua Pandu Dewanata itu kemudian ingin melepas jabatannya sebagai senopati perang. 

Ketika itu, Baratayudha antara kubu Pandawa melawan kubu Kurawa sudah tinggal menunggu gong dibunyikan. Karenanya, pemegang jabatan senopati perang bukanlah orang sembarangan. Ia haruslah seorang yang sakti mandraguna, mampu memimpin pasukan, dan tentu saja memiliki jam tetbang yang cukup.

Setelah musyawarah yang diikuti para senior dan pinisepuh Pandawa, dimufakatilah Gatotkaca sebagai Senopati Kerajaan Amarta yang selanjutnya akan memimpin pasukan Pandawa dalam Baratayudha.


Namun, sekalipun telah melewati proses musyawarah yang alot dan kesepakatan telah dicapai, terpilihnya Gatotkaca tetap saja membuahkan ketidakpuasan dari sejumlah pihak, tidak terkecuali kakak Gatotkaca sendiri: Antareja.

Dalam pandangan Antareja, Gatotkaca hanyalah ksatria instan. Pasalnya, Gatotkaca menjadi sakti bukan lantaran menjalani tahapan sebagaimana ksatria-ksatria pada umumnya, melainkan karena tuah senjata-senjata sakti para dewa yang dilebur di dalam kawah Candradimuka saat bayi Gatotkaca digodok di dalamnya.

Antareja pun memberontak. Ia menganggap ayahnya pilih kasih dan lebih menyayangi Gatotkaca daripada dirinya. Pemberontakan Antareja ini dikisahkan dalam lakon "Antareja Mbalelo".

Dalam "Wahyu Topeng Waja" dikisahkan tentang Gatotkaca yang tengah sakit parah saat ia terpilih sebagai senopati. Putra kedua Bima itu dikisahkan tidak mampu lagi menggerakkan badannya sehingga ia hanya bisa berbaring. Bahkan, untuk sekadar bicara saja Gatotkaca tak mampu. Karena kondisinya itu, Gatotkaca dipandang tidak sanggup mengemban tugasnya sebagai senopati perang.

Melihat kondisi Gatotkaca yang lumpuh, Boma Narakasura memohon kepada ayahandanya, Sri Kresna, untuk bisa menggantikan Gatotkaca sebagai Senopati Amarta.

Awalnya Sri Kresna menolak keras keinginan putranya itu. 

"Kamu bukan keturunan Pandawa, seperti Gatotkaca, Antareja, Antasena, Wisanggeni, Abimanyu, Irawan, dan lainnya. Kamu bukan dari internal Pandawa, tapi eksternal," tolak Kresna.

Namun, lambat laun Kresna terbujuk juga. Kresna pun merestui bahkan mendukung ambisi putranya.

Kresna tahu bila seorang Senopati yang direstui Dewa harus memiliki Topeng Waja atau Topeng Baja. Kresna pun tahu bila dengan topeng itu pula Gatotkaca dapat disembuhkan dari penyakitnya. 

Demi rasa cintanya kepada putranya, Kresna pun melesat ke Kayangan tempat Topeng Waja disimpan oleh Batara Guru. Kemudian dengan segala tipu muslihatnya, Kresna berhasil mendapatkan Topeng Waja dari Batara Guru.

Di tengah perjalanan, Kresna berpapasan dengan Antasena dan Wisanggeni. Keduanya adik dan sepupu Gatotkaca yang tengah mencari Topeng Waja. Melihat Topeng Waja berada di tangan Kresna, keduanya lantas berusaha merebutnya. Dalam perkelahian yang sengit, Topeng Waja terlempar dari genggaman tangan Kresna dan melayang jauh.

Topeng Waja itu kemudian jatuh tepat di wajah Gatotkaca. Mendadak Gatotkaca sembuh dari sakitnya dan langsung pulih seperti sedia kala.

Begitu pulih, Gatotkaca langsung menghajar Boma yang mencoba merebut jabatannya. Terjadilah perkelahian sengit antara Gatotkaca melawan Boma yang masih terbilang saudara sepupu. 

Dengan bantuan kakeknya, Boma berhasil memukul telak wajah Gatotkaca yang saat itu menggunakan Topeng Waja. Topeng yang terbuat dari baja itu pun pecah berkeping-keping. Kepingannya merobek kulit wajah Gatotkaca hingga merusak wajahnya. Ksatria Pringgondani itu pun terjengkang. Darah segar bercucuran membasahi wajahnya.

Saat situasi tengah tidak menguntungkan bagi Gatotkaca, datanglah Batara Narada. Tangan kanan Batara Guru ini membawa serta topeng yang terbuat dari perunggu. Topeng ini dibuat oleh Batara Ramayadi sebagai pengganti Topeng Waja yang dibawa lari oleh Kresna.

Topeng perunggu sebagai penanda senopati yang direstui oleh para dewa itu pun dikenakan di wajah Gatotkaca. Wajah Gatotkaca yang rusak parah seketika pulih. Kembali Gatotkaca menghajar Boma.

Ketika AHY dan Moeldoko Berebut Topeng Waja

Boma Narakasura yang bukan termasuk keluarga Pandawa. Sementara Moeldoko bukan kader Demokrat. Keduanya, Boma dan Moeldoko sama-sama diposisikan sebagai orang luar atau eksternal. 

Sebagai orang eksternal Boma dinilai tidak pantas cawe-cawe urusan internal keluarga Pandawa, apalagi sampai menginginkan jabatan senopati. Sedangkan Moeldoko yang bukan kader Demokrat oleh kubu AHY dianggap haram ikut campur urusan dapur Demokrat, apalagi sampai menduduki jabatan ketua umum.

Seperti Gatotkaca dan Boma yang saling pukul, begitu juga dengan AHY dan Moeldoko. AHY menyerang Moeldoko. Begitu juga sebaliknya. Jika mengamati media sosial, serangan terhadap AHY jauh lebih terstruktur, sistematis, dan masif dibanding lawannya. 

Parahnya lagi, bagi AHY, netijen yg selama ini memosisikan diri berseberangan dengan Istanai tidak seluruhnya mendukung AHY. Banyak dari kelompok netijen ini yang justru mengungkapkan ketidaksukaannya pada AHY, SBY, dan Demokrat. Rizal Ramli, misalnya. Ekonom ini menyentil praktek feodalisme dan nepotisme dalam partai politik.

"Praktek politik apa yang terjadi jika sistem demokratis tapi partai-partainya tidak demokratis?" cuit Rizal lewat akun Twitter @RamliRizal.

"Feodal dan nepotis, bagaikan perusahaan keluarga, maka hasilnya cepat atau lambat akan jadi otoriter," sambungnya.

Akibatnya, seperti yang dialami Gatotkaca, AHY babak belur.

Seandainya Batara Narada tidak datang pada waktu yang tepat dan membawa Topeng Perunggu, habislah Gatotkaca. Begitu juga dengan AHY. Nasib AHY kini tergantung pada sikap Istana. Jika Istana menyatakan KLB kubu Moeldoko ilegal, maka selamatlah AHY. Sebaliknya, jika Istana memutuskan KLB kubu Moeldoko legal, maka tamatlah AHY.


Namun demikian, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa yang menjadi pegangan pemerintah adalah AD/ART tahun 2020. Pernyataan Mahfud ini bisa dianggap sebagai isyarat bila pemerintah menganggap KLB kubu Moeldoko tidak sah alias ilegal.

Bila mengacu pada pernyataan Mahfud tersebut, "Wahyu Topeng Waja" tetap di tangan AHY sebagai Ketum Demokrat yang terpilih secara aklamasi pada Maret 2020.

Dengan demikian, bila mengacu pada pernyataan Mahfud yang diucapkan pada 7 Maret 2021, Moeldoko tidak akan mendapatkan "Wahyu Topeng Waja" atau surat keputusan yang diteken Menkum HAM yang diimpikannya. Dan, selanjutnya, tamatlah petualangan Moeldoko di Demokrat.

Moeldoko akan bernasib seperti Boma yang gagal mendapatkan jabatan senopati. Sebaliknya, sebagaimana Gatotkaca, AHY akan terus menjalani perannya sebagai Ketum Demokrat yang sah menurut negara.

Dalam pewayangan Jawa,, kisah Gatotkaca mempertahankan tongkat senopatinya bukan hanya ada dalam lakon "Wahyu Topeng Waja". Tapi juga dikisahkan dalam "Antareja Mbalelo. Seperti halnya "Wahyu Topemg Waja", keterlibatan kelompok eksternal pun sangat kental dalam kisah "Antareja Mbalelo". Bahkan, dalam "Antareja Mbalelo", kelompok eksternal berhasil mengadu domba Gatotkaca dengan Antareja. Adu domba ini mirip dengan adu domba antara AHY dan Ibas.

Tunggu dulu. Ada satu lagi yang menarik. Dalam "Wahyu Topeng Waja" muncul tokoh bernama Batara Ramayadi. Sementara KLB kubu Moeldoko digelar di provinsi yang dipimpin oleh Edi Rahmayadi. Apakah sebuah kebetulan.

KLB Demokrat: SBY Sudah Isyaratkan Lempar Handuk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun