Ditayangkannya “Medical Report Summary” Novel Baswedan oleh Mata Najwa ini menarik. Sebab, pada akhir Oktober 2019 dokumen yang sama diedarkan sejumlah akun di media sosial, khususnya Twitter.
Agar lebih jelas mari kita bandingkan antara Medical Report Sumarry tersebut dengan Laporan Komnas HAM.
Jelas sudah Komnas HAM saja mengakui keabsahan Medical Report Sumarry dari Eye and Retina Surgeons Singapore itu. pic.twitter.com/7qCsIYCxa6— #99 (@PartaiSocmed) October 26, 2019
Namun saat itu belum bisa diketahui sumber “Medical Report Summary” Novel Baswedan.
Berbeda setelah menyaksikan Mata Najwa. Dalam Mata Najwa yang seperti yang videonya diunggah oleh akun Najwa Shihab mulai menit 3.30 terrekam dialog antara Najwa Shihab dengan Novel Baswedan.
“Saya ingin menunjukkan rekam medis. Anda tidak keberatan?” kata Najwa Shihab kepada Novel Baswedan.
“Saya memiliki rekam medis yang dikeluarkan rumah sakit di Singapura yang memberikan keterangan tentang luka-luka dan kondisi mata dari Novel Baswedan. Ini adalah resmi rekam medis yang dikeluarkan rumah sakit di Singapura," sambung Najwa.
Mendengar Najwa mengatakan “Anda tidak keberatan?” dan “Ini adalah resmi rekam medis”, Novel tidak menyatakan keberatannya.
Rekam medis atau Medical Summary Report adalah dokumen yang dikeluarkan rumah sakit dan ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien. Dokumen yang hanya dimiliki oleh pihak rumah sakit dan pasien ini bersifat rahasia. Kalau dokumen tersebut sampai bocor, salah satu atau kedua pihak adalah pelakunya.
Dari dialog yang ditayangkan Mata Najwa tersebut bisa disimpulkan bila dokumen yang diduga palsu tersebut bersumber dari Novel Baswedan sendiri. Selanjutnya bisa disimpulkan bila ada pihak atau kelompok di lingkungan yang diduga memalsukan dokumen rekam medis Novel Baswedan.
Dan, sepertinya, kejanggalan-kejanggalan pada dokumen rekam medis Novel Baswedan terkait erat dengan penampakan kondisi mata Novel Baswedan yang lebih buruk dari kondisinya pada saat direkam oleh reporter NET TV.
Sebenarnya, kondisi mata Novel Baswedan tidak mempengaruhi proses hukum terhadap pelaku penyerangan. Pelaku tetap bisa divonis dengan pasal-pasal tindak pidana yang membuat korbannya mengalami cacat fisik.