Dari material dalam konstruksi gugatannya, jelas terbaca jika tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga memang sengaja "men-Jaka Sembung-kan" dirinya sendiri.
Begitu juga dengan saksi-saksi yang dihadirkan. Bambang Cs seolah tidak melakukan pengujian kepada para saksi sebelum mendaftarkan nama-nama mereka.
Misalnya terhadap Profesor Jaswar Koto. Nama Jaswar Koto yang sebelumnya tidak dikenal seharusnya menarik perhatian Bambang Cs. Bagaimana mungkin Denni Indrayana dan Tekuku Nasrullah yang bergelar Profesor Doktor tidak menyadari adanya kejanggalan dalam rekam jejak akademik Jaswar Koto. Apakah tim kuasa hukum pasangan nomor urut nomor 02 hanya mengangguk-angguk ketika membaca CV yang disodorkan Jaswar?
Bambang Widjojanto sadar sepenuhnya sadar jika sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden 2019 yang digelar lewat speedy trial. Untuk itu, sebagai pemohon, Bambang seharusnya bisa memanfaatkan waktu yang terhitung singkat tersebut untuk membuktikan tuduhannya. Tetapi, nyatanya, Bambang lebih memilih menjadi "Jaka Sembung".
Padahal sampai MK membuka pintu gugatan Pilpres 2019 pada 23 Mei 2019, tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan bukti dan saksi yang akan dibawanya. Setidaknya sejak Pilpres 2019 yang dilangsungkan pada 17 April 2019.
Kenapa Bambang Jadi "Jaka Sembung"?
Jika membaca biografi Bambang Widjojanto, sulit untuk menstempelnya sebagai sosok yang tidak memiliki kerangka logika dalam berpikir, apalagi "Jaka Sembung". Artinya, ada sesuatu yang sedang dimainkan Bambang selama tampil sebagai "Jaka Sembung" di atas panggung MK.
Setidaknya ada tiga kemungkinan Bambang Widjojanto memilih peran "Jaka Sembung" yang menjadikan dirinya bahan guyonan netijen.
Pertama, Bambang sama sekali tidak memiliki bukti kecurangan Pilpres 2019 yang dimenangkan oleh Jokowi-Maruf. Terbukti, tidak ada satu pun hasil rekapan penghitungan suara manual, dari tingkat TPS sampai tingkat KPU pusat, yang disodorkan sebagai bukti adanya kecurangan dalam Pilpres 2019.
Memang benar, Bambang menghadirkan saksi-saksi "lapangan" dalam sidang MK. Tetapi, tidak seorang pun dari saksi yang menyoroti adanya dugaan kecurangan dalam tahapan penghitungan suara manual.
Begitu juga dengan Prabowo. Capres yang sudah dua kali dikalahkan Jokowi dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 ini pastinya juga sudah tahu jika pihaknya sebagai pemohon tidak memiliki bukti yang dapat menggugurkan hasil Pilpres 2019.