Karena sikap MK tersebut, lembaga survei yang menayangkan hasil gaweannya setelah dua jam setelah pemungutan suara di zona Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) berakhir tidak bisa dipidanakan.
Sementara, tuduhan jika lembaga survey melakukan tindak pidana kebohongan publik hanyalah tudingan nyeleneh dan sulit dibuktikan, sebab quick count hasil pemungutan suara menggunakan metode ilmiah yang telah teruji keakuratannya. Kecuali bila pelapor mampu membuktikan adanya penyimpangan atas metodologi quick count yang dilakukan oleh pihak terlapor. Dengan demikian, tudingan keenam lembaga survey tersebut melanggar Pasal 28 UU No. 11/2008 secara otomatis gugur dengan sendirinya.
Singkatnya, terkait penayangan hasil quick count, kualitas Pemilu 2019 jauh lebih baik dari Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Kalaupun ada sejumlah pihak yang mempersoalkannya, sikap tersebut tidak lebih dari luapan kekecewaan yang pastinya tidak didasari oleh nalar sehat.
Lagipula, bagi lembaga survey, rilis quick count merupakan adu gengsi. Jadi sangat tidak masuk akal bila lembaga survey memainkan hasil penelitiannya hanya demi menyenangkan salah satu pasangan calon.
Di luar itu semua, publikasi quick count pada Pemilu 2019 yang ditayangkan setelah setelah pemungutan suara di zona waktu WIB berakhir sama sekali tidak mempengaruhi pilihan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H