Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Beda Pandang Jokowi dan Fahri Hamzah Soal Posisi KPK

18 Maret 2019   22:58 Diperbarui: 18 Maret 2019   23:03 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi Kompas.com

"Mumpung ada permintaan dari KPK, maka ini jalan pemerintah untuk membubarkannya. Dan, saya siap membantu Pak Jokowi untuk merancang pembuatan Perppu deh. Gratis nggak usah bayar. Saya juga kan mau pensiun dari DPR ini," pinta Fahri Hamzah pada 30 November 2018 sebagaimana yang dikutip Detik.com.

Ketika itu Fahri berupaya mencuri kesempatan setelah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, meminta kepada Presiden agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Udang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Perppu Tipikor).

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera ini, permintaan Agus tersebut merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk membubarkan lembaga antirasuah tersebut.

Bukan hanya itu, karib sekaligus kolega koruptor kuota impor daging sapi sekaligus mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq ini pun mengaku siap untuk menjadi konsultan dalam merancang Perppu Tipikor.

Tekad bulat Fahri untuk membubarkan KPK bukan kali itu saja terungkap. Setidaknya, sebelumnya, sudah dua kali sahabat dekat koruptor Ahmad Fathonah ini melontarkan keinginannya tersebut.

Pada 20 Februari 2019, Fahri menuding ada konspirasi jahat antara Muhammad Nazaruddin dengan oknum KPK. Tudingan tersebut dilontarkan Fahri lantaran namanya disebut Nazaruddin terlibat dalam suatu kasus korupsi.

Sekitar setengah tahun sebelumnya, Fahri yang juga Wakil Ketua DPR RI ini mendesak Jokowi untuk segera mengevaluasi keberadaan KPK dan Komnas HAM. Katanya, kedua lembaga itu sudah tidak diperlukan lagi lantaran merupakan bagian dari auxiliary state's organ yang bekerja menunjang kerja pemerintah, namun dalam praktiknya kedua lembaga tersebut bekerja di luar batas kewenangan.

Atas permintaan pembubaran KPK yang disodorkan oleh Fahri tersebut, Jokowi sama sekali tidak menggubrisnya. Jokowi bahkan mengambil sikap dengan menjaga jarak dari KPK, dalam artian tidak mencampuri upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK.

Sebagai kepala negara, Jokowi pastinya mendapatkan informasi-informasi A1 tentang segala rupa kegiatab dan rencana KPK. Lewat intelijen itulah Jokowi mengetahui jika KPK tengah membidik orang-orang di sekitarnya.

Dan, sebagai presiden yang pastinya memiliki jejaring luas, Jokowi bisa saja mengambil tindakan pencegahan sebelum orang-orang dekat dan terdekatnya diincar KPK.

Faktanya, selama Jokowi memanggul tanggung jawab memimpin negeri ini, sejumlah orang-orang dekat Jokowi diringkus KPK. Malah, Ketua Umum PPP, parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin, Romahurmuzly diringkus melalui operasi tangkap tangan. Lebih tragis lagi, Romahurmuzli di-OTT pada 15 Maret 2019 atau sekitar satu bulan jelang pelaksanaan Pemilu 2019.

Seandainya Jokowi mengikuti masukan Fahri, pastinya Romi tidak akan berkasus dengan KPK. Begitu juga dengan Setya Novanto, Idrus Marham, dan juga sejumlah kader PDIP.  

Tidak kalah menarik adalah respon Jokowi atas kasus korupsi yang menjerat Romi. Dalam satu pernyataannya Jokowi tetap menganggap Romi sebagai kawan lama. Jokowi pun mengaku sedih atas kasus yang menimpa pendukungnya tersebut, Namun demikian, Jokowi tetap menghormati proses hukum terhadap Romi.

Bukan hanya itu, Jokowi malah menolak mengomentari saat wartawan menanyakan kepadanya tentang adanya indikasi ter-OTT-nya Romi sebagai buah dari penjebakan,

Padahal bisa saja Jokowi membenarkan indikasi tersebut sekaligus menyerang kubu paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai sutradara atas tertangkapnya Romi. Tetapi, Jokowi dan kubunya tidak melakukannya.

Sikap yang ditunjukkan oleh para pendukung pasangan nomor urut 01 ini sungguh bertolak belakang dengan reaksi kubu paslon nomor urut 02 saat Ratna Sarumpaet ditahan setelah Polri membongkar hoax penganiayaan terhadap dirinya. Bahkan, gegara bertindak cepat dalam membongkar hoax yang dilakukan Ratna, Polri pun terkena getahnya karena dituding sebagai bagian dari pelaku konspirasi.

Lebih jauh lagi, jika mencermati permintaan Fahri Hamzah yang ingin membubarkan KPK, sudah sangat jelas jika kubu 02 justru ingin melemahkan penegakan hukum yang merupakan salah satu tujuan berdirinya republik ini.

Pernyataan Fahri tentang alasan-alasannya yang ingin membubarkan KPK tersebut mengindikasikan jika kubu 02 menempatkan KPK sebagai instrumen politik. Sementara sikap Jokowi yang tidak mau merespon penangkapan Romi menunjukkan jika sebagai Presiden RI dan juga warga negara Republik Indonesia, Jokowi memosisikan KPK sebagai instrumen hukum.

Dari perbedaan sikap antara kedua paslon capres-cawapres beserta para pendukungnya, tersebut bisa diambil kesimpulan bila Jokowi-Maruf merupakan paslon yang konsisten pada penegakan hukum dengan tidak mengintervensinya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun