Ada sejumlah faktor yang menyebabkan hasil survei berbeda, bahkan bertolak belakang, dengan hasil resmi pemilu, salah satunya blunder yang dilakukan oleh kontestan pemilu atau elit pendukungnya.
Tetapi, terpenting bagi konsumen hasil survei adalah metodologinya. Jika metodologinya benar, maka hasil survei tersebut juga benar. Karenanya, jika metodologinya sudah benar, sebenarnya tidak ada hasil survei yang mendapat stempel "meleset".
Berbeda dengan hasil survei yang dirilis Median. Jangankan soal metodologi, Median yang hasil surveinya selalu di-viral-kan oleh pendukung Prabowo ini masih belum memahami definisi dari tingkat elektabilitas.
Disalin-tempel dari Kompas.com, "Terbukti, dari survei tersebut, sebanyak 20 persen konstituen Demokrat masih memilih SBY sebagai calon presiden. Padahal, nama Presiden RI dua periode itu tidak dimasukkan ke dalam daftar pilihan karena sesuai aturan tak memungkinkan lagi untuk mencalonkan diri."
Perhatikan, "... Padahal, nama Presiden RI dua periode itu tidak dimasukkan ke dalam daftar pilihan...".
Pertanyaannya sangat begitu sederhana, bagaimana mungkin responden bisa memilih SBY, kalau nama SBY tidak ada dalam daftar?
Lebih membingungkan lagi jika membaca "apabila pilpres digelar saat ini".Bukankah dalam pemilu pemilih hanya bisa mencoblos pasangan calon yang fotonya terdapat pada surat suara. Di luar itu tidak bisa.
Jika pada surat suara hanya tercetak foto Jokowi berserta pasangannya, foto Prabowo dan pasangannya, dan foto Gatot Swandito yang berdampingan dengan pasangannya, apakah bisa pemilih mencoblos Susilo Bambang Yudhoyono dengan pasangannya?
Karena survei Media sedikit banyak mengacu pada pelaksanaan pilpres, maka jika ada responden yang mengucapkan nama di luar nama-nama yang terdaftar, seharusnya jawaban responden tersebut dianggap tidak dicatat, apalagi sampai diolah yang kemudian dipublikasikan lewat media.
Bahasa gampangnya, "Barangnya saja tidak ada, kok bisa-bisanya ada yang beli".
Nama SBY baru mungkin keluar dalam katagori top of mind dan popularitas Ketika itu, responden bisa menyebut nama tokoh, siapa pun itu, yang terlintas dalam benaknya. Responden menyebutkan siapa saja karena pertanyaan top of mind dan popularitas bersifat terbuka.