Ada poster bertuliskan "Harga BBM Naik: Khilafah Solusinya". Ada juga poster yang ditulisi " Tempe Setipis Kartu ATM: Khilafah Solusinya".
Rombongan itu terus berjalan melintasi kolong jembatan penyeberangan yang dipasangi papan iklan bertuliskan "Mual, Mules, Perih, Kembung: ... Prom*g Obatnya".
"Jangan-jangan ide ' Khilafah Solusinya' itu datang dari iklan obat mag," pikirku.
Dari rombongan pendemo keluar sesosok lelaki berambut tipis satu sentian. Matanya sipit. Kulitnya kuning.Â
Dari dalam saku celananya lelaki itu mengeluarkan benda mirip smartphone. Lalu ia melakukan gerakan seperti orang sedang berpose untuk pemotretan sambil mengangkat benda mirip smartphone sejajar dengan kepalanya.
Sepertinya dia sedang selfie.
Rasa-rasanya wajah lelaki itu kukenal. "Kokoh Ustadz ... Kokoh Ustadz," panggilku. "Bukankah Kokoh itu ustad yang terkenal itu? Ustadz yang dikenal mengharamkan apa saja, termasuk selfie."
"Itu semua berkat media sosial. Tanpa itu saya ini bukan siapa-siapa."
"Oh ya, ngomong-ngomong sedang demo apa nih?"
"Begini Akhi. Kami mendapat informasi kalau Gatot Swandito masuk surga pada hari ini." Ustadz bermata sipit itu memandangiku dari atas sampai bawah.
"Kenapa dengan Gatot?" tanyaku pura-pura tidak mengenal Gatot.