Setelah melewati perjalanan jauh dan melelahkan sampailah di pintu gerbang surga.
Tak lama menunggu sesosok makhluk tinggi besar datang mendekat.
"Selamat datang, saudaraku ...," makhluk itu melirik kertas yang dipegang tangan kanannya, "Gatot Swandito."
"Sama-sama," sahutku cepat.
"Silakan masuk ke dalam surga yang telah lama menantikan kedatanganmu, Saudaraku."
"Maaf," kataku, "aku tidak mau masuk ke dalam kalau tidak bersama dengan anjing itu," sambungku sambil menunjuk seekor anjing yang sedang rebahan beberapa meter dari tempatku berdiri. "Dengan kata lain, kalau anjing itu tidak boleh masuk, lebih baik aku tidak masuk surga."
Kulihat sudut kiri bibir makhluk itu mengembang lebar. Lalu ia menyorongkan mukanya mendekati wajahku.
"Saudaraku, kamu itu bukan Yudhistira. Kamu itu bukan Puntadewa. Dan, anjing itu juga bukan jelmaan Dewa Brahma," katanya. Senyumnya pun mengembang. "Jadi kamu jangan coba-coba gegayaan. Dan, jangan coba-coba ngeyel."
Tetiba matanya menyorot galak. "Sekarang juga kamu masuk atau tidak sama sekali."
"Baiklah kalau begitu," balasku sambil melangkah menuju pintu yang terbuka lebar.
Lebar pintu itu hanya sekitar satu setengah meter dengan tinggi tidak lebih dari dua meter.