Dan, hoax yang dimaksud oleh Gatot bukan kasus dugaan makar yang tengahditangani Polri, tetapi artikel Nairn yang menyebut Gatot dan sejumlah jenderal aktif terlibat dalam rencana kudeta terhadap Presiden Jokowi.
Seperti yang dialami oleh Prabowo, meski sudah jelas jika pernyataan Gatot tidak bertentangan dengan sikap Polri, namun opini-opini negatif telah membentuk sentimen negatif bagi Gatot.
Itulah realita yang tengah, dan mungkin akan terus berlanjut, apabila Gatot maju dalam Pilpres 2019.
SBY bahkan sempat mengalami serangan opini yang jauh lebih dahsyat lagi.Â
Ketika itu, hanya sehari jelang Pilgub DKI 2017. Penyataan Antasari Azhar yang memohon SBY untuk bersikap jujur dalam kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen digoreng seolah-olah SBY terlibat dalam kasus tersebut.
Dan, hanya dalam beberapa menit setelah pernyataan Antasari itu dipublikasikan, SBY menjadi bulan-bulanan. Demikian juga dengan putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono, yang ketika itu tengah berupaya meraih kemenangan dalam Pilgub DKI 2017.
Dari pengalaman sebelumnya dan situasi dan kondisi keberpihakan media yang masih berlangsung, besar kemungkinan peristiwa yang dialami SBY juga akan terjadi pada capres atau cawapres yang berkompetisi dalam Pilpres 2019 nanti.
Pertanyaannya, apakah para kandidat capres dan cawapres sudah memiliki strategi dalam menghadapi ketidakberpihakan media, setidaknya menjadikan ketidakberpihakan media sebagai wake up call
Â
Artikel lainnya
Ada Kejanggalan pada Tuduhan La Nyalla ke Prabowo