Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apa yang Janggal pada Penyanderaan Warga di Papua?

18 November 2017   10:15 Diperbarui: 18 November 2017   15:42 9266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, setiap kasus penyanderaan pastinya ditangani dengan caranya masing-masing. Jika banyaknya pernyataan justru menambah ancaman terhadap korban, pastinya para pemegang kewenangan lebih memilih untuk bungkam ketimbang banyak cakap.

Spekulasi yang menuding Polri merekayasa penyanderaan warga di Papua untuk mendapatkan kembali persenjataannya yang ditahan oleh TNI juga 100% tidak benar.

Terkait persoalan senjata ini, ada perbedaan pendapat antara Polri dengan TNI. Polri mengatakan jika amunisi yang dibelinya dari Bulgaria tidak mematikan, hanya menimbulkan efek kejut. Sebaliknya, TNI justru mengatakan Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 mm yang diimpor Polri termasuk senjata berat serta mematikan.

Sampai sekarang belum diputuskan manakah yang benar: Polri atau TNI. Tetapi, karena sampai sekarang persenjataan itu masih ditahan pihak TNI, maka SAGL berikut amunisinya termasuk ke dalam persenjataan berat yang mematikan.

Jadi, bagaimana pun situasinya dan berapa pun korban yang jatuh di pihak Polri serta sekuat apa pun persenjataan pelaku, selama persenjataan yang dibeli Polri dari Belgia tersebut masih digolongkan sebagai senjata berat, selama itu pula Polri tidak berhak menggunakannya.

Karenanya, apapun situasinya, Polri tidak mungkin meminta izin dari TNI untuk dapat mengambil senjata yang dibelinya itu. Sebaliknya, bagaimana pun situasinya, TNI pun tidak akan  mengeluarkan izin kepada Polri untuk mengambilnya.

Lebih dari itu, kalau SAGL Kal 40 x 46 mm yang berkategori senjata berat dan mematikan digunakan, artinya sama saja Polri  mencabut "status" KKB yang disematkan kepada pelaku penyanderaan. Lebih jauh lagi, penggunaan senjata berat pastinya akan merusak skenario dalam menuntaskan masalah separatis di Papua.

Kalau begitu, apa mungkin Polri merekayasa penyanderaan warga di Papua untuk mendapatkan persenjataannya yang ditahan pihak TNI?  Jawabannya, sangat tidak mungkin!

Dan, selama pengendali operasi masih dipegang Polri, penyandera warga di Papua masih disebut sebagai pelaku kriminal. Karenanya, sekali pun TNI dilibatkan dalam operasi pembebasan sandera, bukan berarti status pelaku berubah dari KKB menjadi TPN-OPM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun