Kalau kualitas tinta Pilkada Serentak 2017 sama seperti pemilu 2004, 2009, dan 2014, maka dengan cara tertentu tanda pada hari dapat dihilangkan dengan hitungan menit. Mungkin cara menghapus tinta pemilu ini yang belum diketahui oleh Arief.
Selanjutnya, karena pemilih yang sudah terdaftar dalam DPT tidak perlu lagi menunjukkan KTP atau identitas lainnya. Maka tidak mungkin lagi ada pengguna C6 yang akan menunjukkan KTP-nya. Termasuk, kalau terdaftarnya pemilih dalam DPT karena menggunakan KTP palsu.
Dengan demikian, sangat tidak mungkin kasus KTP palsu akan terjadi antara pukul 12.00-13.00.
Kasus KTP palsu baru muncul antara pukul 12.00-13.00. Pengguna hak suara pada waktu antara pukul 12.00-13.00 adalah pemilik suara yang tidak terdaftar dalam DPT. Sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi, pengguna suara berhak menggunakan hak suaranya di RT/RW yang sesuai dengan KTP-nya. Jadi, kalau pemilih beralamat di RT 01/RW09 dan TPS dengan alamat pada KTP-nya adalah TPS 22, ia masih bisa memilih di TPS 26, asal TPS tersebut masih berlokasi di RW 09.
Di sinilah celah bagi penggunaan KTP palsu mulai muncul. Seorang dengan alamat KTP palsu di RT 01/RW 09 bisa memilih di TPS mana saja asal masih berada di RW 09. Tentunya, pengguna KTP palsu akan memilih TPS yang jauh dari alamat yang tertera pada KTP palsunya dengan alasan tidak dikenali oleh warga sekitar. Belum lagi, kalau pengguna KTP palsu tersebut berasal dari luar DKI Jakarta.
Kalaulah KPU mengatakan KTP palsu tidak dapat digunakan untuk mencurangi Pilkada. Untuk apa KPU membutuhkan card reader? Untuk Apa Kemendagri menurunkan Dukcapilnya untuk berkoodinasi dengan petugas KPPS untuk mencegah penggunaan KTP palsu.
Penggunaan card reader jelas tidak mungkin digunakan pada setiap TPS, Karena jumlah TPS saja sudah di atas 13 ribu. Tidak ada biaya bagi KPU untuk memenuhi kebutuhan card reader bagi ke 13 ribu TPS-nya.
Satu-satunya cara adalah dengan cara menempatkan petugas Dukcapil. Tetapi, cara ini pun akan bermasalah, karena aktivitas pemilu setelah TPS dibuka sampai pengumuman pemenang harus dihadiri juga oleh saksi dari setiap kontestan pemilu. Artinya, saksi setiap paslon Pilgub DKI Jakarta juga harus berada di tempat Dukcapil memverifikasi data e-KTP.
Beredarnya e-KTP palsu adalah persoalan bangsa ini. Jadi, janganlah penyelenggara pemilu mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang justru membingungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H