Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hadapi Kepiawaian SBY dalam Berkomunikasi, Pendukung Jokowi/Ahok Cuma Sanggup Menghujat dan Sebar Hoax

7 Februari 2017   10:31 Diperbarui: 7 Februari 2017   11:00 2718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya, mau tanya dulu, siapa sih yang sebenarnya baper, SBY atau para pendukung Jokowi/Ahok? Kalau diperhatikan, SBY kan cuma ngetwit. Apa salahnya SBY ngetwit? Apalagi mantan Presiden RI ke 6 itu berkicau dengan akun peribadinya yang terverifikasi. Jadi terserah SBY dong mau ngetwit bagaimana.

Terus, kenapa pendukung Jokowi/Ahok yang mencak-mencak ngebully SBY dengan segala macam cacian, makian, hijatan, hinaan yang sebegitu menistakannya? Jadi yang baper siapa dong?

Wajar juga sih kalau pendukung Jokowi/Ahok merasa kalah di segala bidang. Kata “merasa” sangat cocok digunakan, karena para pendukung Jokowi/Ahok itu masuk kelas pemilih emosional. Kalau mereka masuk kelas rasional pastinya yang dipkai kata “mikir”.

PKS, HTI, FPI, dll hanya pengapling surga,para kader dakwah ini hanya mengata-ngatai siapa pun yang tidak seiring dengan mengafirkannya. Tetapi, kafir, apapun agamanya (termasuk Islam), masih bisa masuk surga.

Sedangkan para pendukung Jokowi/Ahok adalah pemilik surga. Mereka menyebut siapa pun yang dianggap berseberangan, apapun agamanya, dengan kata munafik, penzinah, koruptor alias maling negara, dan perdikat-peredikat lainnya yang menurut agama tidak akan masuk surga.

Jadi jelas PKS, HTI, FPI, dll hanyalah pengkapling surga. Tetapi pendukung Jokowi/Ahok adalah pemilik surga.   

Tapi, bangsa Indonesia yang telah BerbhinnekatunggalIka selama ribuan tahun ini tidak usah ikuatan baper seperti para pendukung Jokowi/Ahok. Kalau mereka ngebully dengan segala macam cacian, makian, hijatan, hinaan yang sebegitu menistakannya siapa pun yang dianggap berlawanan, biarkan saja. Karena itulah yang cuma bisa mereka lakukan.  

Maka tidak usah heran kalau sampai sekarang pemerintah Jokowi belum menindak tegas situs-situs dan akun-akun pendukungnya yang dikenal luas tukang nge-hoax sekaligus penyebar kebencian terhadap kelompok-kelompok di Indonesia. Karena hanya lewat situs-situs hoax itu para pendukung Jokowi mampu mengekspresikan dirinya.

Contoh, beberapa hari ini kalau nge-klik kata “sby jokowi sadap” muncul banyak tulisan di media arus utama yang menggambarkan kalau kedua tokoh ini pernah menjadi korban penyadapan. Tulisan dari media mainstream ini kemudian diolah oleh para pendukung Jokowi/Ahok menjadi SBY yang baru merasadisadap sudah ngomel-ngomel, sebaliknya, Jokowi yang benar-benar disadap tetap anteng-anteng saja.

Dari tulisan “modivikasi” para pendukung Jokowi yang kebanyakan copas dari sejumlah media saja sudah tahu kalau mereka memang tidak tahu apa-apa tentang berita penyadapan itu. Mereka cuma baper, lantas menuliskan pembelaannya secara membabi buta. Kalau mereka ngebully SBY dengan segala macam cacian, makian, hijatan, hinaan yang sebegitu menistakannya siapa pun yang dianggap berlawanan.

Karena fakta (berita) tidak demikian. Menurut media arus utama, SBY benar-benar disadap. Masih menurut berita, bahkan berita yang dipublish media asing, SBY disadap oleh mata-mata asing.

Sementara, menurut berita nasional, Jokowi dan sejumlah petinggi PDIP mengatakan telah menemukan 3 alat penyadap yang dipasang di 3 ruangan di rumah dinas Gubernur DKI Jakarta yang ditempati Jokowi. Temuan itu tidak dilaporkan kepada kepolisian, tetapi hanya diserahkan kepada PDIP.

Dan sampai detik ini, belum ada satu pun media yang menunjukkan foto alat penyadap yang dtemukan oleh Jokowi. Media belum menunjukkan foto alat penyadap yang dimaksud Jokowi dan para petinggi lainnya, karena Jokowi dan para petinggi PDIP itu tidak pernah memperlihatkannya. Jadi, bisa saja Jokowi dan PDIP ngaku-ngaku tentang ditemukannya alat penyadap itu.

Kelakuan Jokowi ini lebih mirip anak kecil. Si anak kecil bilang ke teman-temannya,”Asyik, saya punya mainan baru.” Pas ditanya, “Mana mainan barunya?” Si anak kecil menjawab “Nggak boleh nanti dimarahi sama Mamah.”

Jadi, bisa saja kalau penyadapan terhadap Jokowi itu cuma hoax belaka. Lewat sandiwara kolosalnya itu, Jokowi dan PDIP ingin menampatkan Jokowi sebagai pihak yang didzolimi. Dan, sandiwara kolosal itu berhasil menipu banyak pendukung emosional Jokowi/Ahok.

Kalau kemungkinan Jokowi disadap itu sangat besar, karena, menurut hitung-hitungan apapun, Jokowi bakal dicapreskan pada Pilpres 2014. Itu juga yang sudah pernah dituliskan di Kompasiana. Jadi jangan heran kalau mendengar Tokoh A, Tokoh B, Tokoh C, dan Tokoh Sebelah disadap. Jangankan para tokoh, wong data pribadi kompasianer saja ada yang mengobok-obok.

Jadi, Jokowi memang disadap. Tetapi, bukti penyadapannya tidak seperti yang disampaikan Jokowi dan para petinggi PDIP lainnya. Bukti itu hanya ada di sistem IT. Dan, itu tidak bisa sembarang orang bisa mengaksesnya.

Sederhananya dan tegasnya, penyadapan terhadap SBY benar-benar terjadi, sebaliknya alat penyadap yang ditemukan Jokowi cuma hoax.

Mengobok-ngobok data para tokoh dan menyadapnya adalah sangat wajar. SBY sewaktu menjadi presiden juga diberitakan melakukan penyadapan terhadap sejumlah menterinya, bahkan Yusril Ihza Mahendra sebagai menteri seniornya. Mungkin dari hasil penyadapan itulah SBY mendengar bisik-bisik kalau uji materi yang diajukan Yusril ke MK akan dikabulkan.

Tapi, ternyata bisik-bisik yang didengar SBY itu salah besar. Ternyata MK tdak mengabulkan judicial review yang dimohonkan oleh Yusril. Soal bisik-bisik ini, SBY sepertinya lupa menganalisa data intelijen yang didengarnya. Jadi kalah kalau denga artikel Kompasianer yang secara tegas dan menyakinkan kalau MK akan menolak gugatan Yusril yang Prof. Hukum tata negara itu.

Nah, tadinya mau nulis tentang penggerudukan para pendukung Jokowi/Ahok ke rumah SBY. Sudah ditulis seperti ini “Sekitar seratusan mahasiswa menggelar rapat di Bumi Perkemahan Cibubur. Bogor. Jawa Barat. Mereka adalah sisa dari 3.000-an mahasiswa dari 25 provinsi yang mengikuti ajang Jambore Nasional dan Silahturahmi Mahasiswa Indonesia.” Tapi, biasa, malah nulis kemana-mana.

Sekarang ini posisi SBY sedang di atas angin atas Jokowi. Iniah yang tidak disadari oleh para pendukung Jokowi/Ahok yang bisanya cuma ngebully dengan segala macam cacian, makian, hijatan, hinaan yang sebegitu menistakannya siapa pun yang dianggap berlawanan. Pendukung Jokowi/Ahok memang kelas unyu-unyu yang hanya menggunakan emosinya ketimbang akalnya, apalagi akal sehatnya.

Para pendukung Jokowi/Ahok kelas unyu-unyunan imut yang masih ngempeng dot ini belum juga menyadari kalau SBY sudah memojokkan Jokowi/Ahok lewat cuitannya dan pidatonya. Karena masih para pendukung Jokowi/Ahok ini bau kencur, yang dilakukan mereka ya cuma “oek-eok” dengan segala macam cacian, makian, hijatan, hinaan yang sebegitu menistakannya siapa pun yang dianggap berlawanan.

Contohnya kasus penyadapan. Ada atau tidak kasus penyadapan itu, kubu Jokowi/Ahok-lah yang terpojokan. Kalau nanti Ahok menang dipengadilan, maka akan mucul opini kalau kemenangan itu diraih karena kekuasaan ikut bermain dengan berbagai cara, termasuk membocorkan rahasia negara. Atau dengan kata lain menggadaikan rahasia negara. Kalau Ahok kalah, artinya Ahok akan didiskualifikasi dari Pilgub DKI 2017.

Contoh lainnya, adalah ditingan SBY kalau ada 3 orang disekitar Jokowi yang menghalang-halangi pertemuan antara dirinya dengan Jokowi. Para pendukung Jokowi/Ahok yang sanggup mencaci, memaki, menghujatan, menghinaan yang sebegitu menistakannya siapa pun yang dianggap berlawanan malah balik menodong SBY untuk menyebutkan ketiga orang yang dituduhnya.

Lho, memang salahnya di mana kalau SBY mengatakan itu dalam pidatonya? Memang salah, gegara pidatonya itu Jokowi jadi serba salah. Kalau Jokowi belum juga menemui SBY berarti tuduhan 3 orang penghalang itu benar. Tapi, kalau Jokowi menemui SBY berarti akan muncul opini kalau Jokowi sudah diizinkan oleh orang di sekitarnya untuk bertemu SBY. Atau, pertemuan itu dimaksudkan untuk menghapus “jejak” ketiga orang yang dimaksud SBY tersebut. Apalagi, yang diungkapkan SBY itu bakanlah hal yang baru, sebelumnya Iwan Piliang sudah mengungkap hal yang hampir sama.

Banyak para pendukung Jokowi/Ahok yang bersuka cita karena tulisannya diklik sebanyak ratusan ribu. Para pendukung Jokowi/Ahok yang kencingnya masih melengkung itu merasa seluruh pengkliknya mengangguk-anggukkan kepalanya setelah membaca tulisan hoax penyebar kebencian itu.

Para pendukung Jokowi/Ahok yang kegeeran tidak tahu kalau tulisan itu juga diklik oleh netizen lawannya. Bedanya netizen lawan ini malah menertawai isi dari tulisan kebanggaan pendukung Jokowi/Ahok tersebut.

Miris dan tersayat-sayat hati ini ketika melihat tulisan seorang teman yang saya kenal menjadi bahan tertawaan. Terus tulisan itu di-share, dan kembali jadi bahan tertawaan. Para penulis pendukung Jokowi/Ahok yang umumnya baru kemarin beropini ini sepertinya tidak tahu soal ini.

Sedih ... sungguh sedih. Miris ... sungguh miris.

Terlepas dari kekurangannya, masa 2,5 tahun pemerintahan SBY tidak bisa dibandingkan dengan 2,5 tahun masa pemerintahan Jokowi. Persoalan kenegaraan yang dihadapi oleh keduanya berbeda. Dalam 2,5 pemerintahan SBY, situasi tidak sepanas 2,5 tahun masa pemerintahan Jokowi.

Karenanya, jangan buat situasi yang dihadapi oleh Jokowi ini terus memanas. Kalau SBY mengobok-obok pemerintahan Jokowi itu wajar, wong SBY dan Demokrat berada di luar pemerintahan alias oposisi.

Yang tidak wajar adalah pendukung Jokowi/Ahok yang ikut memanasi situasi, apalagi sampai menggeruduk rumah kediaman SBY. Lucunya, banyak pendukung Jokowi/Ahok yang mendukung pelanggaran UU atas digeruduknya kediaman SBY. Bagi para pendukung Jokowi/Ahok yang kebanyakan baru bisa merangkak ini siapa pun orangnya yang tidak mendukung Jokowi/Ahok tidak layak tinggal di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun