Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pasar Kanoman Sudah Lama Dijadikan Belanda Sebagai "Pagar Pemakan Tanaman"

27 Januari 2017   13:28 Diperbarui: 28 Januari 2017   15:49 3251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura Keraton Kanoman (Foto Dok Pri)

“Ada ramalan yang mengatakan kalau suatu saat nanti Keraton Kanoman akan tertutup glagah alang-alang,” kata Muhammad Rahim saat ditanya tentang keberadaan Keraton Kanoman yang seolah tenggelam oleh keberadaan Pasar Kanoman. “Lalu, dikatakan juga kalau pada suatu saat nanti luas Kanoman hanya selebar payung,” tambah pria berusia 51 tahun ini.

Memang saat ini kata “Kanoman” lebih identik dengan “pasar” ketimbang “keraton”. Sampai-sampai, kalau mendengar kata “Kanoman”, yang terlintas dalam benak sebagian besar masyarakat Cirebon adalah Pasar Kanoman, bukan Keraton Kanoman. Parahnya lagi, tidak sedikit dari anak muda Kota Cirebon yang tidak mengetahui keberadaan Keraton Kanoman yang “tersembunyi” di balik hiruk-pikuk keramaian Pasar Kanoman.

Dari sisi lokasi, Keraton Kanoman memang berada di belakang Pasar Kanoman. Karena letaknya ini, Keraton Kanoman tidak tampak dari arah jalan Kanoman yang menjadi akses menuju area keraton. Untuk memasuki keraton, terlebih dulu harus melewati area Pasar Kanoman yang berdiri di sebelah utara Keraton. Setelah melewati pasar barulah bangunan-bangunan keraton mulai terlihat.

Menurut Rahim yang bergelar Pangeran Kumisi ini, Pasar Kanoman mulai ramai setelah Karaton Kanoman berdiri pada 1678 M. Keterangan Rahim ini berbeda dengan informasi dari sejumlah berbagai situs yang menyebut Pasar Kanoman dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1901 M.

“Begitu ada keraton, masyarakat pun mulai menjalankan roda perekonomian di sebelah timur alun-alun. Dalam struktur tata kota kerajaan di Jawa, alun-alun berfungsi sebagai pusat kota. Keraton dibangun di sebelah selatan alun-alun dan menghadap ke arah utara, masjid berada di sebalah barat, dan pasar berada di sebelah timur alun-alun,” kata Rahim yang ditemui di warung rokok pada Rabu, 25 Januari 2017. “Jadi, Pasar Kanoman bukan dibangun oleh Belanda. Hanya saja ketika masa penjajahan Pasar Kanoman diperluas.”

Seperti yang dicatat dalam sejarah, saat masa penjajahan Keraton Kanoman menjadi pusat perlawanan rakyat Cirebon terhadap pemerintah Hindia Belanda. Dituliskan juga bahwa Bangsal Sekaten yang terletak di bagian utara area keraton kerap digunakan sebagai tempat berkumpulnya para pejuang.

Pada Februari 1818 M terjadi perlawanan besar-besaran rakyat Cirebon terhadap pemerintah kolonial Belanda. Meski tersebut akhirnya dapat diredam, tapi api perlawanan masih tetap menyala. Untuk mencegah terjadinya kembali perlawanan besar-besaran, Belanda menerapkan berbagai strategi. Salah satunya dengan cara menggembosi wibawa keraton. Oleh Belanda, wibawa keraton dikikis dengan cara memperluas pasar sehingga menyaingi eksistensi keraton. Selain itu, Belanda pun memanfaatkan pasar sebagai tempat untuk memata-matai aktivitas keraton.

Belum cukup dengan meluaskan pasar hingga nyaris menutupi alun-alun Keraton Kanoman, pemerintah Hindia Belanda juga membangun bioskop di depan keraton. Tujuannya untuk menjauhkan rakyat Cirebon dari pengaruh keraton. Strategi Belanda berhasil. Dengan adanya bioskop, masyarakat Cirebon menjadi lebih tertarik menonton film ketimbang mengikuti pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh keraton.

“Bioskop itu masih ada sampai tahun 70-an. Setelah dibongkar, lahan bekas bioskop dibangun pasar,” kata Pangeran Agung Hadiningrat yang duduk di samping Rahim. “Nama bioskopnya Sampoerna,” tegas pria berusia 62 tahun ini. (Sejumlah situs menyebut bioskop yang berada di Kanoman tersebut bernama Garuda. Sementara menurut Agung, Garuda adalah nama sekolah yang saat ini bernama SDN Pengampon. Keterangan Agung ini dibenarkan oleh Rahim dan salah satu warga lainnya.)

Jalan yang membelah Pasar Kanoman yang juga berfungsi sebagai akses Keraton Kanoman (Foto Dok Pri
Jalan yang membelah Pasar Kanoman yang juga berfungsi sebagai akses Keraton Kanoman (Foto Dok Pri
Dengan usianya yang sudah mencapai ratusan tahun, keberadaan Pasar Kanoman tidak bisa lepas dari catatan panjang sejarah. Karena sejarahnya, Pasar Kanoman tidak bisa disamakan dengan pasar-pasar lainnya yang hanya sekadar tempat bertemunya penjual dan pembeli.

Secara fisik Pasar Kanoman yang terakhir direnovasi pada 2010 ini tidak berbeda dengan pasar-pasar lainnya. Sama dengan pasar-pasar lainnya, Kanoman terdiri dari kios, los, dan lapak-lapak yang berjajar di pinggiran pasar. Menurut catatan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Kota Cirebon, di pasar ini terdapat 1.078 pedagang yang mengisi kios dan los yang berada di dua yang terdiri dari dua bangunan utama.

Sebagaimana dengan pasar-pasar lainnya, nadi Pasar Kanoman mulai berdenyut sejak dini hari atau sekitar pukul dua pagi. Ada berbagai macam barang dagangan yang ditawarkan, mulai dari hasil perikanan laut sampai hasil industri, dari ikan teri sampai pakaian jadi. Tidak ketinggalan, di pasar ini juga banyak ditemui kuliner khas Cirebon seperti empal genthong, docang, dan pastinya nasi lengko.

Belakangan diberitakan bahwa masa kontrak Perumda Pasar Kota Cirebon sebegai pengelola Pasar kanoman sudah habis pada 12 Juli 2016. Ke depan pihak Keraton Kanoman sudah menggandeng PT Inti dalam pengembangan Pasar Kanoman. Atas kerja sama tersebut, DPRD Kota Cirebon berharap Pasar Kanoman tetap menjadi pasar tradisional.

Dengan dimulainya kerja sama antara Keraton Kanoman dengan PT Inti, renovasi Pasar Kanoman pun direncanakan. Dalam rencana renovasinya, pihak keraton menginginkan adanya akses alun-alun sebagai upaya peningkatan okupansi wisatawan.

Gapura Keraton Kanoman (Foto Dok Pri)
Gapura Keraton Kanoman (Foto Dok Pri)
Harapan pihak Keraton Kanoman tidak berlebihan mengingat akses masuk ke keraton memang sulit. Jalan masuk ke area keraton hanya selebar 6 M. Itu pun sudah menyempit karena banyaknya lapak pedagang yang digelar di sisi kanan dan kiri jalan. Selain itu, setiap kali musim hujan jalan menuju area keraton pun becek. Bahkan, Weringin Kurung (pohon beringin) yang menjadi salah satu simbol dari keraton pun tertutup oleh lapak-lapak pedagang.

Keberadaan Keraton Keraton dan Pasar Kanoman memang tidak bisa dipisahkan. Keduanya telah menyatu sejak ratusan tahun lamanya. Oleh karenanya perlu adanya harmonisasi antara keraton dengan pasar. Keduanya bisa bersinergi, saling dukung satu sama lain. Dengan harmonisasi tersebut, ke depan Pasar Kanoman tidak lagi bagaikan “pagar makan tanaman” kepada Keraton Kanoman.

Dengan diinisiasinya Hari Pasar Rakyat Nasional oleh Yayasan Danamon peduli, bukan saja eksistensi Pasar Kanoman yang meningkat, tetapi juga Keraton Kanoman. Dengan demikian, Hari Pasar Rakyat Nasional bisa dimanfaatkan oleh pemerintah Kota Cirebon untuk mengembangkan potensi wisata sejarah yang ada di Kota Wali tersebut.

Bagi Kanoman, urgensi Hari Pasar Rakyat Nasional bukan hanya sekedar untuk mengembangkan sektor pariwisata. Jika diperhatikan, ada daya tarik lainnya dari Pasar Kanoman. Di sekitar pasar yang berada di sebelah utara keraton Kanoman yang notabane keraton kerajaan Islam berdiri tiga vihara tua. Salah satunya, Vihara Dewi Welas Asih yang dibangun pada sekitar tahun 1595 M atau lebih tua dari bangunan Keraton Kanoman.

Keberadaan Keraton Kanoman sebagai kesultanan Islam dengan masjid tua Kanoman yang berdiri di sebelah barat alun-alun serta tiga vihara kuno di sekelilingnya merupakan bukti nyata telah terjalinnya toleransi selama ratusan tahun di antara berbagai pemeluk agama di Kota Wali Cirebon. Dengan demikian, Hari Pasar Rakyat Nasional yang digagas oleh Yayasan Danamon Peduli dapat juga dimanfaatkan sebagai momen untuk mempererat persatuan sesama anak bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun