Ada yang menarik dari bentrok antara massa Front Pembela Islam (FPI) melawan massa Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) yang terjadi di Bandung kemarin, 12 Januari 2017. Bentrokan yang terjadi di Bandung ini berlanjut dengan serangan terhadap sekretariat GMBI yang diduga dilakukan oleh massa FPI.
Gegara bentrokan ini muncul seruan pencopotan Irjen Pol. Anton Charliyan dari jabatannya sebagai Kapolda Jabar. Anton dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Bukan hanya itu, mantan Kepala Divisi Humas Polri yang juga disebut sebagai Pembina GMBI ini pun dituding sebagai pihak yang mendalangi bentrokan.
Sebagai pemangku jabatan yang bertanggung jawab atas keamanan Propinsi Jawa Barat, sangat tidak masuk akal bila Anton mengerahkan ormas GMBI untuk dibenturkan dengan FPI. Selain itu, tidak ada “situasi darurat” pada saat pemeriksaan Rizieq Shihab yang memaksa didatangkannya GMBI untuk menghadapi FPI. Malah, tanpa adanya GMBI, justru jalannya pemeriksaan terhadap Rizieq akan berjalan lancar.
Masalahnya, kenapa Anton tidak berupaya mencegah kedatangan GMBI ke Mapolda Jabar? Bukankah untuk mengumpulkan massa ratusan yang berasal dari sejumlah daerah dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Apakah sebagai Kapolda Jabar, Anton tidak menerima informasi intelijen tentang pengerahan massa GMBI?
Tetapi, sulit dipercaya kalau Anton tidak menerima laporan intelijen, sebab menurut informasi, massa GMBI asal Indramayu dilepas langsung oleh Kapolsek Jatibarang, Indramayu. Artinya kedatangan GMBI ke Mapolda Jabar sudah bukan rahasia lagi.
Dan, kalau pun Kapolda Jabar tidak menerima laporan Intelijen, seharusnya Anton yang diketahui dekat dengan GMBI ini dapat melakukan sejumlah pendekatan untuk mencegah terjadinya bentrokan. Apalagi bentrokan tidak berlangsung secara tiba-tiba. Bahkan dari foto yang beredar di media sosial tertangkap ada massa GMBI yang meminta nasi bungkus kepada massa FPI.
Masalah bentrokan FPI dengan GMBI tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab peristiwa yang terjadi pada FPI pastinya akan cepat menyebar dan tentunya akan meningkatkan tensi politik nasional. Karenanya pemerintah Jokowi beserta aparat keamanan harus segera meredam merembetnya kasus ini. Apalagi peristiwa ini langsung dipanas-panasi oleh sejumlah netizen.
Belakangan ini ada sejumlah upaya untuk memprovokasi FPI ke dalam benturan fisik. Dimulai dengan bentrokan yang terjadi selepas Aksi 411 yang terjadi pada 4 November 2016. Kemudian disusul dengan baku pukul antara kader PDIP dengan (katanya) anggota FPI pada 6 Januari 2017. Setelah itu, massa FPI diprovokasi dengan menyusupnya seseorang yang mengaku sebagai pendukung Ahok saat berlangsungnya sidang Ahok pada 10 Januari 2017. Ini belum termasuk percobaan makar yang rencananya dilancarkan pada 2 Desember 2016.
Masalahnya, reaksi FPI atas provokasi-provokasi tersebut diarahkan kepada kelompok minoritas. Persoalan semakin berat sebab saat ini FPI tidak sendiri. Ormas yang bermarkas di Petamburan, Jakarta ini sedang dalam posisi di atas angin setelah mendapat dukungan dari sejumlah ormas Islam dan kelompok-kelompok politik pascakasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.
Posisi tersebut didapat FPI dengan memanfaatkan simpati umat Islam kepada MUI yang dirisik habis-habisan oleh pendukung Ahok. Simpati umat Islam kepada MUI inilah yang berhasil dikapitalisasi oleh FPI dan ormas “terdekatnya” dengan membentuk GNPF-MUI. Ditambah lagi dengan adanya kontestasi Pilgub DKI 2017, di mana sejumlah kelompok politik merapatkan diri pada FPI. Dengan posisinya yang berada di atas angin ini, FPI memegang peran penting dalam peta politik nasional. Maka tidak mengherankan kalau para terduga pelaku makar menjalin komunikasi dengan FPI.
Dengan dukungan besar kepada FPU, pemerintah harus mewaspadai setiap upaya yang mencoba menyeret FPI ke dalam benturan fisik. Kalau rembetan konflik yang terjadi di Bandung tidak segera diatasi, tidak menutup kemungkinan bentrok fisik yang lebih masif akan terjadi.
Celakanya, pemerintah dan aparat keamanan seolah tidak mau belajar dari perkelahian antara kader PDIP dengan anggota FPI yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Bahkan seharusnya aparat keamanan sudah menguatkan “radarnya” pascamenyusupnya lelaki yang mengaku sebagai pendukung ahok ke dalam massa kontra Ahok. Maka bisa dikatakan kalau bentrokan yang terjadi di Bandung merupakan sebuah kecolongan.
Selain berupaya meredam bentrok susulan, aparat keamanan pun seharusnya mengungkap otak penggagas kedatangan massa GMBI ke Mapolda Jabar. Apalagi sebelumnya tidak ada catatan konflik antara GMBI dengan FPI. Bahkan disebut-sebut, sejumlah anggota GMBI mengikuti Aksi 212 di Jakarta.
Tetapi, siapa pun dalangnya, tujuan dari membenturkan FPI dengan GMBI adalah untuk merontokkan pemerintahan Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H