“Tenang saja, Mbak. Nama akun saya sama dengan nama di KTP. Di Kompasiana, akun saya terverivikasi biru. Saya juga pernah diundang makan siang sama Pak Jokowi di Istana Negara. Buat masuk ke situ, KTP kudu ditunjukkin ke staf Istana. Nama dan alamat saya tercatat di Istana. Jadi, kalau saya macem-macem, besoknya Pak Polisi sudah bisa gerebeg saya.”
Begitulah percakapan via telepon seorang pengeber online batik Cirebon (yang juga penulis sendiri), saat mencoba menanamkan kepercayaan kepada calon pembeli batiknya. Bagi pengeber alias penjaja online kepercayaan calon pembeli merupakan barang yang sangat mahal.
Faktanya memang begitu. Jangankan untuk menumbuhkan atau membangun kepercayaan, bahkan hanya untuk sekadar menanamkannya saja, sulitnya setengah mati. Saking sulitnya, bahkan Istana Negara pun ikut “dijual”.
Mahalnya faktor kepercayaan dalam sistem jual-beli online atau online shop (olshop) ini sangat lumrah. Si penjaja online batik Cirebon sadar betul, bagaimana pun juga dalam sistem ini, penjual dan pembeli tidak bertemu muka. Bahkan keduanya belum pernah bertemu sama sekali. Selain itu, dalam sistem olshop tidak berlaku tradisi “teliti sebelum membeli”.
Kepercayaan memang masalah utama dalam ruang olshop. Bahkan, tidak jarang gegara si calon pembeli mendadak kehilangan kepercayaan kepada si penjual, tawar-menawar yang sudah deal akhirnya berantakan.
Karenanya salah besar kalauolshop hanya mengedepankan faktor kemudahan atau kepraktisannya saja. Tanpa dipromosikan pun pembeli sudah tahu. Bukankah dalam ritual olshop, untuk mencari barang yang diinginkannya,.pembeli tinggal menggerakkan ujung jarinya pada layar sentuh smartphone. Setelah ketemu, tinggal klik sana-sini untuk melanjutkan transaksi. Bisa dibilang, faktor kemudahan sudah otomatis melekat dalam sistem transaksi online.
Justru faktor keamananlah yang seharusnya menjadi prioritas utama sebelum ritual olshop dimulai. Malah, dari sejumlah pengakuan sesama penjual online, faktor inilah yang menjadi titik kritis dalam sistem olshop. Bisa dibilang, kalau faktor keamanan sudah terpenuhi, deal sudah di tangan.
Sulitnya menanamkan kepercayaan ini sebenarnya hanya masalah sepele. Persoalannya cuma siapa yang pertama kali mengirim. Si pembeli yang mentranfer uangnya lebih dulu atau si penjual yang lebih dulu mengirimkan barang dagangannya. Karena dalam sistem olshop sangat tidak mungkin kedua belah pihak saling kirim dalam waktu yang bersamaan. Apalagi si penjual berpefang teguh pada pepatah “Ada uang ada barang”. Ujung-ujungnya kedua belah pihak menemui kebuntuan.
Kemudian, kebuntuan jual-beli online tersebut diputus dengan menghadirkan pihak ketiga. Dengan adanya pihak ketiga, si pembeli tidak langsung membayar kepada si penjual, tetapi lewat pihak ketiga yang ditunjuk sesuai kesepakatan. Barulah setelah barang yang dipesan diterima oleh si pembeli, uang pembelian diteruskan pihak ketiga kepada si penjual. Sesederhana itu solusinya.
Namun demikian, kehadiran pihak ketiga ini belum tentu dapat menyelesaikan masalah keamanan. Bisa-bisa, kehadiran “orang ketiga” ini malah merusak keharmonisan transaksi. Di Indonesia, ulah “orang ketiga” yang merusak jalinan jual-beli online pernah terjadi pada September 2015.
Saat itu, forum online Kaskus diramaikan oleh kasus dugaan penipuan yang menimpa sejumlah member (anggota). Salah satu penyedia rekening bersama (rekber) dengan nama akun Blackpanda diduga membawa lari sejumlah uang hasil transaksi dari para anggota forum jual beli (FJB). Awalnya, tidak ada masalah dengan rekber yang dikelola akun Blackpanda. Barulah pada September 2015 sejumlah pengguna jasa Blackpanda yang berjualan di FJB melaporkan kalau mereka tidak menerima transfer pembayaran dari pembeli.
"Sudah seminggu lbh dana kami semua tidak ada kabar dimana rimbanya, saya selaku seller lama di kaskus yg dri dulu cari duid di kaskus MHN ke admin2 kaskus untuk membantu kami," tulis salah satu pengguna Kaskus dengan ID feirha (Sumber: KOMPAS.com).
Maka jelas, persoalan pada olshop bukan pada faktor kemudahan, tapi pada faktor keamanan. Atau lebih tepatnya, faktor keamanan lebih utama atau lebih didahulukan ketimbang faktor-faktor lainnya. Persoalan inilah yang dijawab oleh UANGKU.
Dan, UANGKU tidak hanya menjawab permasalahan para olshopper, tetapi juga memprioritaskannya. Prioritas UANGKU pada faktor keamanan ini bisa dilihat pada penulisan “Safely” dan “Safest” lebih dulu, baru kemudian “Easily” dan “Simplest”. Contohnya, “Shop Safely and Easily in Our Merchants” dan “The Safest and Simplest Payment for Social Shopping”.
.
Soal keamanan, UANGKU tidak cuma menjawabnya lewat serentetan kata, tetapi juga dengan memegang izin operasionalnya. Izin operasional diperoleh UANGKU melakui Surat No.16/85/DKSP yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Dengan izin yang dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 2014 ini UANGKU menjadi rekber yang aman digunakan karena telah memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
UANGKU adalah layanan mobile wallet atau uang elektronik berbasis aplikasi yang diterbitkan oleh PT Smartfren Telecom. Dengan layanan yang telah memiliki lisensi dari Bank Indonesia ini, pengguna dapat melakukan transaksi online secara aman.
Sebagai “The Safest Mobile Wallet” yang mengutamakan faktor keamanan, UANGKU menggunakan sistem enkripsi yang sesuai dengan standar keamanan bank. Inilah yang melindungi informasi log-in dan data transaksi dari akses yang tidak resmi. Selain itu, semua akun UANGKU dilindungi dengan 6 digit PIN dimasukan setiap kali log-in. Jadi pengguna UANGKU tidak perlu khawatir kalau kehilangan smartphone-nya.
Sementara alur bisnis layanan UANGKU pun terbilang sederhana. Setiap pembayaran yang dilakukan lewat UANGKU akan dijamin melalui Buyer Protection di mana dana pembayaran akan dikembalikan 100% jika penjual tidak mengirimkan pesanan. Dan, jika dalam 7 hari dari tanggal pengiriman barang pembeli tidak melakukan konfirmasi ataupun tidak mengirimkan keluhan, maka pembayaran akan dirilis secara otomatis ke penjual. Dengan alur bisnis ini, UANGKU memberikan jaminan uang kembali kepada penggunanya.
Untuk menggunakan layanan UANGKU ini, pengguna smartphone cukup mengunduh aplikasi UANGKU dari Google Play (Android) dan App Store (iOS) Dan tentu saja applikasi olshop ini dapat diunduh secara gratis. Setelah itu, olshopper tinggal mendaftar diri. Caranya pun nggak pake ribet. Cukup dengan memasukkan nama dan nomor handphone saja. Selanjutnya, nomor handphone tersebut akan menjadi nomor rekening UANGKU.
Proses transaksinya pun terbilang lebih cepat dan mudah. Pengguna cukup memberikan nomor ponsel ke penjual lantas membayar sesuai jumlah dari aplikasi UANGKU yang tertera di smartphone. Dengan proses ini, pembeli tidak perlu lagi mengirimkan bukti transfer atau konfirmasi ke penjual lagi. Malah pembeli akan mendapat notifikasi ketika penjual sudah mengirim produk yang dipesan.
Dengan sistem keamanan dan alur bisnisnya tersebut, UANGKU bukan hanya menjawab persoalan keamanan, tetapi juga masalah kenyamanan yang kerap kali dialami oleh online shopper. Inilah yang menjadikan UANGKU menjadi online shop terpercaya.
Dan, dengan adanya layanan payment request UANGKU dari PT Smartfren Telecom yang mengutamakan faktor keamanan ini, kasus “Blackpanda” dan kasus olshop lainnya tidak akan terulang lagi. Selain itu, dengan online shopper percaya ini,pengalaman penulis “menjual” Istana Negara pun akan terulang lagi.
Untuk informasi lebih jelasnya tentang UANGKU, klik https://www.uangku.co.id/
Akun Twitter:Gatot Swandito
