Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Melalui Sekolah Mangrove, PT Pertamina Ajak Siswa Jaga Senandung Riang Karangsong

12 Desember 2016   09:45 Diperbarui: 12 Desember 2016   18:06 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman pidada yang ditanam oleh siswa Sekolah Mangrove di Arboretum Mangrove Karangsong (Dok. Pri)

“Bagus,” jawab Talia Fahani saat ditanya tentang Program Sekolah Mangrove yang diikuti sekolahnya sejak Juli 2016. “Jadi banyak tahu (mangrove),” sambungnya sambil memandang pepohonan bakau yang merindang di hadapannya.

Jadie sering ke sini,” timpal teman sekelas Talia di SDN Karangsong 1 Indramayu dengan logat dermayuannya.

Hari itu, Sabtu 10 Desember 2016, Talia dan tiga puluh temannya mengikuti puncak acara HUT Pertamina (Persero) yang digelar di Pantai Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dalam acara yang bertemakan “Pembersihan Pesisir dan Pemberdayaan Pantai” itu Talia bersama teman-temannya turut membersihkan Pantai Mutiara Hijau dan Pantai Lestari Karangsong.

Bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Situ Nurbaya Bakar, Bupati Indramayu Anna Sophanah, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Anwar, dan 1.000 peserta lainnya, Talia memunguti sampai yang mengotori pantai. Tanpa sungkan, Talia yang mengenakan sarung tangan karet berwarna orange memunguti satu persatu sampah yang berserakan di bibir pantai. Lantas sampah-sampah itu dimasukkannya ke dalam kresek besar berwarna hitam yang dibawa teman sekelasnya.

Menurut Rina Ertelita, Community Development Officer (CDO) yang merupakan “tangan” Corporate Social Resposibility PT Pertamina (Persero) Refenery Unit VI Balongan, sekolah tempat Talia menimba ilmu telah bergabung dalam Program Sekolah Mangrove sejak Juli 2016. Selain SDN Karangsong 1, SDN Pabean Udik 1, dan SDN Unggulan juga diikutkan dalam program yang digagas oleh PT Pertamina RU VI Balongan.

“Sementara ini baru tiga sekolah itu,” kata Rina saat ditemui di stan Sekolah Mangrove HUT 59 PT Pertamina. “Sekolah-sekolah itu dipilih karena letaknya paling dekat dengan Karangsong,” sambung perempuan berusia 24 tahun asal Yogyakarta itu.

Sambil menyibakkan rambut hitam panjangnya, Rina yang berkulit putih bersih ini menjelaskan tentang Program Sekolah Mangrove yang menjadi salah satu program utama konservasi kawasan mangrove. Dalam prakteknya, program ini diintegrasikan ke dalam kurikulum pelajaran sekolah dasar. Lewat pelajaran Bahasa Indonesia, misalnya, siswa ditugasi menulis tentang kawasan mangrove, berikut biota yang hidup di sekitarkanya. Demikian juga dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, siswa dijelaskan tentang ekosistem mangrove dan pentingnya menjaga hutan yang berada tepi pantai tersebut.

Masih menurut Rina, pada awalnya pelaksanaan Program Sekolah Mangrove atau Mangrove for School ini dibantu oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang tengah melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di Kecamatan Indramayu. Bersama mahasiswa tersebut, PT Pertamina RU VI Balongan menyampaikan pembelajaran betapa pentingnya melestarikan dan mengembangkan kawasan magrove yang ada di Pantai Karangsong. Tidak lupa, siswa pun diingatkan akan dampak kerusakan lingkungan pantai seperti yang terjadi pada dua dekade sebelumnya.

Di awal 1980-an, pantai Indramayu mengalami kerusakan parah. Lebih dari 2.53 hektar wilayah pesisir pantai Indramayu hilang karena abrasi dan intrusi air laut yang mencapai lebih dari 17 km dari pantai. Selain karena faktor alam, reklamasi pantai untuk perluasan perluasan lahan perumahan serta budidaya perikanan juga turut menyumbang besaran kerusakan bibir pantai. Jika dibiarkan, dalam hitungan seratusan tahun ke depan, wilayah Indramayu akan tenggelam.

Menurut data yang dirilis oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat, pada tahun 2010 lebih dari 60 % hutan bakau atau mangrove di pesisir Jawa Barat mengalami kerusakan, salah satunya disebabkan perubahan fungsi lahan. Sementara yang berhasil direboisasi hanya 16,9 %.

Di Desa Karangsong sendiri, selama kurun waktu 1983-2008 sekitar 127,3 hektar mengalami abrasi. Penyebabnya adalah dibelokkannya aliran sungai  Cimanuk ke arah Waledan, Desa Lamaran Tarung, pada tahun 1983. Pembelokan inilah yang menyebabkan Pantai Karangsong tidak mendapatkan suplai sedimen.

Selain terjadinya kerusakan lingkungan, berukurangnya suplai sedimen ini mengancam kelangsungan tambak udang dan ikan yang menjadi sumber pendapatan mayoritas penduduk Indramayu.

Kerusakan lingkungan laut diperparah dengan bocornya selang minyak (floating hase) milik PT Pertamina pada 14 September 2008. Insiden ini mengakibatkan sekitar 3.000 kilo liter minyak mentah berceceran mengotori laut. PT Pertamina yang menyadari ketidaksanggupannya dalam menghadapi musibah itu sendiri segera mengomunikasikannya dengan pemerintah setempat dan masyarakat di sekitar pantai.  

Bisa dikatakan, insiden bocornya selang minyak menjadi titik awal kerja sama PT Pertamina dengan manyarakat pesisir Indramayu, khususnya yang bermukim di pesisir Balongan. Apalagi, kilang minyak PT Pertamina berlokasi di kawasan tersebut.

Kerja sama antara PT Pertamina dengan masyarakat pesisir Indramayu ini kemudian dilanjutkan dengan merehabilitasi Pantai Karangsong. Sebenarnya Pantai Karaingsong bukanlah area pantai pertama yang direhabilitasi oleh PT Pertamina. Sebelumnya PT Pertamina telah mengupayakan pelestarian mangrove di kawasa Pantai Mertasari, Bali.  

Di Karangsong, PT Pertamina tidak hanya sekedar merehabilitasi kawasan mangrove. Di kawasan pantai yang berada di utara Indramayu, PT Pertamina melanjutkannya dengan sederetan program unggulan lainnya, di antaranya Konservasi Kawasan Mangrove, Pengembangan Ekowisata, Mangrove Center, Mangrove for School, dan Arboretum Mangrove.

Kerja sama dengan masyarakat pesisir pantai Indramayu pun berlanjut. Warga di sekitar pantai pun kemudian membentuk beberapa kelompok masyarakat. Tercatat ada ada 37 kelompok masyarakat yang turut dalam berbagai kegiatan rehabilitasi pantai, di antaranya, Anugrah, Baladewa, Blubuk Sejahtera, Pelangi Mangrove, Sigra Mangrove, dan lainnya.

Di bidang pendidikan dasar, PT Pertamina menjalin kerja sama dengan sekolah dan instansi terkalit membentuk Mangrove for School atau Sekolah Mangrove. Menurut buku “Mangrove Karangsong untuk Investasi Kehidupan”, Program Sekolah Mangrove yang berbasis Edupark sudah ditetapkan dalam Roadmap Keanekaragaman Hayati (Kehati) 2015-2017.

Tanaman pidada yang ditanam oleh siswa Sekolah Mangrove di Arboretum Mangrove Karangsong (Dok. Pri)
Tanaman pidada yang ditanam oleh siswa Sekolah Mangrove di Arboretum Mangrove Karangsong (Dok. Pri)
Ada beberapa kegiatan dalam program yang dimulai pada 20 Juli 2016 ini, antara lain pengetahuan tentang pentingnya mangrove bagi penyelamatan lingkungan, penanaman vegitasi di pesisir Pantai Karangsong, lomba sekolah mangrove, pengelolaan sampah, dan kegiatan penghematan, seperti kertas, air dan listrik.

“Ada juga pembibitan yang dilakukan siswa di sekolah-sekolah mangrove ,” jelas Rina. “Jadi, siswa bukan hanya mendapatkan teori, tapi langsung melihat dan mempraktekannya di lapangan,” tandasnya.

Penjelasan Rina tersebut diamini oleh Edi Junaidi, Wali Kelas VI SDN  Karangsong 1. Menurut pria asli Indramayu ini, Talia dan teman-temannya tidak hanya disuguhi ilmu pengetahuan dari buku-buku pelajaran.

“Sebelumnya, banyak siswa yang hanya tahu pohon api-api dari foto. Tetapi, sekarang sudah melihat langsung bentuk pohon api-api,” kata Edi sambil menunjuk deretan pohon api-api yang tumbuh subur di dekat dermaga kawasan mangrove.

Menurut catatan, sedikitnya terdapat 23 jenis tanaman yang tumbuh di kawasan arboretum (kebun botani) mangrove Karangsong. Di antaranya pidada yang buahnya bisa diolah menjadi berbagai macam produk, seperti kecap, coklat, es krim, dan lainnya.

“Sekarang kami juga punya dua tempat praktek. Satu di sekolah. Satu lagi di Karangsong,” katanya. “Di sekolah anak-anak praktek pembibitan dan pendederan (pemeliharaan benih tanaman sampai ukuran tertentu). Di Karangsong, anak-anak menanami pantai dengan tanaman-tanaman yang sudah dideder.”

Hutan mangrove Karangsong, Sabtu 10 Desember 2016 (Dok. Pri)
Hutan mangrove Karangsong, Sabtu 10 Desember 2016 (Dok. Pri)
Edi yang saat itu sedang menunggu perahu yang akan membawa dirinya beserta murid-muridnya kembali ke daratan itu mengungkapkan kegembiraan muridnya setiap kali diajak ke area arboretum mangrove Karangsong. Di kawasan yang untuk memasukinya harus menggunakan perahu dengan tarif Rp 15 ribu bolak-balik ini, siswa Sekolah Mangrove diberikan pemahaman akan pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan.

Saat ditanya asal dana untuk membayar sewa perahu yang ditumpangi murid-muridnya, Edi menjawab, “Di sini kerja sama sudah terbina dengan baik. Pertamina, Pemerintah Indramayu, warga, sekolah, dan nelayan sudah saling dukung. Kalau saya bawa anak-anak ke Karangsong, cukup bayar uang “oli” saja,” katanya diikuti senyum lebarnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun