Selain terjadinya kerusakan lingkungan, berukurangnya suplai sedimen ini mengancam kelangsungan tambak udang dan ikan yang menjadi sumber pendapatan mayoritas penduduk Indramayu.
Kerusakan lingkungan laut diperparah dengan bocornya selang minyak (floating hase) milik PT Pertamina pada 14 September 2008. Insiden ini mengakibatkan sekitar 3.000 kilo liter minyak mentah berceceran mengotori laut. PT Pertamina yang menyadari ketidaksanggupannya dalam menghadapi musibah itu sendiri segera mengomunikasikannya dengan pemerintah setempat dan masyarakat di sekitar pantai.
Bisa dikatakan, insiden bocornya selang minyak menjadi titik awal kerja sama PT Pertamina dengan manyarakat pesisir Indramayu, khususnya yang bermukim di pesisir Balongan. Apalagi, kilang minyak PT Pertamina berlokasi di kawasan tersebut.
Kerja sama antara PT Pertamina dengan masyarakat pesisir Indramayu ini kemudian dilanjutkan dengan merehabilitasi Pantai Karangsong. Sebenarnya Pantai Karaingsong bukanlah area pantai pertama yang direhabilitasi oleh PT Pertamina. Sebelumnya PT Pertamina telah mengupayakan pelestarian mangrove di kawasa Pantai Mertasari, Bali.
Di Karangsong, PT Pertamina tidak hanya sekedar merehabilitasi kawasan mangrove. Di kawasan pantai yang berada di utara Indramayu, PT Pertamina melanjutkannya dengan sederetan program unggulan lainnya, di antaranya Konservasi Kawasan Mangrove, Pengembangan Ekowisata, Mangrove Center, Mangrove for School, dan Arboretum Mangrove.
Kerja sama dengan masyarakat pesisir pantai Indramayu pun berlanjut. Warga di sekitar pantai pun kemudian membentuk beberapa kelompok masyarakat. Tercatat ada ada 37 kelompok masyarakat yang turut dalam berbagai kegiatan rehabilitasi pantai, di antaranya, Anugrah, Baladewa, Blubuk Sejahtera, Pelangi Mangrove, Sigra Mangrove, dan lainnya.
Di bidang pendidikan dasar, PT Pertamina menjalin kerja sama dengan sekolah dan instansi terkalit membentuk Mangrove for School atau Sekolah Mangrove. Menurut buku “Mangrove Karangsong untuk Investasi Kehidupan”, Program Sekolah Mangrove yang berbasis Edupark sudah ditetapkan dalam Roadmap Keanekaragaman Hayati (Kehati) 2015-2017.
“Ada juga pembibitan yang dilakukan siswa di sekolah-sekolah mangrove ,” jelas Rina. “Jadi, siswa bukan hanya mendapatkan teori, tapi langsung melihat dan mempraktekannya di lapangan,” tandasnya.
Penjelasan Rina tersebut diamini oleh Edi Junaidi, Wali Kelas VI SDN Karangsong 1. Menurut pria asli Indramayu ini, Talia dan teman-temannya tidak hanya disuguhi ilmu pengetahuan dari buku-buku pelajaran.
“Sebelumnya, banyak siswa yang hanya tahu pohon api-api dari foto. Tetapi, sekarang sudah melihat langsung bentuk pohon api-api,” kata Edi sambil menunjuk deretan pohon api-api yang tumbuh subur di dekat dermaga kawasan mangrove.