Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pasca-212, Jokowi Digembosi Opini yang Dibangun Pendukungnya Sendiri

8 Desember 2016   10:55 Diperbarui: 8 Desember 2016   11:40 1533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pascapenangkapan terduga pelaku makar, Jokowi dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dikepung oleh opini yang menyudutkannya. Menariknya, opini-opini yang menyerang Jokowi dan Kapolri di dunia maya juga dibangun oleh sejumlah akun pendukung Jokowi/Ahok. Ada apa?

Tidak mungkin peserta Aksi 212 punya niat makar. Begitu bantahan pendukung Aksi 212. Apa sekarang ini sudah tidak boleh lagi mengritik keras pemerintah. Itu pembelaan para pendukung terduga pelaku makar.

Pertama, kalau mengikuti sederetan pemberitaan, Aksi 212 tidak diarahkan dan ditujukan untuk makar. Aksi itu direncanakan berlangsung damai dari awal sampai akhir. Itu faktanya. Fakta lainnya, GNPF MUI sebagai penggagas Aksi 212 menolak ajakan untuk mengarahkan massa ke Gedung DPR/MPR. Selain itu, antara GNPF MUI dan pemerintah, lewat Polri, sudah menjalin kesepakat, mulai dari soal lokasi yang dipindah dari Bunderan HI ke Monas, pengamanan, sampai bus untuk mengangkut pulang peserta aksi.

Kedua, tidak ada tuduhan dari Polri ataupun pemerintah yang menuding Aksi 212 akan makar. Tuduhan makar dialamatkan kepada kelompok yang diduga akan menunggangi Aksi 212. Itulah kenapa tidak seorang pun dari tokoh GNPF MUI yang ditahan pada 2 Desember 2016. Apalagi sebelumnya Kapolri sudah menegaskan kalau perencana makar bukan dari kelompok GNPF MUI. Lagi pula mana mungkin pemerintah memfasilitasi Aksi 212 kalau GNPF diketahui mau melakukan makar.

Ketiga, Rachmawati Soekarnoputri membantah kalau kelompoknya akan melakukan makar. Kata adik kandung Megawati Soekarnoputri ini, kelompoknya hanya akan mendatangi Gedung DPR/MPR untuk mendesak diberlakukannya lagi UUD 1945 yang asli.

Kalau hanya keinginan diberlakukannya lagi UUD 1945 tidak mungkin ditangkap. Bukankah sejak lama keinginan itu dilontarkan oleh sejumlah tokoh, baik sipil maupun militer. Apalagi keinginan tersebut sudah beredar di internet sejak lama.

Rachmawati dkk ditangkap juga bukan karena ingin menggulingkan Jokowi. Isu kudeta terhadap Jokowi sudah muncul sejak awal pemerintahan Jokowi. Bahkan, seruan kudeta sudah diteriakkan sebelum KPU mengumumkan pemenang Pilpres 2014. Isu kudeta muncul lagi pada September 2015. Saat itu mantan Presiden SBY mengatakan akan pasang badan kalau TNI mau kudeta. Dan, jelang 20 Mei 2015 ada ajakan untuk menciptakan kerusuhan Mei 1998. Isu kudeta kembali bergulir jelang 17 Agustus 2016.

Bukan juga karena kritik kerasnya Rahmawati, Sri Bintang Pamungkas (SBP), Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani ditangkap. Bukannya mereka sudah mengritik pemerintah sejak lama. Bahkan SBP sudah menghasut untuk menggulingkan Jokowi sebelum  Jokowi dilantik sebagai Prsiden RI. Toh, selama ini aktivitas mereka tidak dibatasi. Bahkan, diminta untuk berhenti bicara pun tidak.  

Apa artinya? Artinya penangkapan itu bukan karena kritikan keras kepada pemerintah. Dan, bukan juga karena seruan=seruan makar yang dilontarkan sebelumnya. Tetapi, kerena adanya rencana pengerahan massa Aksi 212 ke Gedung DPR/MPR. Rencana inilah yang diantisipasi oleh Polri. Sebab, kalau rencana itu berhasil dijalankan, bentrokan luas bakal terjadi.

Massa Aksi 212 diklaim berjumlah 7 juta. Katakanlah hanya berjumlah 2 juta peserta. Dengan jumlah sebesar itu, 0,5 % saja yang berhasil diprovokasi, maka chaos akan sulit diatasi.

Coba ingat-ingat lagi, berapa banyak demonstran yang turun ke jalan pada 1998. Untuk Jakarta, diperkirakan sebanyak 25 ribu - 30 ribu demonstran yang turun ke jalan. Demo 1998 tidak digelar disejumlah tempat, tetapi hanya di ibu kota Jakarta, sejumlah ibu kota propinsi, dan kota besar. Jadi paling banter dem 1998 diikuti 200 ribu demonstran. Jumlah pendemo Gus Dur jelas lebih kecil lagi. Dan, people power di Thailand yang berhasil menggulingkan Thaksin hanya berjumlah 150 ribu demonstran. Jadi, cukup dengan nol koma sekian persen dari jumlah penduduk yang turun ke jalan, pemerintah bisa digulingkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun