Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sebaiknya Jokowi Tunggangi Aksi 212 (Suro Diro Jayaningrat Lembur Dining Pangastuti)

22 November 2016   09:43 Diperbarui: 22 November 2016   10:11 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keberisikan yang terjadi selama hampir dua bulan ini disebabkan dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Bukan konflik antara agama atau etnis seperti yang coba dikembangkan oleh segelintir orang.

Lihat saja, sejak isu penistaan agama ini meluas, kecaman bukan saja dilontarkan oleh muslim, tetapi juga oleh penganut agama-agama lainnya. Pengecamnya pun datang dari berbagai etnis, termasuk Tionghoa. Kecaman itu bukan baru dilontarkan setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka, tetapi sebelum MUI mengeluarkan pernyataan sikapnya.

Hanya saja saat peristiwa itu terjadi Ahok sudah resmi dicalon-DKI 1-kan oleh 4 parpol; Nasdem, Hanura, Golkar, PDIP. Ditambah lagi dengan sokongan 1 parpol anyar, yaitu PSI. Dan lagi, masa sosialisasi pencalonan Ahok sudah berlangsung sejak pertengahan 2015. Dari situ terbentuklah satu kekuatan politik dan kelompok masa yang berada di belakang Ahok. Pendukung Ahok pun berasal dari berbagai etnis dan latar belakang agama.

Jadi jelas kalau situasi ini hanyalah kasus kriminal biasa yang dilumuri oleh kepentingan politik. Situasi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kebhinekatunggalikaan dan tidak ada kaitannya dengan ancaman terhadap kedaulatan NKRI. Seharusnya, Presiden Jokowi mampu melokalisasi situasi ini hanya pada lingkaran persoalan hukum, bukan malah menggesernya dengan seolah mengesankan adanya ancaman terhadap kebhinekatunggalikaan.

Menariknya, upaya penggeseran isu yang dilakukan oleh Jokowi tersebut kemudian menjadi modal besar bagi pemilik kepentingan di belakang Ahok untuk membenturkan pendukung Aksi 411 dengan pemerintah, TNI, Polri, dan NKRI. Akibatnya, mau tidak mau Jokowi kembali terseret ke persoalan yang semakin membesar ini.

Pemerintah sudah salah memperkirakan dan memahami Aksi 411. Hal ini bisa dilihat dari reaksi Jokowi dan sejumlah petinggi negara, termasuk Panglim TNI dan Kapolri yang wara-wiri sowan ke sejumlah ulama. Ditambah lagi dengan dikunjunginya kantor PBNU dan Muhammadiyah pasca-Aksi 411.

Bisa dibilang, kunjungan Jokowi tersebut sangat tidak lazim mengingat kurang dari seminggu sebelumnya Jokowi sudah mengundang kedua ormas Islam ini ke Istana. Selain itu, saat mengunjungi kantor PBNU, Jokowi mendapat kritik, saran, dan masukan. Artinya, respon Jokowi yang tidak jadi menemui pengunjuk rasa Aksi 411 dinilai salah besar.

Seharusnya Jokowi bercermin dari blunder besarnya saat merespon Aksi 411. Jokowi harus membuka pikiran lebar-lebar dan mendengarkan berbagai masukan dari berbagai pihak. Bukannya malah semakin terseret dalam skenario yang dibangun oleh kepentingan di belakang Ahok.

Kemarin Jokowi dikunjungi oleh Megawati. Megawati menyarankan kepada Jokowi untuk bertemu dengan pimpinan parpol. Dalam situasi yang semakin genting, dialog merupakan kunci untuk keluar dari situasi. Tetapi, yang paling penting adalah membuka dialog dengan pihak yang berseberangan. Itu yang dilakukan Soeharto jelang hari lengsernya.

Beberapa hari sebelum lengser, Soeharto justru mengundang tokoh-tokoh yang menyarankannya untuk mundur. Dari tokoh-tokoh yang bukan kelompok “yes man” itu Soeharto mendapat gambaran situasi yang lebih luas dari yang didapatkan sebelumnya. Soeharto yang awalnya gamang akhirnya memantapkan dirinya untuk mengundurkan diri. Dan, saat temu pewarta, Soeharto mengucapkan kalimat “Ora dadi presiden, ora patheken” setelah dibisiki oleh Cak Nun.

Dalam situasi ini, Megawati bukahlah sosok yang pas untuk memberikan masukan. Bagaimana pun Mega adalah pimpinan parpol yang mendukung pencalonan Ahok. Tidak heran kalau Megawati melontarkan pernyataan yang justru semakin memanasi situasi. Kata Mega, banyak dari pendemo 411 yang tidak tahu persoalan dan hanya ikut-ikutan. Mungkin Mega tidak pernah nongkrong-nongkrong dengan rakyat di teras warung. Karenanya Mega tidak tahu kalau di warung pun ibu-ibu ngerumpi isu penistaan agama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun