Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kapan Pemerintah Mau Kembangkan Bisnis Online Pengeber Batik di Trusmi?

8 November 2016   09:33 Diperbarui: 20 April 2017   12:28 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto layar FB Batik Cirebon Online Shop (Dok Pri)

Seperti hari-hari sebelumnya, siang itu Sri Agustina menunggui kios batiknya. Sambil menunggu datangnya pembeli, pengrajin batik berkulit kuning langsat itu menarikan ujung telunjuk tangan kanannya pada layar ponsel pintarnya. Sesekali pandangannya menyapu ke sekeliling kios tempat ia memajang batik dagangannya.

Berhelai-helai batik yang ditawarkan di kiosnya itu diakui Sri sebagai hasil karyanya dan tetangga-tetangganya di Desa Kalitengah, Kecamatan Kalitengah, Kabupaten Cirebon. Warga Desa Kalitengah, sebagaimana warga Trusmi lainnya, memang dikenal sebagai pengrajin batik Cirebon. Berbagai motif batik Cirebon baik itu motif Pesisiran maupun motif Keratonan lahir dari tangan-tangan terampil warga desa tempat Sri tinggal. 

Selain dijajakan di kios yang berada di Blok A Pasar Batik Trusmi, Sri pun mencoba peruntungannya dengan memasarkan batik karyanya lewat Facebook dan lapak online. Ada banyak foto dengan aneka motif batik yang dipajang dalam akun Facebook-nya. Sama seperti yang dipajangnya di kios, batik-batik yang dipasarkan Sri lewat dunia maya pun kesemuanya hasil karyanya.

“Lumayan, banyak yang tanya-tanya,” jawab perempuan berhijab itu saat ditanya tentang lapak online-nya. “Ada yang habis tanya langsung beli. Ada juga yang tanya ini tanya itu, tapi tidak nongol lagi,” sambungnya sambil mengulas senyum di wajahnya. Lebih banyak yang tanya, tapi tidak nongol lagi,” tandasnya.

Sayangnya Sri tidak tahu persis besaran konstribusi Facebook dan lapak onlinedalam usaha batiknya. Berbeda dengan Sri, Heri Kismo menilai situs toko batik memiliki peran penting dalam usahanya.

“Konstribusinya sekitar 10 persen,” tegas pemilik toko batik yang berlokasi di Jalan Trusmi ini.

Gerbang masuk kawasan sentra batik Trusmi (Dok Pri)
Gerbang masuk kawasan sentra batik Trusmi (Dok Pri)
Heri yang ditemui saat akan menunaikan ibadah Shalat Jumat pada Jumat 4 November 2016 lalu ini mengaku situs batiknya sudah tidak lagi aktif. Namun demikian, sambung lulusan ITB Bandung ini, masih banyak pembeli yang memesan batik dagangannya lewat Facebook.

Selarang dengan Heri, Dian Novalia mengungkapkan kalau pemasaran lewat media sosial cukup menjanjikan. Lewat media sosial, khususnya Facebook, Dian yang juga bertetangga dengan Sri ini menjelaskan kalau batik karyanya telah dipasarkan ke sejumlah daerah di Indonesia, seperti Jakarta dan Solo. Tidak jarang melalui rekan-rekannya, perempuan kelahiran 1979 ini mendapat pesanan dari luar negeri, seperti Thailand, Brunai Darusalam, dan beberapa negara lainnya

Daerah Trusmi memang dikenal sebagai sentra batik Cirebon. Di Desa Trusmi Kulon saja, menurur Asmawi, sekitar 80 persen dari 3.118 warganya yang mencari nafkah dari usaha batik, mulai dari pengrajin batik sampai pengeberbatik. Pengeber atau penjaja batik biasanya mengambil batik dari pengrajin untuk dijajakan ke pedagang.

Konon, keahlian membatik warga desa diturunkan oleh Ki Gede Trusmi. Di sela-sela kegiatan dakwahnya, santri Sunan Gunung Jati ini menularkan teknik membatik kepada warga sekitar. Untuk menghargai jasa-jasa Ki Gede Trusmi, setiap tahunnya  masyarakat mengadakan upacara Ganti Welit (atap rumput) pada makamnya, dan setiap empat tahun sekali diadakan upacara Ganti Sirap untuk mengganti atap sirap pada makam. Di tangan generasi penerusnya, kain batik dibuat semenarik mungkin tanpa meninggalkan nilai budaya yang dikandungnya.

Saat ini di Trusmi banyak berdiri toko-toko batik. Toko-toko itu menjajakan batik-batik hasil karya pengrajin yang tinggal di sekitar Trusmi. Menurut Asnawi yang menjabat sebagai Kesra Desa Trusmi Kulon, toko batik awalnya dibuka oleh Haji Madmil di tahun 1970-an. Kemudian, lanjutnya, toko-toko batik mulai menjamur setelah tahun 2000-an.

“Ada sekitar 40-an toko. Itu baru di desa ini saja,” tandas Asnawi yang ditemui di Kantornya pada 4 Novemner 2016 lalu.

Saat ditanya tentang pemasaran online, Asnawi yang juga pengrajin batik ini mengungkapkan kalau hampir semua pedagang batik di desanya sudah melek internet.

“Hampir semua orang di sini, terutama anak mudanya sudah bisa internetan,” kata lelaki asli Desa Trusmi Kulon ini. “Anak-anak itu pada Facebook-an, BBM-an, dan macam-macem,” lanjutnya dengan logat Plered.

Setelah memastikan informasi kepada staf desa lainnya, Asnawi mengaku kalau pemerintah belum pernah memberikan pelatihan tentang pemasaran online kepada warga di desanya.

“Kemarin pernah ada. Kalau tidak salah tahun ini juga. Tapi bukan dari pemerintah,” jelas Asnawi sambil menyebut nama operator selular.

Akses internet di daerah Trusmi memang cukup baik. Banyak warga, khususnya anak muda, di desa itu yang memiliki sejumlah akun Facebook, Twitter, Whatsapp, BlackBarryMassenger, Instagram, dan lain sebagainya. Hanya saja tidak sedikit pedagang batik di Trusmi yang belum memanfaatkannya sebagai sarana berjualan.

Di Pasar Batik Trusmi, misalnya, sekalipun pengelola pasar sudah menyediakan fasilitas WiFi, namun belum banyak pemilik kios yang memanfaatkannya.

“Tidak tahu kenapa Bapak (pemilik kios) belum berjualan online,” jawab Rahayu, pelayan di salah satu kias di Blok A Pasar Batik Trusmi, saat ditemui di teras kiosnya pada 4 November 2016 lalu.

Sementara Sri menjalani usaha online setelah mendapat pelatihan yang digelar oleh komunitas sebuah bank swasta. Menurut pengakuannya, pemerintah belum pernah memberikan pelatihan tentang jual-beli online kepada pengrajin batik di desanya.

Sebagaimana yang diakui oleh Heri penjualan online memiliki konstribusi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan, lewat perdagangan online, batik karya Dian mampu menembus pasar dunia. Menurut Dian, pemesan dari luar negeri berdatangan setelah UNESCO mengakui batik sebagai warisan dunia pada 2 Oktober 2019. 

Foto layar FB Batik Cirebon Online Shop (Dok Pri)
Foto layar FB Batik Cirebon Online Shop (Dok Pri)
Penulis sendiri sudah setahun ini menjadi pengeber online batik Cirebon. “Pak Jokowi, Kapan Kenakan Batik Cerbonannya (Karena Sekarang Saya Pengeber Batik)?  Itu artikel pertama tentang ke-pengeber-an saya sebagai pedagang online batik Cirebon. Entah ada kaitannya atau tidak. Keesokan harinya melintas di lini masa foto seorang staf pegawai Gedung Putih Amerika Serikat yang mengenakan batik bermotifkan Megamendung pemberian Ibu Negara Iriana. Foto itu di-share oleh Kedubes RI untuk Amerika Serikat. Sekalipun usaha ngeber online batik itu tidak diseriusi, tetapi dalam setiap bulan selalu saja ada pesanan yang datang.

Foto staf Kedubes Amerika Serikat berpakaian batik (Sumber: FB Kedubes Amerika Serikat untuk Indonesia)
Foto staf Kedubes Amerika Serikat berpakaian batik (Sumber: FB Kedubes Amerika Serikat untuk Indonesia)
Menurut informasi, ada sejumlah pejabat negara yang menjadi pelanggan tetap toko batik di kawasan Trusmi. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, pernah menyambangi toko batik milik Heri pada 2009 lalu. Jadi, sebenarnya, kawasan Trusmi sebagai sentra batik sudah cukup terkenal.

Sayangnya, popularitas sentra batik Trusmi belum berimbas pada Pasar Batik Trusmi. Sejak diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada 14 April 2015 lalu, pasar yang berlokasi tidak jauh dari Jalan Trusmi ini masih sepi pengunjung. Sementara, himbauan Pemkab Cirebon kepada bus pariwisata untuk mampir ke Pasar Batik Trusmi masih belum menampakkan hasil.

Beruntung, bagi Sri, Dian, dan sejumlah pedagang lainnya yang mampu memasarkan batiknya lewat jalur online. Tetapi, tidak sedikit juga dari pemilik kios di Pasar Batik Trusmi yang belum memanfaatkan perdagangan online.Padahal fasilitas WiFi sudah tersedia di pasar itu.

Sayang sekali kalau pemerintah belum juga turun gunung untuk turut mengembangkan usaha batik Cirebon lewat penjualan online. Padahal, jika dikembangkan, seharusnya perdagangan batik online bisa dimanfaatkan juga untuk menarik kunjungan wisatawan ke Cirebon, khususnya Trusmi. Apalagi posisi Trusmi tidak jauh dari lokasi kuliner khas Cirebon, empal gentong. Dan, sebelum menjadi Presiden, pada 2014 lalu Joko Widodo sempat mampir ke salah satu rumah makan empal gentong di Plered.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun