Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Begini Cara Mantap Menikmati Aroma Semriwing Ekaliptus Cap Lang dalam Secangkir Teh Hangat

6 November 2016   19:40 Diperbarui: 7 November 2016   10:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Secangkir teh hangat dan sebotol Minyak Kayu Putih Ekaliptus Aromatherapi Cap Pang. (Dok Pri

Sekali lagi kantong teh celup kuputarkan mengitari pinggiran cangkir. Lantas setetes demi setetes Minyak Kayu Putih Cap Lang Aromatherapy Ekaliptus kuteteskan dari botolnya yang berwarna hijau. Tetesan minyak kayu putih itu mengapung di atas teh yang masih panas. Mengapung dan berputar pelan mengitari wadahnya. 

Kudekatkan hidungku ke bibir cangkir. Lantas, kuhirup uap air yang membumbung dari dalam cangkir. “Ah... Semriwing!”

Kurasakan ke-semriwingan aroma ekaliptus yang seolah menari-nari dalam lubang hidungku. Hangatnya menjamahi ujung-ujung syaraf indera penciumanku. Menggodaku untuk sekali lagi menghirupnya.  

Minyak Kayu Putih Ekaliptus Aromatherapy Cap Lang yang kuteteskan dari botol berukuran 60 Ml itu terbuat dari 100 % minyak ekaliptus atau eucalyptus oil. Minyak jenis ini memiliki karakter dan manfaat yang sebagian besar mirip dengan minyak kayu putih cajuput.

Hanya saja, minyak kayu putih yang terbuat dari ekaliptus terasa lebih hangat. Aromanya pun lebih lembut. Kehangatan dan aromanya inilah yang memberikan efek sensasi yang berbeda dari minyak kayu putih cajuput.

Jumat sore itu, 4 November 2016, ku duduk selonjorandi teras rumah yang menghadap ke arah Selatan. Sayup-sayup terdengar suara melankolis Iis Sugianto mendendangkan “Bunga Sedap Malam”. “Bukannya bunga petik layu. Bukannya bunga harum layu. Bukannya bunga sedap malam.” Begitu lantun penyanyi era 80-an itu.

Sambil mendengarkan lagu-lagu lawas yang yang sengaja diputar sayup-sayup, kuangkat cangkir. Kudekatkan bibir cangkir dengan bibirku. kembali kuhirup aroma ekaliptus. Aroma Ekaliptus kembali menyusup masuk ke dalam dua lubang hidungku. “Semriwing!”

Lantas ku-sruput sedikit demi sedikit teh hangat. Seperti saat menikmati kopi, cairan teh bercampur minyak kayu putih ekaliptus itu kumainkan terlebih dulu di dalam rongga mulut. Lidahku meliuk-liuk mengaduk lembut cairan teh. Terasa kehangatan dan aroma lembut Minyak Layu Putih Cap Lang Aromatheraphi Ekaliptus menghentak-hentak seperti kuda jantan yang dicambuk oleh ksatria penunggangnya.

Sudah lupa kapan pertama kali aku minum teh yang ditetesi minyak kayu putih. Mungkin sekitar tahun 2006-an. Waktu itu kereta api malam Senja Utama jurusan Yogyakarta-Gambir sudah melewati Stasiun Purwokerto. Entah sejak kapan perut ini terasa sakit. Karena restorasi kereta api tidak menyediakan obat sakit perut, salah seorang petugas restorasi kereta menawariku teh hangat.

“Nanti dikasih kayu putih, Mas,” kata petugas restorasi itu.

Aku yang saat itu tidak mempunyai pilihan lain terpaksa mengangguk dan mengiyakan.

Tidak lama kemudian petugas restorasi kembali datang dengan membawa gelas. Di dalam gelas yang dibawanya kulihat cairan berwarna coklat. Cairan berwarna coklat itu hanya mengisi kurang dari separuh gelas.  

“Coba ini, Mas,” katanya sambil menyodorkan gelas. “Tehnya sudah dicampur dangan minyak kayu putih.” lanjutnya. “Nanti juga sembuh.”

Aku menerima gelas yang disodorkannya tanpa bertanya ini-itu lagi. Hanya ucapan terima kasih yang kuucapkan. Dan tentu saja dengan dilembari senyuman.

Awalnya sedkit ragu. Bukankah minyak kayu putih itu obat oles. Tapi apa boleh buat. Tidak ada rotan, akar pun jadi. Tidak ada obat sakit perut, teh hangat dicampur beberapa tetes minyak kayu putih pun oke. Sambil mengusir keraguan, kuteguk sedikit teh hangat pemberian petugas restorasi itu. Kutunggu reaksi dari “obat tradisional” yang baru kucoba pada malam itu. 

Bibirku terasa panas. Hanya itu yang kurasakan. Lantas kuminum lagi sampai tinggal menyisakan seteguk-dua teguk lagi. Rasa hangat terasa menjalari perut. Kemudian kurebahkan tubuhku di atas bangku kerata api. Sedikit demi sedikit rasa mulas berkurang.

Menurut petugas restorasi yang membawakan aku teh, minyak kayu putih yang ditetesi ke dalam segelas teh hangat bukan hanya mampu mengobati sakit perut, tetapi juga masuk angin. Katanya, banyak rekan-rekannya sesama pekerja kereta api yang minum teh bercampur beberapa tetes kayu putih untuk mencegah atau mengobati masuk angin.   

Sejak saat itu aku jadi sering mencampur teh yang kuminum dengan beberapa tetes minyak kayu putih. Tidak perlu banyak-banyak, cukup empat tetes saja. Dan, tetesan minyak kayu putih itu tidak perlu diaduk-aduk. Cukup “dicolek” saja biar lebih menyebar. Biarkan tetesan minyak kayu putih itu mengapung dan membumbungkan semerbak aromanya yang semriwing.

Selain ditetesi pada teh hangat, Minyak Layu Putih Cap Lang Aromatheraphi Ekaliptus juga pas mantap untuk dinikmati saat nyusu. Sama seperti saat mencampurkannya dengan teh panas, untuk secangkir susu pun cukup empat tetes.

Ada momen menarik saat nyusu bercampur tetesan Minyak Layu Putih Cap Lang Aromatheraphi Ekaliptus. Momen itu adalah saat mengeluarkan sendawa. Saat bersendawa, udara yang menghembus beraromakan ekaliptus. Rasanya seperti berkumur dengan mouth wash.

Karena minyak kayu putih mengapung dan tidak mencampur, maka efek dari tetesannya hanya bisa dirasakan pada tiga tegukan pertama. Setelah tegukan keempat efek aroma terapinya sudah tidak lagi terasa. Di situlah “ritual” minum teh berteteskan minyak kayu putih, mulai dari meneteskannya dari botol, menyeruputnya, memainkannya dalam rongga mulut, sampai meneguknya menjadi saat-saat yang penuh sensasional. Seperti yang kunikmati pada sore kemarin setelah bersepedah keliling kampung.

Lagu “Bunga Sedap Malam” berlalu digantikan dengan “Karena Kucinta Kau” yang dialunkan Bunga Citra Lestari. Lagu yang sangat gue banget. “Saat kau ingat aku, kuingat kau. Saat kau rindu aku juga rasa ....”

Mendengar lagu itu, ingatanku langsung melayang pada Puput. Sudah sejak beberapa hari ini ia belum juga membalas pesan BBM-ku. Entah masalah apalagi yang membuatnya ngambek.

Semoga saja Puput menyediakan Minyak Kayu Putih Cap Lang Aromatherapy Rosedi rumahnya. Lalu mengolesi minyak kayu putih varian itu pada leher atau pelipisnya, dengan begitu mood Puput untuk kembali bersenda gurau denganku kembali seperti semula.

Untuk kedua kalinya, kuseruput lagi teh. Kesemriwingan masih terasa. Setelah untuk beberapa saat kumainkan di dalam rongga mulut, teh bercampur ekaliptus itu kuteguk. “Glek.” Hangatnya ekaliptus terasa menyusuri selang tenggorokanku. Efek hangatnya menjalari perutku. “Ahhh....”

Mataku memejam. Sementara bibirku mengikuti lirik yang dinyanyikan BCL, “Tuhan yang tahu kucinta kau ... kau ... hmmm.”

Akun .facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun