Bagaimana dengan Deputi V Muchdi PR? Menurut Tim JPU yang diketuai Cyrus Sinaga, Munchdi memiliki rasa sakit hati dan ingin membalaskannya dengan menghabisi nyawa Munir (Kompas.com). Munir adalah orang yang mengungkap bahwa pelaku penculikan terhadap para aktivis adalah oknum anggota Kopassus. Sebagaimana yang banyak dipercaya, Muchdi menyimpan dendam karena hasil investigasi Munir membuat dirinya dipecat dari TNI.
Faktanya, pada saat peristiwa penculikan aktivis terjadi, Muchdi masih menjabat sebagai Pangdam Tanjungpura di Kalimantan. Muchdi baru menjabat sebagai Danjen Kopassus pada Maret 1998, menggantikan Prabowo Subianto. Jabatan itu tidak lama dipegang Muchdi. Pada Mei 1998, Muchdi melepas tongkat komando Komandan Kopassus.
Jadi, sulit mengaitkan Muchdi dengan Tim Mawar. Karenanya, Muchdi pun tidak pernah diperiksa soal penculikan aktivis. Dan, Muchdi tidak pernah dipecat dari ketentaraan. Karir Muchdi berlanjut sampai akhirnya dia pensiun. Kalau Muchdi tidak ada kaitannya dengan Tim Mawar, lantas, apa yang membuat Muchdi mendendam kepada Munir sampai ia membunuhnya?
Kengototan skenario “Munis Dibunuh BIN” terbaca jelas dari kesaksian anggota TPF Usman Hamid dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan terdakwa Muchdi PR pada 23 September 2008 (Kompas.com.) Usman menyodorkan dokumen yang didapatkan TPF. Dalam dokumen itu tertulis rencana pembunuhan Munir. Nama Kepala BIN Hendropriyono dan Muchdi disebut dalam dokumen tersebut. Menariknya, dokumen yang disebut oleh Usman tersebut tidak ada nomor, tanggal, dan tandatangannnya. Kok, bisa-bisanya TPF menganggap temuannya itu sebagai dukumen. Padahal ABG alay saja menuliskan tanggal pada buku harian yang dicurhatinya.
Ada lagi informasi yang sangat dipercayai kebenarannya. Informasi itu didapat dari bocoran Wikileaks Kontras.org. Kata Usman, dokumen yang dibocorkan WikiLeaks itu bukan hal baru. Namun, dokumen itu bisa memperkuat hasil temuan TPF yang sempat ditutup-tutupi.
Sebelumnya, The Sydney Morning Herald mengungkapkan bocoran dari WikiLeaks mengenai kawat Kedubes AS di Jakarta yang dikirim ke Departemen Luar Negeri AS. Dalam laporan itu disebutkan bahwa diplomat AS percaya bahwa BIN menyiapkan banyak skenario untuk membunuh Munir. Disebutkan, diplomat AS di Jakarta itu mendapatkan informasi dari sejumlah pejabat tinggi Polri. Menurut informasi yang dikirim lewat kawat tersebut, BIN memiliki berbagai skenario pembunuhan, termasuk menggunakan penembak jitu, peledakan mobil, bahkan ilmu hitam.
Usman yang juga anggota TPF Munir itu sepertinya menutup mata atau tidak tahu kalau kawat yang dikirim oleh Kedubes AS di Jakarta itu hanya informasi yang didapat dari obrolan “warung kopi”. Jadi, masih bersifat rumor, bahkan gosip yang belum diklarifikasi kebenarannya.
Menariknya, dari skenario-skenario BIN untuk membunuh Munir terkesan disusun oleh penulis skenario sinetron. Apa perlu membunuh Munir dengan menugasi penembak jitu atau dengan meledakan mobil? Dan, sejak kapan BIN menggunakan jasa dukun santet untuk menghabisi targetnya?
Bukankah membunuh Munir bisa dilakukan dengan cara yang sangat sesederhana mungkin, contohnya dengan modus perampokan yang bisa dilakukan oleh banyak orang ketimbang meledakkan mobil atau mengirim penembak jitu. Perampokan bisa dilakukan oleh siapa saja dan korbannya pun bisa siapa saja. Kalau dengan menembak atau meledakkan mobil pasti harus melibatkan orang dengan kemampuan khusus yang jumlahnya sangat terbatas.
Dari dipercayainya bocoran Wikileaks dan dokumen abal-abal itu, publik sudah bisa mengukur kualitas TPF dan dokumen yang dihasilkannya. Bayangkan, bagaimana kalau rencana penyantetan Munir itu berhasil. Apakah TPF merekomendasikan kepada polisi untuk segera menahan jin Ifrit?
Sebenarnya, selain tingkat kesulitannya yang tinggi, kejanggalan dari kematian Munir ada pada kekolosalannya. Pembunuhan ini melibatkan banyak orang dari banyak tingkatan, baik itu anggota BIN maupun pegawai Garuda Indonesia. Padahal, cukup dengan membentuk satu regu yang berjumlah paling banyak 5 personel, pembunuhan Munir sudah bisa dilaksanakan.